MAINSTREAMING GENDER DI KOMNAS HAM

Download Report

Transcript MAINSTREAMING GENDER DI KOMNAS HAM

MAINSTREAMING GENDER DI
KOMNAS HAM
Oleh:
SITI NOOR LAILA
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Bogor, 20 November 2013
PENGERTIAN GENDER
 Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert
Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang
didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial
budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri
fisik biologis
 Oakley (1972), mengartikan gender sebagai konstruksi
sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang
dibangun oleh kebudayaan manusia
 Mansour Fakih, dalam bukunya Analisis Gender dan
Transformasi Sosial adalah suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural
Lanjutan……
 Gender merupakan behavioral differences
(perbedaan perilaku) antara laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni
perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan (bukan
kodrat), melainkan diciptakan oleh manusia melalui
proses sosial dan kultural yang panjang.
 Gender dapat berubah dari tempat ke tempat, dari
waktu ke waktu, bahkan dari kelas ke kelas,
sedangkan jenis kelamin biologis akan tetap/tidak
berubah
Kenapa gender dipersoalkan ?
1. Marginalisasi Perempuan
 Peminggiran perempuan di sektor ekonomi. Kebijakan
pembangunan dengan melakukan modernisasi disegala
bidang, makin memiskinkan perempuan, dan banyak
perempuan kehilangan pekerjaan. Seperti, kebijakan revolusi
hijau atau modernisasi di sektor pertanian, telah
menghilangkan mata pencaharian perempuan di sektor
pertanian, dan berpindah ke sektor informal
 Kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pasar bebas,
tidak memberikan perlindungan pada perempuan sebagai
pelaku ekonomi, bahkan menjadikan perempuan sebagai
potensial buruh yang bisa dibayar murah dan “jinak”.
2. Subordinasi
Budaya patriarki berakibat pada relasi yang tidak
setara
Perempuan selalu dianggap sebagai warga kelas
dua, sehingga perempuan jarang dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, mulai dari rumah tangga,
lingkungan sosial, hingga pemerintahan
 Sangat sedikit jumlah perempuan yang memiliki
posisi strategis dalam pemerintahan
3. Stereotype
 Pelabelan negatif kepada perempuan, sehingga seringkali hal
ini dianggap sebagai nilai-nilai yang benar dan given. Seperti,
perempuan lemah, emosional, lebih menggunakan rasa, dll
 Terjadi pembagian peran secara tradisional, perempuan
ditempatkan pada tugas domestik, reproduktif
4. Beban kerja
 Perempuan dianggap sebagai makhluk lemah, tidak produktif,
tidak memiliki posisi penting, tetapi dalam keseharian ternyata
jam dan beban kerja perempuan lebih penjang dan berat,
walaupun fakta ini kurang dihargai
 Rata-rata laki-laki bekerja 6 – 12 jam, sedangkan perempuan
bekerja 8 – 16 jam sehari
 Hal ini nampak pada pekerja rumah tangga yang mendapatkan
upah sangat rendah, tidak ada jam kerja, dan tidak ada
perlindungan kerja
5. Violence
 Perempuan potensial menjadi korban kekerasan, baik di
dalam rumah, di tempat kerja, maupun di lingkungan sosial.
 Terutama anak perempuan, yang belum memiliki nalar dan
pengalaman hidup yang cukup
 Perempuan dan anak perempuan menjadi “hak milik” suami
atau ayah
Secara umum wajah
perempuan Indonesia dalam
kondisi miskin, sakit,
berpendidikan rendah, dan
menjadi korban kekerasan
Landasan Instrumen:
 UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi





Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Inpres no 9 /2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam
Pembangunan Nasioanl
UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Ekosob
UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Sipol
UU No. 40 tahun 2008 tentang Pengahpusan Diskriminasi
Ras dan Etnis
PENGARUSUTAMAAN GENDER
(GENDER MAINSTREAMING)
adalah strategi pembangunan yang dilakukan untuk mencapai
Kesetaraan dan Keadilan Gender, melalui pengintegrasian
pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan
laki & perempuan ke dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program,
proyek dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan termasuk
dalam pembangunan.
 "Pengarusutamaan gender adalah proses menilai implikasi bagi
perempuan dan laki-laki dari suatu tindakan yang direncanakan,
termasuk legislasi, kebijakan atau program, di semua bidang dan
pada semua level/tingkat. Ini adalah strategi untuk membuat
perempuan berperan serta dalam pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi kebijakan dan program di semua bidang: politik, ekonomi
dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki mendapatkan manfaat
yang sama dan ketidaksetaraan tidak diabadikan. Tujuan utamanya
adalah untuk mencapai kesetaraan gender.
 Pengarusutamaan gender adalah penting karena ketidaksetaraan
dalam akses ke sumber daya dan peluang pembangunan
menghambat efisiensi ekonomi dan keberlanjutan. Perempuan dan
laki-laki memiliki peran yang berbeda, hak dan tanggung jawabnya.
INPRES NO. 9/2000 tentang PUG
Instruksi Presiden kepada :
 Menteri;
 Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen;
 Pimpinan Kesekretariatan Lemb Tertinggi/Tinggi Negara;
 Panglima Tentara Nasional Indonesia;
 Kepala Kepolisian Republik Indonesia;
 Jaksa Agung Republik Indonesia;
 Gubernur; Bupati/Walikota
Untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan & evaluasi atas kebijakan
& program pembangunan nasional yg berperspektif gender
sesuai dgn bidang tugas & fungsi serta kewenangan masing-
Indikator
 Indikator merupakan benchmark kuantitatif atau kualitatif yang
digunakan untuk mengukur atau menilai pencapaian tujuan atau
hasil. Indikator dapat mengasumsikan bentuk pengukuran,
angka, fakta, opini, atau persepsi yang menggambarkan suatu
kondisi atau situasi khusus mengukur perubahan/kemajuan
dalam situasi atau kondisi dari waktu ke waktu.
 Indikator mengukur tingkat kinerja dan dapat digambarkan
dalam hal (1) Kualitas diturunkan untuk dicapai, (2) Jumlah
sesuatu yang ingin dicapai, (3) Kelompok sasaran yang
dipengaruhi oleh atau manfaat dari program atau proyek, dan
(4) Jangka waktu dipertimbangkan untuk pencapaian tujuan.
Ada berbagai jenis indikator:
 Indikator Input - menjelaskan apa yang masuk ke program atau
proyek, seperti jumlah jam pelatihan, jumlah uang yang
dihabiskan, jumlah bahan informasi didistribusikan dll
 Indikator keluaran - menggambarkan kegiatan program atau
proyek, seperti jumlah orang yang dilatih, jumlah pembuat
kebijakan di briefing, jumlah perempuan pedesaan dan laki-laki
mencapai dll
 Indikator Dampak - menggambarkan perubahan yang
sebenarnya dalam kondisi, seperti sikap berubah sebagai hasil
dari pelatihan, mengubah praktek sebagai hasil dari program
atau kegiatan proyek dll. Jenis indikator yang lebih sulit untuk
diukur.
 Indikator sensitif gender merupakan indikator dipisahkan
menurut jenis kelamin, usia dan latar belakang sosialekonomi. Dirancang untuk menunjukkan perubahan dalam
hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam suatu
masyarakat tertentu selama periode waktu. Indikator ini
untuk menilai kemajuan suatu intervensi program tertentu
untuk mencapai kesetaraan gender. Data terpilah
menunjukkan apakah perempuan dan laki-laki termasuk
dalam program atau proyek sebagai agen / staf proyek, dan
sebagai penerima manfaat di semua tingkatan. Pendekatan ini
memungkinkan untuk pemantauan dan evaluasi yang efektif.
Contoh indikator yang sensitif gender adalah:
Kuantitatif:
 Partisipasi semua pemangku kepentingan dalam identifikasi
proyek dan pertemuan desain (kehadiran dan tingkat
partisipasi / kontribusi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan
latar belakang sosial-ekonomi).
Kualitatif:
 Tingkat partisipasi seperti yang dirasakan oleh pemangku
kepentingan melalui berbagai tahap siklus proyek
(berdasarkan jenis kelamin, usia, dan latar belakang sosialekonomi).
Bagaimana melihat indikator gender dalam
program dan kelembagan di komnas HAM?
Indikator gender ini bisa menjadi salah satu
alatukur sejauhmana sensitifitas gender di Komnas
Ham
Bagaimana menerjemahkan pengarusutamaan
gender dalam praktek di Komnas HAM?
"Pengarusutamaan gender harus dilembagakan
melalui langkah-langkah konkrit
Bagaimana indikator gender dalam program
dan dalam menjalankan fungsi komnas HAM
dirumuskan?
Apa upaya yg dilakukan untuk merangsang
perubahan /kesadaran gender?
Bagaimana isu gender dan tatakelola lembaga
Komnas HAM? (anggaran, partisipasi perempuan
dalam pengambilan keputusan/posisi strategis
perempuan, promosi, fasilitas kerja, peningkatan
kapasitas staf, dll)
Kerangka Alat Analisa Gender:
1. Harvard Framework (Kerangka Harvard).
Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat
pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam
pengambilan keputusan, tingkat control atas sumberdaya yang
kelihatan.
2. Kerangka Moser (The Gender Roles Framework)
Dikenal juga sebagai “the University College-London Department
of Planning Unit (DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini
menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis
dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada
beban kerja perempuan. Uniknya, ia tidak berfokus pada
kelembaggan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.
3. Longwe Framework – Kerangka Kerja
”Pemberdayaan”
Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan
situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan,
diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan
jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan
(equality) di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan
dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan,
pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan
(kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan
kesederajatan (equality).
4. Kerangka Analisis ”Relasi Sosial”
Kerangka ini didasarkan pada ide bahwa tujuan pembangunan
adalah pada kesejahteraan manusia (human well-being), yang
terdiri atas survival, security dan otonomi. Produksi dilihat
bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi
tenaga kerja, kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan
hidup.
Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang,
yang dihasilkan oleh ketidak seimbangan distrubusi sumber daya,
klaim, dan tanggun jawab. Relasi gender adalah salah satu tipe
relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal.
TERIMAKASIH