Pengantar Ilmu Hukum Pertemuan 13

Download Report

Transcript Pengantar Ilmu Hukum Pertemuan 13

PERUMUSAN KAEDAH
HUKUM
Pertemuan 12
PERUMUSAN KAEDAH HUKUM
RULES OF LAW
• Ilmu Hukum yang bertujuan untuk memahami
perikelakuan manusia, sepanjang perikelakuan tersebut
merupakan isi tata kaedah hukum. Ilmu hukum ini
membuat deskripsi tata kaedah hukum yang diciptakan
oleh perbuatan manusia, yang harus diterapkan dan
ditaati oleh perbuatan itu.
• Rumusan yang dihasilkan berbentuk hypothetical
judgements, yakni akibat/konsekwensi tertentu harus
terjadi sesuai dengan tata kaedah tertentu, atau biasa
disebut dengan Imputasi (pertanggungjawaban).
• Contohnya : Apabila seseorang melakukan suatu
perbuatan maka dia mungkin dapat dihukum untuk
perilaku tertentu. Sebaliknya seseorang juga tidak dapat
mempertanggungjawabkan perikelakuannya, dan dia
tidak dapat dihukum, misalnya karena menderita sakit
ingatan.
• Hubungan antara sebab dan akibat (hypothetical
judgements) yang juga disebut pandangan
bersyarat, dirumuskan dalam Rules Of Law dan
Dalil Alam. Perbedaan antara keduanya :
1. Pada dalil alam apabila terjadi sesuatu (sebagai
sebab), akan diikuti kejadian lain yang merupakan
akibat (Prinsip Sebab Akibat).
2. Pada kaedah hukum, apabila terjadi perikelakuan
orang tertentu, maka orang lain harus berperilaku
menurut cara tertentu (Prinsip Imputasi).
3. Pada dalil alam tidak ada campur tangan
manusia, sedangkan pada kaedah hukum,
hubungan normatif diciptakan oleh manusia.
4. Hubungan sebab akibat pada dalil alam
merupakan mata rantai tanpa batas, sedang pada
kaedah hukum prinsip imputasi ada batasnya.
• Pada Categorical Judgements tidak terlihat
adanya hubungan antara kondisi dan
konsekwensi. Contohnya pasal 3 UU No.
1/1974 ayat 1 yang menyatakan bahwa pada
azasnya dalam suatu perkawinan, seorang
pria hanya boleh mempunyai seorang isteri,
dan seorang isteri hanya boleh mempunyai
seorang suami.
• Dari contoh diatas terbukti bahwa tidak selalu
perumusan pasal UU menggambarkan suatu
pandangan hipotetis/bersyarat. Namun dalam
pemikiran
yuridisnya,
Hans
Kelsen
mengatakan bahwa pandangan hipotetis
adalah hakekat dari kaedah hukum individuil
yang memuat pandangan kategoris.
• Rules of law harus dibedakan dari legal norms
yang diciptakan dan diterapkan oleh pejabat
hukum. Sebab perbedaan antara keduanya
merupakan perwujudan dari perbedaan antara
fungsi pemahaman hukum, dengan fungsi
pejabat
hukum.
ILMU
HUKUM
harus
mengetahui hukum, dan merumuskannya
dengan suatu deskripsi, sedang PEJABAT
HUKUM harus menciptakan hukum, agar dapat
dipahami oleh ilmu hukum.
Tugas hakim menurut 3 Aliran :
• 1. Aliran Legisme
Menganggap semua hakim terdapat dalam undang-undang, hakim
terikat pada UU dan hanya melakukan pelaksanaan UU belaka dengan
jalan juridische sylogisme, yaitu deduksi logis dari :Perumusan luas
keadaan khusus
kesimpulan.
• 2. Aliran FREIRE RECHTSBEWEGUNG
Berpendapat hakim bebas melakukan tugasnya menurut UU
atau
tidak, karena hakim dapat menciptakan hukum.
• 3. Aliran RECHTSVINDING
Menurut aliran ini, hakim memiliki kebebasan yang terikat dan
ketereikatan
yang bebas dengan menyelaraskan UU pada tuntutan zaman. Lewat
cara :
a. Penafsiran Undang-undang.
b. Komposisi : - Analogi (kias, abstraksi)
- Determinatie.
Melihat perbuatan manusia dari keadaankeadaan yang mendahuluinya, dan keadaan
itu turut menentukan perbuatan tersebut.
ASAS PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan
hukum, yang diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Tentang
berlakunya UU dalam arti materiel, dikenal beberapa asas :
1. UU tidak berlaku surut. Artinya UU hanya dipergunakan untuk
peristiwa yang diatur dalam UU tersebut, dan terjadi setelah UU itu
dinyatakan berlaku.
2. UU yang di buat penguasa lebih tinggi mempunyai kedudukan lebih
tinggi pula.
3. UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat umum,
jika pembuatnya sama. (Lex Specialis Derogat Lex Generalis).
4. UU yang berlaku belakangan membatalkan UU yang berlaku
terdahulu. (Lex Posteriore Derogat Lex Priori).
5. UU yang tidak dapat diganggu gugat. Hakim atau sipa pun juga tidak
mempunyai hak uji materiil terhadap UU tersebut. (UUDS 1950
pasal 95 ayat 2).
6. UU sebagai sarana maksimal bagi kesejahteraan spirituil dan materiil
masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian.
ASAS-ASAS YURISPRUDENSI
• 1. Asas Preseden
Dianut oleh negara-negara anglo saxon,
seperti Inggris dan Amerika, berarti bahwa
petugas peradilan (hakim) terikat dan tidak
boleh
menyimpang dari keputusankeoutusan
terdahulu, dari hakim yang lebih
tinggi atau yang
sederajat tingkatnya.
• 2. Asas Bebas
Petugas peradilan tidak terikat pada
keputusan
hakim terdahulu baik yang lebih
tinggi mauoun yang sederajat tingkatnya. Dianut
di Perancis
dan Belanda.
• BERLAKUNYA DI INDONESIA
Di Indonesia, kedua asas ini sesungguhnya
dikenal dan berlaku.Asas bebas dipakai dalam
suasana peadilan Barat, sedang asas preseden
digunakan dalam sidang kasus-kasus adat.
• SISTEM
Sesuatu yang bersifat menyeluruh dan
berstruktur
• ELEMEN SISTEM HUKUM
Hukum adalah aturn-aturan hidup yang terjadi
karena perundang-undangan, keputusankeputusan hakim, dan kebiasaan.
PEMBIDANGAN SISTEM HUKUM
Menghasilkan aneka dikotomi :
• Ius Constitutum dan Ius Constitendum
• Hukum Alam dan Hukum Positif
• Hukum Imperatif dan Hukum Fakultatif
• Hukum substantif dan Hukum Ajektif
• Hukum Tertulis, Hukum tercatat, dan
Hukum Tidak Tertulis
• IUS
CONSTITUTUM
&
IUS
CONSTITUENDUM
• a. Ius Constitutum
Hukum positif (yang masih berlaku) di
suatu negara, mempunyai kekuatan
hukum.
• b. Ius Constiendum
Hukum yang dicita-citakan oleh
pergaulan hidup dan negara, tetapi
belum menjadi
kaedah berbentuk UU
atau peraturan lain,
mempunyai
nilai
sejarah.
•
•
•
•
Titik tolak pembedaannya, diletakkan pada
faktor ruang waktu, yaitu masa kini dan
masa datang. Sebab ada pendapat,
“setelah
diundangkan,
maka
ius
constiendum menjadi ius constitututm.”
Proses perubahan ini dapat melalui
berbagai cara yaitu :
Digantinya UU dengan UU baru.
Perubahan UU lama dengan memasukkan
unsur UU baru.
Penafsiran peraturan per-UU-an yang
berubah-ubah tiap jaman.
Perkembangan doktrin.
PERTENTANGAN SISTEM
HUKUM
• Pertentangan antara satu Per-UU-an
dengan Per-UU-an lain.
• Pertentangan antara Peraturan Per-UU-an
dengan Hukum Kebiasaan.
• Pertentangan antara Peraturan Per-UU-an
dengan Yurisprudensi.
• Pertentangan antara Yurisprudensi
dengan Hukum Kebiasaan.
HUKUM ALAM DAN HUKUM
POSITIF
HUKUM ALAM
• Hukum alam adalah hukum yng digambarkan berlaku
abadi, sifatnya kekal (tidak dapat diubah), dan berlaku di
mana pun, serta pada zaman apapun.
• Oleh Burke dikatakan bahwa, Hukum Alam merupakan
“…Law as the emanation of the Divine Providence,
rooted in the nature and reason of man. It is both
anterior and superior to positive law.”
• Ajaran Hukum Alam mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap perubahan Hukum Publik ke arah yang
lebih demokratis, terhadap persamaan kedudukan di
muka hukum, dan pembentukan Hukum Internasional.
Ajaran-ajaran tentang hak asasi juga amat dipengaruhi
oleh ajaran Hukum Alam.
HUKUM POSITIF
• Oleh logeman dikatakan, Hukum Positif adalah
kenyataan hukum yang dikenal. Merupakan kaedahkaeda yang secara kritis berhadapan dengan kenyataan.
• Hukum Positif senantiasa dikaitkan dengan tempat
tertentu dan waktu tertentu, diabstraksikan sebagai tertib
hukum yang berlaku pada saat itu.
• Perbedaan
• Perbedaan dari Hukum Alam dan Hukum Positif terletak
pada ruang lingkupnya. Hukum Alam berlaku secara
Universal, diberlakukan di mana pun dan kapan pun
juga. Sedang hukum Positif berorientasi kepada tempat
dan waktu tertentu.
1. Hukum Alam adalah sarana koreksi bagi Hukum
Positif.
2. Hukum Alam menjadi inti dari Hukum Positif.
3. Hukum Alam sbagai pembenaran Hak Asasi
Manusia/HAM (kebebasan dan persamaan).
HUKUM IMPERATIF DAN HUKUM
FAKULTATIF
• HUKUM IMPERATIF
Adalah kaedah hukum yang secara apriori harus ditati. Umumnya
berisi suruhan dan larangan.
• HUKUM FAKULTATIF
Kaedah hukum yang tidak secara apriori wajib ditaati, karena pada
umumnya hanya berisi kebolehan.
• Perbedaan
1. Hukum Imperatif adalah hukum memaksa, Hukum Fakultatif
adalah hukum mengatur atau pelengkap.
2. Terletak pada kekuatan sanksinya (Utrecht).
3. Pada segi ketaatan (AM Bos), Hukum Imperatif harus ditaati
secara
mutlak, Hukum Fakultatif dapat dikesampingkan.
4. Didasarkan pada sifatnya (Scholten), Hukum Imperatif bersifat
memaksa, Hukum Fakultatif membolehkan untuk memilih.
5. Kekuatan mengikatnya (Van Apeldoorn).
HUKUM SUBSTANTIF DAN
HUKUM AJEKTIF
• HUKUM SUBSTANTIF/MATERIIL
Hukum yang menciptakan, merumuskan, dan
mengatur hak-hak dan kewjiban para subjek
hukum di dalam melakukan hubungan hukum.
• HUKUM AJEKTIF / FORMIL
Hukum yang memberikan pedoman bagaimana
penegakan dan cara mempertahankan hak dan
kewajiban dalam praktek. Atau dengan kata lain,
Hukum Formil bertugas untuk menegakkan
Hukum Materil sebagai suatu kompleks kaedah
hukum.
HUKUM TIDAK TERTULIS
Adalah sinonim dari hukum kebiasaan, di Indonsia disebut dengan
Hukum Adat. Hukum Tidak Tertulis merupaka bentuk hukum yang
tertua. Meski ada persamaan antara kebiasaan dengan Hukum
Tidak Tertulis, namun terdapat satu unsur essensiil yang
membedakannya, yaitu faktor kesadaran hukum.
• Kriteria terjadinya Hukum Tidak Tertulis, terdiri dari elemen materiil
dan elemen intelektuil. Elemen pertama terdiri dari kebiasaan yang
terus menerus. Tidak hanya berhubungan dengan “tindakan”, tetpi
juga dengan “tidak berbuat”. Kebiasaan terwujud dari sikap tindak
yang dilakukan berulang-ulang, yang dalam masyarakat diartikan
sebagai perikelakuan sederajat. Elemen kedua mancakup
kesadaran hukum, suatu kesadaran bahwa kebiasaan merupakan
hukum.
• Sir Paul Vinogradoff mengatakan bahwa hukum tidak tertulis adalah
aturan-aturan hukum yang tidak diundangkan oleh pemebntuk
hukum undang-undang, atau dirumuskan oleh para hakim yang
terdidik secara profesional, tetapi muncul dari pandangan rakyat dan
dikukuhkan oleh penggunanya yang lama.
HUKUM TERCATAT
• Ada kemungkinan bahwa Hukum Tidak Tertulis
benar-benar tidak tertulis (hidup dalam
masyarakat tidak atas dasar sesuatu yang
tertulis), ad pula Hukum Tidak Tertulis yang
tercatat(dicatat oleh pemimpin-pemimpin formil,
atau oleh para sarjana atas dasar penelitian).
• Tujuan diadakan Hukum Tercatat oleh para
pejabat atau para sarjana, apabila Hukum Tidak
Tertulis harus dicari dalam masyarakat, maka
hukum yang tercatat dapat ditemukan dalam
dokumen-dokumen resmi, berupa laporan
pejabat, keputusan hakim atau hasil penelitian
yang pernah dilakukan.
• Hukum Tercatat mencakup :
• Hukum Tercatat Fungsionil
Yaitu hukum hasil pencatatan hasil pejabat
yang didokumentasikan, seperti pamong
praja, hakim, kepala adat dll.
• Hukum Tercatat Ilmiah
Hasil karya penelitian sarjana, terhadap
Hukum Tidak Tertulis yang berlaku pada
suatu masyrakat tertentu.
HUKUM TERTULIS
• Merupakan hasil keputusan sari penguasa
yang sah, dipaksakan berlakunya pada
masyarakat melalui prosedur yang
ditetapkan oleh peraturanper-UU-an.
Hukum tertulis terdiri ddari undang-undang
dan Traktat.
Uraian-uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
• Pembedaan antara bidang hukum publik dengan hukum perdata
adalah mungkin.
• Apabila hukum publik dibandingkan dengan hukum perdata, maka
hukum publik merupakan hukum khusus (dengan dasar umum) dan
hukum perdata adalah hukum umum.
• Pemisahan atau batas-batas antara isi hukum publik dengan hukum
perdata ditentukan oleh hukum positif, karena sifatnya tidaklah
berbeda.
• Pembedaan antara Ius Constitutum dan Ius Constiendum itu
mengulas kebedaan eksistensi : sekarang/sudah ada atau
nanti/belum ada.
• Pembedaan antara hukum alam/kodrati dengan hukum positif
menunjukan kebedaan wilayah kelakuan : universal/global atau
nasional/regional.
• Pembedaan antara hukum imperatif dan hukum fakultatif
menegaskan sifat : ‘rigid’ atau ‘flexible’.