Sosialisasi Peta Jalan PNPM Mandiri Batam 270613

Download Report

Transcript Sosialisasi Peta Jalan PNPM Mandiri Batam 270613

KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
PETA JALAN PNPM MANDIRI MENUJU
KEBERLANJUTAN DAN DESENTRALISASI
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pamuji Lestari
Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat/Sekretaris
Pokja Pengendali PNPM Mandiri
Batam, 27 Mei 2013
SITUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DAN PNPM SAAT INI
1. Munculnya berbagai program
pemberdayaan masyarakat dengan label
PNPM (dan juga bukan PNPM), dan berjalan
di tengah masyarakat dengan variasi
pelaksanaan yang besar.
2. Prinsip partisipasi dalam program
pemberdayaan masyarakat saat ini belum
mewarnai perencanaan sektoral dan
perencanaan di daerah
2
RAGAM PROGRAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PUSAT
DAERAH
PNPM INTI
Replikasi PNPM (contoh)
1.
2.
3.
4.
5.
1. ANGGUR MERAH, Provinsi NTT
2. P2KB (Percepatan Pembangunan
Kelurahan Bermartabat), Kota Bandung
3. PDPM (Program Daerah Pemberdayaan
Masyarakat), Kabupaten Serang
4. GERBANG DAYAKU, Provinsi KALTIM
5. RESPEK, Provinsi Papua dan Papua
Barat
6. BKPG (Bantuan Keuangan
Pemakmuran Gampong), Provinsi NAD
PERDESAAN
PERKOTTAN
PISEW
RIS-PNPM
P2DTK
PNPM PENGUATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PUAP
KELAUTAN DAN PERIKAKAN
PARIWISATA
GENERASI SEHAT DAN CERDAS
LINGKUNGAN /GREEN
PEDULI
PLPBK
3
Peta Jalan PNPM Mandiri
Tujuan Penyusunan Peta Jalan
Peta Jalan PNPM Mandiri bertujuan memberikan arah, prinsip,
kriteria, indikator dan panduan yang harus dicapai oleh
setiap pemangku kepentingan untuk memastikan terjadinya
percepatan penanggulangan kemiskinan dan terwujudnya
kesejahteraan rakyat di Indonesia.
Arti Penting Peta Jalan
• Menjadi dasar untuk menyiapkan Kerangka Kebijakan bagi
keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat
• Memberi arahan tentang prioritas dan strategi
• Memperkuat interaksi dan koordinasi antara
Kementerian/Lembaga dan Daerah
4
Pendekatan Peta Jalan

Peta Jalan PNPM Mandiri hanya memuat arahan
utama agar pendekatan yang semula berbentuk
program-program bertransformasi menuju
sebuah gerakan, dimana semua pihak bisa
berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat.

Agar pemberdayaan masyarakat menjadi suatu
gerakan maka perlu dilakukan konsolidasi
program-program pemberdayaan, Integrasi
perencanaan dan pelaksanaan, desentralisasi dan
percepatan dari tingkat berdaya menuju mandiri,
selanjutnya menuju madani/berdaulat.
5
Dari PROGRAM menjadi GERAKAN
PROGRAM
GERAKAN
• Kebijakan pemerintah (perintah)
• Kesadaran untuk berpartisipasi
• Besaran dan cakupannya tergantung
besar dana
• Besaran dan cakupannya
tergantung banyak mitra yang bisa
diyakinkan untuk berpartisipasi
• Tergantung pada siklus program
(perencanaan, penganggaran)
• Spontan sesuai kompetensi,
kemampuan, kesediaan masingmasing
• Jenis kegiatan, lokasi-alokasi sesuai
program dan kesepakatan
• Jenis kegiatan, lokasi-alokasi sesuai
misi para mitra dan swadaya
masyarakat
• Selesai program, kegiatan bisa tidak
berlanjut
• Berkelanjutan tanpa batas, selama
masih dianggap perlu
6
KERANGKA KERJA PETA JALAN
PNPM MANDIRI 2012
SEKRETARIAT TNP2K BERSAMA KEMENKOKESRA TELAH
MENTERJEMAHKAN 2 ARAH STRATEGIS  5 PILAR  12 AGENDA KERJA
INTEGRASI
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KONSOLIDASI
PROGRAM PEMBERDAYAAN
PILAR #1
INTEGRASI
PROGRAM
PEMBERDAYA-AN
MASYARAKAT
PILAR
(Arah
Kebijakan)
KEBERLANJUTAN
PENDAMPINGAN
PILAR #4
PILAR #3
PILAR #2
PILAR #5
PENGUATAN
KELEMBAGAAN
MASYARAKAT
LANGKAH
KEBIJAKAN
RENCANA
AKSI
PENGUATAN
PERAN
PEMERINTAH
DAERAH
SASARAN
AKHIR
7
PERWUJUDAN
TATA KELOLA
YANG BAIK
(GOOD GOVERNANCE)
LANGKAH LAGKAH AKSI
7
12 AGENDA KERJA
No.
Agenda Kerja
Kementerian
/Lembaga Terkait
1
Penetapan Indikator Capaian Program/KPI
Bappenas ,
TNP2K
2
Penguatan eksistensi Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat
Kemendagri
3
Standar kompetensi, sertifikasi dan penetapan
Bappenas
remunerasi Fasilitator pemberdayaan masyarakat
4
Pemanfaatan basis data terpadu dan PODES
(lokasi dan alokasi)
Bappenas ,
TNP2K
5
Peningkatan prinsip transparansi dan
akuntabilitas
Kemendagri,
Kemenko KESRA
6
Pedoman integrasi dan Koordinasi antara
program pemerintah pusat dengan daerah
Kemendagri
8
12 AGENDA KERJA
Lanjutan......
No.
Agenda Kerja
Kementerian
Terkait
7
Ketentuan Perencanaan Partisipatif dalam
perencanaan pembangunan reguler
Bappenas,
Kemendagri
8
Penguatan peran kecamatan sebagai SKPD
koordinasi pemberdayaan masyarakat wilayah
Kemendagri
9
Ketentuan transfer dana langsung pada
masyarakat
Kementerian
Keuangan,
Bappenas
10
Penguatan peran TKPKD dalam koordinasi
pemberdayaan masyarakat
TNP2K, Kemendagri
11
Kententuan pemeliharaan aset
Kemendagri,
KemenPU,
12
Kebijakan kelembagaan Dana bergulir
masyarakat
Kemen-KUKM,
Kemenkeu
9
Agenda Kerja (1): Penetapan Indikator Kunci Kinerja
Program untuk komponen utama Program
Pemberdayaan Masyarakat (Bappenas, TNP2K)
Kondisi dan Permasalahan
• KPI yang digunakan oleh program-program pemberdayaan masyarakat
masih beragam, meskipun menggunakan nama PNPM Mandiri
• Belum ada regulasi baku yang mengatur dan menetapkan KPI Nasional
untuk Program Pemberdayaan Masyarakat
Usulan Solusi
• Merumuskan dan menetapkan Indikator Kunci Kinerja Program (Key
Performance Indicators, KPI) sebagai ukuran pencapaian Program
Pemberdayaan Masyarakat
• Menggunakan KPI tersebut sebagai dasar dalam penetapan alokasi
anggaran
10
Agenda Kerja (2): Perumusan dasar hukum bagi
eksistensi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
(KemenDagri)
Kondisi dan Permasalahan
•Belum adanya legalitas/payung hukum sebagai dasar eksistensi Lembaga
Masyarakat bentukan PNPM Mandiri (misalnya: BKM, dan BKAD/UPK)
•Prinsip transparansi, partisipasi dan akkuntabilitas dalam program pemberdayaan
masyarakat belum mewarnai lembaga regular di daerah (misalnya: BPD, LPM, PKK)
•Ketidakjelasan status kepemilikan aset dari Lembaga Masyarakat
Usulan Solusi
•Perumusan status hukum yang tepat bagi Lembaga Masyarakat sebagai mitra
pelaksanaan pembangunan pada level kecamatan/desa/kelurahan (usulan ke RUU
Desa dan penyempurnaan PP no. 72 Tahun 2005 tentang Desa, PP no. 73 Tahun
2005 tentang Kelurahan dan Permendagri no. 5 tahun 2007 tentang Pedoman
Penataan Lembaga Masyarakat)
•Pemerintah Pusat berperan memastikan penegakan prinsip-prinsip program
pemberdayaan, termasuk payung hukum yang memperbolehkan kelompok
masyarakat menerima dan mengelola BLM dan mekanisme keikutsertaan kelompok
masyarakat dalam kebijakan setempat
•Status hukum yang memberikan kejelasan kepada status kepemilikan aset Lembaga
Masyarakat
11
Agenda Kerja (3): Kebijakan Penggunaan Pendamping yang
bersertifikat dan Standar Remunerasi Fasilitator Pendamping
Masyarakat (Bappenas)
Kondisi dan Permasalahan
•Fasilitator pemberdayaan masyarakat belum berbasis standar kompetensi; sehingga tidak
menjamin standar mutu proses fasilitasi pemberdayaan masyarakat
•Ragam fasilitator: (i) Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, (ii)Pendamping Lokal yang berasal
dan bekerja bersama masyarakat, dan (iii) Pemandu Pemberdayaan Masyarakat dari aparat
Pemerintah Daerah, Masyarakat Sipil dan Perguruan Tinggi
•Terjadi “turn over” fasilitator sekitar 20-30% setiap tahun, antara lain karena tidak adanya
standar remunerasi/gaji fasilitator.
Usulan Solusi
•PNPM menggunakan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang memiliki sertifikasi
kompetensi. Sertifikasi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Fasilitator
Pemberdayaan Masyarakat
•Pengelola PNPM dan/atau program pemberdayaan masyarakat mengadakan program
pelatihan dan penguatan kapasitas fasilitator pemberdayaan masyarakat berbasis SKKNI
(Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang
sudah disahkan oleh Menakertrans 2012)
•Merumuskan standar renumerasi fasilitator pemberdayaan masyarakat yang akan menjadi
dasar bagi K/L maupun Pemda menetapkan standar remunerasi.
12
Agenda Kerja (4) : Penyusunan Mekanisme Pemanfaatan
Data Terpadu dalam rangka Efektifitas Cakupan Program
Pemberdayaan Masyarakat (Bappenas , TNP2K)
Kondisi dan Permasalahan
• Belum semua K/L sebagai pengelola program PNPM, menggunakan data terpadu
sebagai dasar penetapan alokasi & target BLM
Usulan Solusi
• Disusun standar pemanfaatan data terpadu (SOP) sebagai dasar acuan semua
K/L dan Pemda untuk penetapan sasaran program penanggulangan kemiskinan;
• Meningkatkan pemanfaatan data terpadu sebagai dasar (1) penentuan
desa/kelurahan yang perlu mendapat perhatian atau prioritas khusus, (2) prioritas
pemberian pinjaman dana bergulir, (3) prioritas pemberian lapangan pekerjaan
kepada masyarakat miskin
13
Agenda Kerja (5) : Penyusunan Kebijakan dan Strategi
untuk Meningkatkan Prinsip ‘Transparansi dan
Akuntabilitas Sosial’ (KemenDagri, KemenkoKesra)
Kondisi dan Permasalahan
•Mekanisme dan prinsip tata kelola yang baik, transparansi dan akuntabilitas sosial belum
terlembaga
•Meningkatnya resiko penyimpangan dana atau korupsi terutama dalam kegiatan dana
bergulir serta pemanfaatan program untuk kepentingan politik
•Terbatasnya partisipasi kelompok masyarakat miskin dalam pengawasan pelaksanaan
program serta dukungan pemerintah dalam penyelesaian masalah korupsi
Usulan Solusi
•Revisi Pedoman Umum PNPM Mandiri 2008, terkait peningkatan tata kelola,
transparansi dan akuntabilitas sosial
•Pengarusutamaan komponen pemberdayaan hukum masyarakat di seluruh program
PNPM Mandiri
•Kerjasama PNPM Mandiri dengan Lembaga Hukum serta Kebijakan Pemerintah
mengenai Pelarangan Pemanfaatan PNPM untuk kepentingan politik praktis
•Penguatan sistem pengelolaan dan pemeliharaan aset PNPM Mandiri guna mencegah,
mendeteksi dan menangani masalah penyimpangan dana dan korupsi.
14
Agenda Kerja (6): Penyusunan Peraturan/Pedoman Peningkatan
Integrasi dan Koordinasi Pusat , serta Kemitraan Pusat–Daerah dalam
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (KemenDagri)
Kondisi dan Permasalahan
• Idealnya kegiatan pemberdayaan masyarakat dikoordinasikan oleh Pemda.
Namun saat ini belum ada pengaturan baku pembagian tugas Pusat-Daerah
dalam bidang Pemberdayaan Masyarakat.
• Banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang muncul dari kreatifitas dan
inovasi lokal, dan dilaksanakan dengan pembiayaan pos anggaran Daerah.
Usulan Solusi
• Peran Pemerintah Pusat memastikan penegakan prinsip-prinsip program
pemberdayaan serta melaksanakan fungsi pengawasan, monitoring dan
evaluasi.
• Pemerintah Daerah diarahkan untuk mengembangkan inisiatif dan penyesuaian
mekanisme di dalam pengelolaan program pemberdayaan masyarakat.
• Revisi Pedoman Umum pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang
menegaskan peran dan tugas Pemerintah Pusat dan Pemda, serta Masyarakat dan sinkron dengan PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Peran/Wewenang
Pusat dan Daerah.
15
Agenda Kerja (7) : Mekanisme Perencanaan Partisipatif Tingkat
Desa/Kelurahan dan Kecamatan Yang Terintegrasi dengan Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah (KemenDagri, Bappenas)
Kondisi dan Permasalahan
•Usulan Desa/Kelurahan umumnya memiliki skala lokal,
sehingga sulit untuk terkoneksi dengan usulan yang lebih tinggi
(SKPD Kabupaten);
•Rendahnya rasio usulan yang diajukan dalam RKP Desa
dibandingkan dengan hasil penetapan usulan pada
Musrenbang Kabupaten;
•Tidak adanya dokumen perencaaan pembangunan di tingkat
Kecamatan yang menampung usulan Desa/Kelurahan untuk
alokasi pembiayaan APBD;
•Belum efektifnya Musrengbang Kecamatan untuk difungsikan
sebagai ‘forum’ pembahasan seluruh usulan Desa, sebelum
diteruskan untuk dibahas pada tingkat yang lebih tinggi
(Kabupaten).
16
Agenda Kerja (7): Mekanisme Perencanaan Partisipatif Tingkat
Desa/Kelurahan & Kecamatan Yang Terintegrasi dengan Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah (KemenDagri, Bappenas)
Usulan Solusi
•Penambahan pasal pada Bagian II, Permendagri No 66/2007  dalam
penyusunan RKP Desa harus mempertimbangkan keberadaan indikator yang
digunakan dalam penyusunan Renja Kecamatan.
•Penambahan Pasal Bagian III, Permendagri No 54/2010  Forum BKAD
menjadi mitra Kecamatan di dalam penyusunan Rencana Strategis
Kecamatan.
•Penambahan pasal pada Bagian I, Permendagri No 66/2007  penyusunan
RPJM Desa harus mempertimbangkan arahan yang ada dalam Renstra
Kecamatan.
•Penetapan Pagu Indikatif Kecamatan sebagai dasar penyusunan alokasi
pembiayaan usulan di dalam Renja Kecamatan. Kemudian, diikuti dengan
penambahan isi Pasal 127 dalam Permendagri No 54 tahun 2010 yang
menjelaskan bahwa pembahasan Rancangan Akhir RKPD Kabupaten tidak
akan merubah Pagu Indikatif Kecamatan. Perubahan yang perlu dilakukan
hanya diterapkan untuk usulan yang terkait dengan SKPD Sektoral dalam
Renja Kecamatan.
17
Agenda Kerja (8): Peningkatan peran Kecamatan sebagai SKPD
‘Wilayah’ yang mengurus perencanaan partisipatif dan
koordinasi program pemberdayaan masyarakat (KemenDagri)
Kondisi dan Permasalahan
•Kecamatan hanya berfungsi sebagai fasilitator/pendamping dalam proses
pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
dan desa – tetapi tidak menjadi suatu bentuk kesatuan pertemuan proses
perencanaan pembangunan ‘di atas desa/kelurahan’ dan desa/kelurahan.
•Kecamatan belum mendapatkan delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota
secara maksimal. Pemerintah Daerah cenderung mengedepankan logika
sektoral dan belum mampu memberdayakan Kecamatan dalam logika
kewilayahan.
•Regulasi menyebutkan bahwa Kecamatan menyusun dokumen Rencana
Strategis Kecamatan, tetapi isi dari dokumen ini hanya berupa Rencana Kerja
wilayah Kecamatan sebagai SKPD, dan bukan sebagai dokumen
perencanaan pembangunan wilayah Kecamatan (sebagai kesatuan wilayah).
•Pelimpahan wewenang pada Kecamatan belum disertai dengan penyediaan
kapasitas personil dan alokasi pembiayaan yang proporsional.
18
Agenda Kerja (8): Peningkatan peran Kecamatan sebagai SKPD
‘Wilayah’ yang mengurus perencanaan partisipatif dan
koordinasi program pemberdayaan masyarakat (KemenDagri)
Usulan Solusi
• Penambahan Pasal bagian VII tentang Kecamatan di PP No
41/2007  menjelaskan kedudukan Kecamatan sebagai SKPD
Wilayah dan memiliki tanggung jawab terhadap kualitas pelayanan
publik di wilayahnya.
• Revisi PP No 19/2008  memberikan penegasan bahwa
Kecamatan tidak hanya sebagai SKPD yang mengurusi delegasi
tugas dari Bupati, tetapi berperan sebagai SKPD Wilayah yang
akan memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik di wilayahnya.
• Penambahan Penjelasan Lampiran IV dan VI Permendgari No
54/2010 yang menguraikan tata cara penyusunan Rencana
Strategis Kecamatan.
• Perlu penambahan keterangan pada Pasal 30 PP No 19/2008 yang
menyatakan bahwa penyusunan Rencana Strategis Kecamatan
akan diatur dalam peraturan Menteri.
19
Agenda (9): Perumusan Penganggaran Kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat di Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Kemkeu)
Kondisi Sekarang
•BLM dialokasikan per kecamatan/kelurahan sesuai indeks fiskal & kemiskinan; BLM
diterima langsung masyarakat melalui BKM/UPK sebagai komitmen pendanaan
prioritas masyarakat.
•Penetapan anggaran BLM melalui MAK Bansos – K/L (APBN). Sudah ada
penyesuaian Permenkeu No. 81/PMK.05/2012 (1 Juni 2012) yang memungkinkan K/L
menyalurkan langsung Bantuan sosial kepada kelompok masyarakat dengan tata
cara PNPM.
•Penyaluran BLM melalui Bansos (APBD/DPA-SKPD), tertuang dalam Permendagri
No 32.2011 yang dilakukan perubahan melalui Permendagri No.39 Tahun 2012.
Permasalahan dan Usulan Solusi
•DUB/DDUB terbatas pada PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan. Kementerian
lain yang memiliki urusan bersama (kongkuren dengan daerah) tidak bisa
menggunakan skema anggaran DUB/DDUB. Bila prioritas nasional diselenggarakan
dengan mekanisme/skema berbeda maka keberlanjutan pendanaan BLM bisa juga
berubah/terancam..
•Pengaturan DUB/DDUB menjadi PP sekaligus mengakomodasi skema
insentif/disinsentif dengan penyesuaiannya pada Undang-undang agar lebih
menjamin keberlanjutan BLM
20
Agenda Kerja (10) : Penguatan Kapasitas dan Peran Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kab/Kota dalam Koordinasi dan
Pemantauan Program Pemberdayaan Masyarakat (TNP2K, KemenDagri)
Kondisi dan Permasalahan
•TKPKD belum dimanfaatkan dan diperankan secara optimal
•Belum semuanya Provinsi dan Kabupaten menyusun dan memiliki “Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)” sebagai dokumen yang
mengintergrasikan rencana kegiatan SKPD dalam pengentasan kemiskinan
•Pasal 27 & 28 Permendagri 42/2010 terkait Jalur Informasi dan Laporan
Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) perlu
diselaraskan dengan Pasal 20 ayat 2 dan 3 Perpres 15 tahun 2010
•Kedudukan Satker daerah belum terakomodir pada struktur TKPKD. Situasi
tersebut menghambat akses informasi, koordinasi dan pengendalian
pelaksanaan program di daerah.
21
Agenda Kerja (10) : Penguatan Kapasitas dan Peran Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kab/Kota dalam Koordinasi dan
Pemantauan Program Pemberdayaan Masyarakat (TNP2K, KemenDagri)
Usulan Solusi
• Setiap K/L yang memiliki program pengentasan kemiskinan berbasis
pemberdayaan, melibatkan dan menggunakan TKPKD untuk fungsi
pengendalian dan koordinasi, dengan tidak membentuk kelembagaan baru
diluar TKPKD sebagai Tim Pengarah maupun Tim Pelaksana;
• Diperlukan penguatan TKPKD dalam penyusunan SKPD melalui pelatihan
dan bantuan teknis dan pedoman operasional penyusunan SPKD;
• Penyempurnaan pasal 27 dan 28 Permendagri 42/2010 pada,
memperjelas jalur informasi dan pelaporan mengacu Perpres 15/2010, dan
petunjuk teknis yang mengatur tentang hal tersebut;
• Penambahan pasal Permendagri 42/2010 yang menjelaskan kedudukan
Satker atau pengelola program di daerah, menjadi bagian dari Kelompok
Program pada struktur TKPKD.
22
Agenda Kerja (11) : Perumusan Pengaturan Mekanisme Tanggung Jawab
Pemeliharaan Aset Fisik Hasil Pemberdayaan Masyarakat oleh
Pemerintah Daerah (Kemendagri, Kemen-PU)
Kondisi dan Permasalahan
•
•
•
Pemeliharaan aset-aset PNPM Mandiri masih bergantung pada kesadaran dan
kepedulian masyarakat
Peran pemerintah daerah dalam mendukung usaha pemeliharaan aset-aset
PNPM Mandiri masih sangat rendah
Kejelasan status hukum kepemilikan aset-aset PNPM Mandiri
Usulan Solusi
•
•
•
•
Mekanisme yang seragam mengenai penanganan/pengalihan aset PNPM
Mandiri
Memasukkan aset-aset PNPM Mandiri kedalam aset daerah (inventarisasi)
Review dan penyempurnaan PP no. 6 tahun 2006 dan Permendagri no. 17
Tahun 2007 sebagai payung hukum pengelolaan aset-aset negara/daerah
Mendorong keluarnya Perda mengenai tanggung jawab pemeliharaaan aset-aset
PNPM Mandiri
23
Agenda Kerja (12) : Penyusunan Kebijakan Kelembagaan
Dana Bergulir Masyarakat (Kemen-KUKM, Kemenkeu)
Kondisi dan Permasalahan
•Lembaga Pengelola Dana Bergulir (UPK-BKM, UPK-BKAD) telah dipercaya oleh
lembaga lain termasuk BRI
•Tantangannya: (a) bagaimana dana tersebut dapat dimanfaatkan sebanyak mungkin
kelompok miskin dan marjinal; (b) pengelolaan yang akuntabel dan sesuai aturan; (c )
berbadan hukum yang berkelanjutan, sehingga bisa bekerjasama dengan lembaga
lain (Lembaga Keuangan, Pemda, mitra swasta).
•Dengan UU No.17/2012 tentang Koperasi dan UU No 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro, sudah saatnya untuk “memberikan saran” yang lebih operasional
kepada pengelola dana bergulir PNPM Mandiri.
Usulan Solusi
•Menegaskan kepada K/L penyelenggara program PNPM Mandiri bahwa BKM, UPKBKAD dan unit pengelola sejenis, tetap berperan sebagai pengelola kegiatan
pemberdayaan masyarakat, yang mencakup kegiatan ekonomi (inkubator), dan
sosial-budaya masyarakat
•Unit Pengelola Dana Bergulir, ditempatkan di lembaga pemberdayaan masyarakat
tersebut. Sehingga tidak rancu antara fungsi lembaga pemberdayaan dengan fungsi
lembaga keuangan yang mengelola perguliran
•Perlu segera dilakukan sosialisasi bentuk badan hukum yang sesuai, bagaimana
selaras dengan praktik yang berlaku di UPK-BKM, UPK-BKAD; termasuk tentang
keanggotaan seluruh warga, dan keterwakilannya dalam pengambilan keputusan,
pengawasan, dan pengendalian.
24
ARAH PETA JALAN PNPM MANDIRI UNTUK
MENDUKUNG DESENTRALISASI
MADANI
MANDIRI
(Community
Institution)
(Community
Engagement)
BERDAYA
(community
participation)
25
SKENARIO PERAN
Peran
MADANI/Berd
aulat
Lembaga
Masyarakat
(LPM, KSM,
Trust-fund)
MANDIRI
BERDAYA
AWAL
Pemerintah
Daerah
Mitra Lainnya
(CSR, Bank)
Pemerintah
Nasional
Waktu
26
SEKRETARIAT POKJA PENGENDALI PNPM MANDIRI PUSAT
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Jl. Medan Merdeka Barat No. 3 Jakarta Pusat 10110
www.pnpm-mandiri.org