Teknologi Keselamatan dan Keamanan Reaktor Nuklir, INNR, dan

Download Report

Transcript Teknologi Keselamatan dan Keamanan Reaktor Nuklir, INNR, dan

DASAR-DASAR
KESELAMATAN INSTALASI
NUKLIR
Oleh: Heryudo Kusumo
DASAR-DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR
I. PENDAHULUAN
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN INSTALASI
NUKLIR
III. BAHAYA RADIASI POTENSIAL INSTALASI NUKLIR
A. SUMBER BAHAYA
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN
IV. KARAKTERISTIK KESELAMATAN INSTALASI
NUKLIR
A. PERTAHANAN BERLAPIS
B. PENGHALANG GANDA
C. SISTEM KESELAMATAN
V. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
DAFTAR REFERENSI
1. Kusumo,H: “Keselamatan Nuklir”, Modul Diklat
Inspektur Bidang IBN, BAPETEN;
2. BAPETEN: “Modul Keselamatan Radiasi Bidang
Instalasi Nuklir”, Modul Diklat Inspektur Bidang
IBN;
3. Sinaga,D.C: ”Teknologi Keselamatan Instalasi
Nuklir Non Reaktor (INNR)”, Modul Diklat
Inspektur Bidang IBN, BAPETEN;
4. BAPETEN: “Pedoman Penyusunan Batasan
dan Kondisi Operasi”, Draft.
I. PENDAHULUAN (1)
•
•
•
•
•
•
Tujuan Instruksi Umum (TIU)
Tujuan Instruksi Khusus (TIK)
Latar belakang
Instalasi nuklir di Indonesia
Keselamatan instalasi nuklir
Tujuan keselamatan instalasi nuklir
I. PENDAHULUAN (2)
Tujuan Instruksi Umum:
Setelah mempelajari materi ini peserta diklat
diharapkan mampu memahami dasardasar keselamatan instalasi nuklir
mencakup reaktor nuklir dan instalasi
nuklir non-reaktor
I. PENDAHULUAN (3)
Tujuan Instruksi Khusus:
Setelah mempelajari materi ini peserta diklat
diharapkan mampu:
1. Mengenal fungsi keselamatan instalasi nuklir
2. Mengenal potensi bahaya radiasi yang
terkandung dalam reaktor nuklir dan instalasi
nuklir non-reaktor
3. Menjelaskan karakteristik kecelakaan yang
mungkin terjadi pada reaktor nuklir dan
instalasi nuklir non-reaktor
I. PENDAHULUAN (4)
4. Menjelaskan falsafah desain keselamatan
pertahanan berlapis yang diterapkan pada
instalasi nuklir
5. Menjelaskan penghalang ganda terhadap
radioaktivitas yang dimiliki reaktor nuklir dan
instalasi nuklir non-reaktor
6. Menjelaskan sistem keselamatan yang dimiliki
reaktor nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor
7. Menjelaskan BKO (Batasan dan Kondisi
Operasi) yang diberlakukan terhadap reaktor
nuklir dan instalasi nuklir non-reaktor
I. PENDAHULUAN (5)
Latar belakang:
• Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dewasa ini
cukup luas, a.l bidang: kesehatan, pertanian,
pertambangan, penelitian, industri termasuk industri
nuklir, dll.
• Pemanfaatan dalam bidang industri nuklir (khususnya
instalasi nuklir) meliputi:
- reaktor nuklir, mis. reaktor nondaya/riset dan PLTN
- instalasi nuklir non reaktor (INNR), mis.
instalasi yg termasuk dlm daur bahan nuklir
I. PENDAHULUAN (6)
• Instalasi nuklir mengandung potensi bahaya
radiasi berupa zat radioaktif yg dapat membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat
dan lingkungan hidup, khususnya bila terjadi
kecelakaan parah yang dapat melepaskan zat
radioaktif ke lingkungan
• Potensi bahaya radiasi maupun karakteristik
kecelakaan yg mungkin terjadi pada reaktor
nuklir dan INNR pada dasarnya berbeda,
sehingga sistem keselamatannyapun berbeda
I. PENDAHULUAN (7)
Instalasi nuklir di Indonesia:
• Reaktor Triga 2000 Bandung (2000 kW)
• Reaktor Kartini Yogyakarta (250 kW)
• Reaktor Serba Guna GAS Serpong (30 MW)
• IPEBRR Serpong
• IEBE Serpong
• Instalasi Radio Metalurgi (IRM) Serpong
• KHIPSB3 (Kanal Hubung Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas) Serpong
• Instalasi Pengolahan Uranium Gresik (Dekom.)
I. PENDAHULUAN (8)
• Reaktor Triga 2000 Bandung:
- Merupakan reaktor nuklir pertama yang
dibangun (~ tahun 1961) & dioperasikan
di Indonesia
- Dibuat oleh General Atomic Inc., USA
- Digunakan untuk pelatihan, penelitian,
dan produksi isotop
- Mulai beroperasi tahun 1964 pada daya
250 kW
- Tahun 1971 ditingkatkan dayanya ke
1000 kW
- Tahun 2000 ditingkatkan dayanya ke
2000 kW
I. PENDAHULUAN (9)
• Reaktor Kartini Yogyakarta:
- Merupakan reaktor nuklir yang dirancang dan dibangun
oleh putra/i Indonesia sendiri (~ tahun 1976)
- Digunakan untuk pendidikan, pelatihan dan penelitian
- Mulai beroperasi tahun 1979 pada daya 50 kW (saat ini
dapat beroperasi pada daya 100 kW)
I. PENDAHULUAN (10)
• Reaktor Serba Guna G.A.Siwabessy Serpong:
- Merupakan reaktor nuklir termaju pada saat dibangun (~ th 1983)
- Dibuat oleh Interatom GmbH, Jerman Barat
- Digunakan untuk penelitian, produksi isotop dan uji material
- Mulai beroperasi pada tahun 1987 dan saat ini dapat beroperasi
pada daya maksimum 30 MW
I. PENDAHULUAN (11)
IPEBRR Serpong:
- Digunakan untuk memproduksi elemen bakar
RSG GAS dengan kapasitas produksi 70
elemen bakar atau elemen kendali per tahun
(untuk waktu kerja 8 jam/hari)
- Pada awalnya hanya memproduksi elemen
bakar tipe U3O8-Al, dan saat ini memproduksi
elemen bakar tipe U3Si2-Al
- Mulai beroperasi sejak tahun 1989 sebagai
INNR milik BATAN, dan sejak 1996 beralih ke
PT BATAN Teknologi
I. PENDAHULUAN (12)
• IEBE Serpong:
- Digunakan untuk memproduksi rakitan bahan
bakar PLTN HWR jenis Cirene
- Saat ini belum beroperasi dan hanya untuk
keperluan litbang saja
• IRM Serpong:
- Digunakan untuk uji pasca iradiasi elemen
bakar, baik reaktor daya maupun reaktor riset
- Mulai beroperasi tahun 1991, dan sampai saat
ini telah digunakan a.l. untuk menguji elemen
bakar bekas dari RSG
I. PENDAHULUAN (13)
• KHIPSB3 Serpong:
- Digunakan untuk menyimpan bahan bahan
bekas dari 3 reaktor nondaya dan bahan
teriradiasi lainnya, sebelum direekspor atau
dipindahkan ke tempat penyimpanan akhir
• IPU Gresik:
- Digunakan untuk mengolah/memisahkan
uranium dari asam phosphat (bahan baku
pembuatan pupuk)
- Saat ini sudah didekomisioning
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (1)
Keselamatan instalasi nuklir:
• Upaya yang dilakukan, baik secara teknis
maupun administratif, untuk menjamin agar
instalasi nuklir tsb tidak membahayakan
keselamatan pekerja, masyarakat, dan
lingkungan hidup
• Upaya tsb dilakukan selama seluruh tahapan
pembangunan dan pengoperasian instalasi
nuklir meliputi: pemilihan tapak, desain,
konstruksi, komisioning, operasi & perawatan,
sampai dekomisioning instalasi nuklir
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (2)
Tujuan Keselamatan instalasi nuklir
(IAEA SS No.75-INSAG-3):
• Keselamatan nuklir umum:
Melindungi pekerja, masyarakat, dan
lingkungan hidup terhadap bahaya radiasi
instalasi nuklir dengan membentuk dan
mempertahankan sistem pertahanan yang
efektif dalam instalasi nuklir tersebut
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (3)
Tujuan proteksi radiasi:
• Menjamin agar paparan radiasi di dalam
instalasi nuklir dipertahankan serendah mungkin
di bawah NBD (Nilai Batas Dosis) yang
diperkenankan, baik selama operasi normal
maupun selama terjadinya peristiwa yang dapat
mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke
lingkungan, dan menjamin adanya mitigasi
paparan radiasi akibat terjadinya kecelakaan
nuklir
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (4)
NBD (sekarang):
• 50 mSv per tahun (pekerja radiasi)
• 5 mSv per tahun (masyarakat umum)
NBD (Rekomendasi ICRP 1990):
• 20 mSv per tahun, maks. 50 mSv per tahun
dalam jangka waktu 5 tahun (pekerja radiasi)
• 1 mSv per tahun, maks. 5 mSv per tahun dalam
jangka waktu 5 tahun (masyarakat umum)
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (5)
Tujuan keselamatan teknis:
• Mencegah terjadinya kecelakaan dalam instalasi
nuklir dengan tingkat kepercayaan yang tinggi;
• Menjamin agar semua kecelakaan yang
dipertimbangkan dalam desain, termasuk
kecelakaan dengan kebolehjadian yang sangat
kecil, hanya memberikan akibat radiologi yang
kecil; dan
• Menjamin agar kemungkinan terjadinya
kecelakaan parah dengan akibat radiologi serius
adalah sangat kecil
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (6)
Fungsi Dasar Keselamatan Instalasi Nuklir
• Fungsi keselamatan instalasi nuklir (IN) merupakan fungsi penting terkait SSK IN yang diperlukan untuk menjamin keselamatan operasi IN tsb
• Fungsi keselamatan suatu IN sifatnya spesifik
dan mungkin tdk relevan utk IN lain (mis fungsi
keselamatan reaktor nuklir “agak berbeda” dg
fungsi keselamatan INNR)
• Fungsi keselamatan merupakan salah satu
unsur penting dlm melakukan “grading” persyaratan yang akan diberlakukan thd SSK IN
• Penerapannya dilakukan melalui klasifikasi
keselamatan, misalnya SSK IN dibagi dalam
Kelas Keselamatan I, II, III, dimana makin tinggi
Kelas Keselamatan suatu SSK makin ketat
persyaratan yg diberlakukan thdnya
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (7)
Fungsi keselamatan terkait SSK reaktor
nuklir:
a. Mengendalikan reaktivitas
b. Membuang panas yang timbul di teras reaktor
c. Mengungkung zat radioaktif dan menahan
radiasi
Fungsi keselamatan terkait SSK INNR:
a. Mengendalikan kondisi sub-kritis dan kimia
b. Membuang panas peluruhan dari radionuklida
c. Mengungkung zat radioaktif dan menahan
radiasi
Suatu SSK IN dapat mempunyai satu atau lebih
fungsi keselamatan
II. FUNGSI DASAR KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR (8)
SSK yg mempunyai fungsi keselamatan disebut
SSK yang penting utk keselamatan (“items
important to safety”), dan dibagi menjadi 2 jenis:
a. SSK terkait keselamatan (“safety related
items”), yaitu SSK yang berfungsi pada saat IN
beroperasi secara normal, mis. sistem pendingin
primer, sistem kendali reaktivitas, dll.
b. Sistem Keselamatan (SK), yaitu SSK yang
hanya berfungsi pada saat kejadian abnormal
atau kecelakaan. Pada saat IN beroperasi
secara normal, SK tidak berfungsi tetapi dalam
keadaan “stand by”, mis. SPR (sistem proteksi
reaktor), SPD (sistem pendingin darurat), dll
Slide berikut berisi contoh SSK reaktor nuklir
yang penting untuk keselamatan beserta
fungsi keselamatannya
II. BAHAYA RADIASI
POTENSIAL INSTALASI NUKLIR
A. Sumber Bahaya:
1. Reaktor nuklir
2. Instalasi nuklir non-reaktor
B. Karakteristik Kecelakaan:
1. Reaktor nuklir
2. Instalasi nuklir non-reaktor
A. SUMBER BAHAYA (1)
1. Reaktor Nuklir:
• Zat radioaktif hasil reaksi pembelahan berantai
dalam bahan bakar nuklir (bahaya radiasi
utama)
• Zat radioaktif hasil reaksi aktivasi neutron dgn
bahan struktur reaktor (kecil dibanding dgn di
atas, namun penting untuk reaktor riset karena
dapat memberikan paparan radiasi pada pekerja
dan peneliti yg bekerja di dalam reaktor nuklir)
• Kedua zat radioaktif di atas dapat merupakan
bahaya radiasi eksterna maupun interna pada
pekerja dan peneliti
A. SUMBER BAHAYA (2)
• Zat radioaktif hasil reaksi pembelahan:
- Umur pendek (diperlukan untuk memperkirakan pengaruh jangka pendek dari
suatu kecelakaan nuklir terhadap
masyarakat dan lingkungan hidup)
- Umur panjang (diperlukan untuk memperkirakan pengaruh jangka panjang dari
kecelakaan nuklir tersebut terhadap
masyarakat dan lingkungan hidup)
Tabel 1. Karakteristik Isotop Hasil Belahan Umur Pendek
Isotop
Umur
Paruh
T1/2
Aktivitas (Kci/MW)
ShD
Sifat
Penguapan
Sifat Fisika Kesehatan
Radiasi eksterna seluruh
tubuh, bahaya terhadap
kesehatan sedang
1 hr stl ShD
Br-83
-84
-85
-87
2,3 j
32 m
3m
56 d
3
6
8
15
0
0
0
0
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Kr-83m
-85m
-87
-88
-89
-90
114 m
4,4 j
78 m
2,8 j
3m
33 d
3
6
15
23
31
39
0
0,2
0
0,1
0
0
Gas
Gas
Gas
Gas
Gas
Gas
Radiasi eksterna,
bahaya terhadap
kesehatan kecil
I-131
-132
-133
-134
-135
8h
2,3 j
21 j
52 m
6,1 j
25
38
54
63
55
23
0
25
0
4,4
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Mudah
Radiasi eksterna, radiasi
interna terhadap kelenjar
gondok, radiotoksisitas
tinggi
Xe-131
-131m
-133
-135
12 h
2,3 h
5,3 h
9,2 j
0,3
1
54
25
0,3
0,7
4,7
4
Gas
Gas
Gas
Gas
Radiasi eksterna, bahaya
terhadap kesehatan kecil
Te-127m
-127
-129m
-139
105 j
9,4 j
34 h
72 m
0,5
2,9
2,3
9,5
0,5
0,5
2,3
0
Terlepas dari
uranium yang
teroksidasi
Radiasi eksterna, bahaya
terhadap kesehatan
sedang
Te-131m
-131
-132
30 j
25 m
77 j
3,9
26
38
2,2
0
31
Terlepas dari
uranium yg
teroksidasi
Radiasi eksterna, bahaya
terhadap kesehatan
sedang
Tabel 2. Karakteristik Isotop Hasil Belah Umur Panjang
Isotop
Umur
Paruh
T1/2
Aktivitas (Kci/MW)
ShD
1 hr stl
ShD
Sifat
Penguapan
Sifat Fisika
Kesehatan
Kr-85
10,4 t
0,12
0.62
Gas
Bahaya terhadap
kesehatan kecil
Sr-89
-90
54 h
28 t
39
1,2
39
39
Sedang
Sedang
Bahaya interna
terhadap tulang
dan paru-paru
Ru-106
1,0 t
5
10
Dalam
bentuk
oksida
mudah
menguap
Bahaya interna
terhadap ginjal
dan saluran
kencing
Cs-137
33 t
1,1
5,3
Mudah
Bahaya interna
terhadap seluruh tubuh
Ce-144
282 h
30
50
Sedikit
Bahaya interna
terhadap tulang dan
paru-paru
Ba-140
12,8 h
53
53
Sedang
Bahaya interna
terhadap tulang dan
paru-paru
A. SUMBER BAHAYA (3)
2. Instalasi Nuklir Non Reaktor:
• Selama operasi normal, untuk IPEBRR dan IEBE pada umumnya
berupa uranium yang akan diproses menjadi elemen bakar nuklir,
dan hanya merupakan bahaya radiasi interna
• Bila terjadi kecelakaan kekritisan, zat radioaktif hasil reaksi pembelahan dpt merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna
• Untuk IRM berupa zat radioaktif hasil reaksi pembelahan yang
terdapat dalam elemen bakar bekas yang akan diproses, dan
merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna
• Untuk KHIPSB3 berupa zat radioaktif hasil reaksi pembelahan yang
terdapat dalam elemen bakar bekas yang akan disimpan, dan
merupakan bahaya radiasi eksterna maupun interna
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (1)
1. Reaktor Nuklir:
Pada dasarnya kecelakaan yang terjadi pada
reaktor nuklir dapat dikelompokkan menjadi:
a. Kecelakaan reaktivitas
b. Kecelakaan kegagalan pendingin
c. Kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA)
c. Kecelakaan penanganan bahan bakar
d. Kecelakaan akibat tapak
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (2)
a. Kecelakaan reaktivitas:
• Diklasifikasikan kedalam transien daya lebih
(bila melibatkan kenaikan daya yg relatif lambat
di atas daya normal), atau ekskursi nuklir (bila
melibatkan kenaikan daya yang sangat cepat)
• Kerusakan/pelelehan bahan bakar terjadi akibat
kegagalan memindahkan panas ke pendingin
• Akibatnya hasil belahan radioaktif dapat terlepas
dari bahan bakar ke sistem pendingin
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (3)
b. Kecelakaan kegagalan pendingin:
• Dalam sistem pendingin primer, pengangkutan
panas yg memadai memerlukan dipertahankannya aliran dan jumlah pendingin yang memadai.
• Kecelakaan kegagalan pendingin pada umumnya disebabkan kegagalan pompa, sehingga
perpindahan panas dari bahan bakar ke pendingin terganggu, suhu bahan bakar meningkat
sampai melebihi titik lelehnya, akibatnya hasil
belahan radioaktif dapat terlepas ke luar bahan
bakar
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (4)
c. Kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA):
- LOCA terjadi bila ada kebocoran yang besar
dari sistem pendingin, misalnya melalui
patahan pipa yang besar.
- Pada kecelakaan ini suhu bahan bakar
meningkat dengan cepat akibat ketiadaan
pendingin sehingga mencapai titik lelehnya.
- Akibatnya hasil belahan radioaktif terlepas
ke luar bahan bakar dan sistem pendingin ke
gedung reaktor
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (5)
d. Kecelakaan penanganan bahan bakar:
• Kecelakaan ini hanya melibatkan satu atau
beberapa rakitan bahan bakar
• Pada kecelakaan ini zat radioaktif yang terlepas
lebih sedikit dibandingkan dengan kecelakaan
reaktivitas atau kecelakaan kegagalan pendingin
• Namun akibatnya mungkin lebih besar karena
penanganan bahan bakar bekas dilakukan di
luar sistem pendingin primer. Dhi zat radioaktif
yang terlepas langsung berada di dalam gedung
reaktor
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (6)
e. Kecelakaan akibat tapak:
• Dapat diakibatkan oleh ulah manusia seperti
kebakaran, ledakan, tubrukan pesawat, dll
• Dapat diakibatkan oleh kejadian alam seperti
angin, banjir, badai, longsor, gempa bumi, dll
• Gempa bumi dianggap paling berbahaya karena
goncangannya tidak hanya berpengaruh pada
gedung/pengungkung saja, melainkan juga pada
semua sistem dan komponen reaktor sehingga
dapat menggagalkan fungsinya
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (7)
Akibat kecelakaan:
• Kecelakaan yg terjadi pada reaktor nuklir dapat mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan
• Dari jenis kecelakaan nuklir sebelumnya dipilih beberapa
kecelakaan (biasanya yang terparah) yg dijadikan dasar
dalam mendesain sistem keselamatan reaktor (DBA)
• Utk reaktor penelitian, pelepasan radioaktivitas dari
subsistem atau komponen reaktor (misalnya akibat
pelelehan bahan bakar) biasa dipilih sebagai DBA
• Sebagai akibat kecelakaan biasa dipakai Skala Kejadian
Nuklir Internasional (INES = International Nuclear Event
Scale) seperti terlihat pada Tabel berikut
Tingkat
Sebutan Kriteria
0
Normal
1
Anomali -Diakibatkan kegagalan peralatan, kesalahan
Contoh
-Tidak berpengaruh terhadap keselamatan
manusia, atau prosedur kurang memadai
-Tdk menimbulkan resiko tetapi dpt menunjukkan kelemahan sistem keselamatan
2
Insiden
-Kejadian teknis atau anomali, walaupun tidak
berpengaruh langsung thd keselamatan, tetapi
dapat mengharuskan dilakukannya evaluasi
ulang terhadap peralatan keselamatan
3
Insiden
serius
-Pelepasan zra ke lingkungan yg berakibat
penerimaan dosis radiasi maks. 0,1 mSv, tidak
memerlukan perlindungan lingkungan
-Tingkat radiasi tinggi dalam instalasi, pekerja
dapat menerima dosis radiasi > 50 mSv
-Dapat berkembang menjadi kecelakaan akibat
kegagalan fungsi sistem keselamatan
Vandellos
Spanyol
(1989)
4
Kecelakaan
dalam
instalasi
-Pelepasan zra ke lingkungan yg berakibat
penerimaan dosis radiasi beberapa mSv.
-Mungkin tdk memerlukan perlindungan
lingkungan kecuali pengawasan makanan
-Kerusakan teras sedang akibat efek
mekanis dan/atau pelelehan
-Dosis radiasi personil dalam orde 1 Sv
Saint
Laurent
Perancis,
(1980)
5
Kecelakaan
dengan
resiko luar
-Pelepasan zra ke lingkungan (antara 100 –
Three Miles
Island, USA,
(1979)
6
Kecelakaan
serius
-Pelepasan zra ke lingkungan (antara 1000
– 10.000 TBq).
-Perlu pelaksanaan RPKD utk membatasi
pengaruh merugikan terhadap kesehatan
7
Kecelakaan
parah
-Pelepasan sejumlah besar zra hasil belahan
1000 TBq I-131).
- Hanya memerlukan pelaksanaan sebagian
RPKD (mis. Evakuasi/perlindungan)
-Kerusakan teras cukup parah akibat efek
mekanis dan/atau pelelehan
umur pendek dan panjang ke lingkungan
(>10.000 TBq I-131)
-Pengaruh thd kesehatan besar, baik yang
langsung maupun tertunda. Dampak terhadap
lingkungan berjangka panjang
Chernobyl,
Uni Sovyet,
(1986)
Fukushima
(2011)?
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN (8)
2. Instalasi Nuklir Non-Reaktor:
Pada dasarnya, kecelakaan yang terjadi di
INNR dapat dikelompokkan menjadi:
a. Kecelakaan kekritisan
b. Kontaminasi daerah kerja
c. Kecelakaan konvensional
B. KARAKTERITIK KECELAKAAN (9)
a. Kecelakaan kekritisan:
• Kecelakaan kekritisan merupakan kecelakaan
utama pada INNR
• Pada INNR, bahan bakar nuklir yang diproses
dapat berbentuk padat, cair, dan gas
• Apabila penangannya kurang tepat/benar, dapat
terjadi kecelakaan kekritisan yang disebabkan
oleh tercapainya masa kritis dan dimensi kritis
• Kecelakaan kekritisan dapat terjadi pada
IPEBRR, IEBE, maupun IRM
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN
(10)
b. Kontaminasi daerah kerja:
• Kontaminasi daerah kerja dapat terjadi akibat
terlepasnya uranium atau zat radioaktif dari
sistem proses ke daerah kerja
• Kontaminasi uranium dapat terjadi di IPEBRR
dan IEBE, sedangkan kontaminasi zat radioaktif
dapat terjadi di IRM
• Akibatnya dapat terjadi kontaminasi udara
daerah kerja, kontaminasi permukaan daerah
kerja, paparan radiasi, dan kontaminasi interna
terhadap para pekerja
B. KARAKTERISTIK KECELAKAAN
(11)
c. Kecelakaan konvensional:
• Oleh karena pada umumnya INNR menggunakan zat
kimia yg tergolong B3 (bahan beracun dan berbahaya),
maka dapat terjadi kecelakaan konvensional seperti
kebakaran, ledakan, atau keracunan apabila zat kimia
tersebut tidak ditangani dengan sebagaimana mestinya.
Kecelakaan jenis ini dapat terjadi di IPEBRR dan IEBE
• Kecelakaan lain yang dapat terjadi pada INNR adalah
kecelakaan mekanik (dengan adanya peralatan mekanik
seperti derek, mesin bubut, dll), dan kecelakaan listrik
(dengan adanya peralatan proses yang pada umumnya
menggunakan listrik tegangan tinggi). Kecelakaan jenis
ini dapat terjadi di IPEBRR, IEBE, maupun IRM
III. KARAKTERISTIK KESELAMATAN
INSTALASI NUKLIR
A. Pertahanan Berlapis
B. Penghalang Ganda:
1. Reaktor nuklir
2. Instalasi nuklir non-reaktor
C. Sistem Keselamatan:
1. Reaktor nuklir
2. Instalasi nuklir non-reaktor
D. Batasan dan Kondisi Operasi:
1. Batas keselamatan
2. Setting sistem keselamatan
3. Kondisi batas untuk operasi aman
4. Persyaratan survailen/pengawasan
5. Persyaratan administrasi
A. PERTAHANAN BERLAPIS (1)
• Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
menjamin perlindungan yang memadai terhadap
pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup dari
bahaya radiasi suatu instalasi nuklir, maka
desain keselamatan instalasi nuklir dewasa ini
menerapkan konsep “pertahanan berlapis”
(defence in-depth)
• Aspek utama konsep pertahanan berlapis
adalah penggunaan berbagai lapisan proteksi
terhadap pelepasan radioaktivitas, di mana
setiap lapisan proteksi akan mem”back-up”
lapisan sebelumnya apabila terjadi kegagalan
A. PERTAHANAN BERLAPIS (2)
• Konsep pertahanan berlapis untuk reaktor nuklir dan
INNR pada dasarnya sama, hanya penerapannya
selama pembangunan dan pengoperasian instalasi
nuklir sedikit berbeda
• Awalnya, pertahanan berlapis hanya terdiri dari 3 (tiga)
lapisan keselamatan, namun dewasa ini berkembang
menjadi 5 (lima) lapisan keselamatan, yaitu:
1. Lapisan keselamatan pertama
2. Lapisan keselamatan kedua
3. Lapisan keselamatan ketiga
4. Lapisan keselamatan keempat
5. Lapisan keselamatan kelima
A. PERTAHANAN BERLAPIS (3)
1.Lapisan keselamatan pertama:
• Ditujukan untuk mencegah terjadinya kondisi
abnormal akibat kegagalan sistem & komponen
instalasi nuklir selama operasi normal
• Untuk itu sistem dan komponen instalasi nuklir
harus mempunyai mutu yg setinggi mungkin
sesuai dengan standar mutu tertinggi
• Penerapannya dilakukan melalui pembuatan
dan pelaksanaan PJM (program jaminan mutu)
selama tahap pembangunan dan pengoperasian
instalasi nuklir, termasuk tahap pemilihan tapak,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
A. PERTAHANAN BERLAPIS (4)
2. Lapisan keselamatan kedua:
• Ditujukan untuk mendeteksi terjadinya kondisi
abnormal, dan mencegah agar kondisi abnormal
tersebut tidak berkembang menjadi kecelakaan
• Untuk itu instalasi nuklir dilengkapi dgn sistem
deteksi kegagalan (mis. sistem instrumentasi
dan kendali), sistem proteksi kegagalan
(misalnya sistem proteksi reaktor), dll
• Di samping itu, harus tersedia prosedur operasi
dan perawatan instalasi nuklir yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan yang berlaku
A. PERTAHANAN BERLAPIS (5)
3. Lapisan keselamatan ketiga:
• Ditujukan untuk mengatasi akibat kecelakaan
hipotetis (DBA), sehingga zat radioaktif hasil
belah tidak terlepas ke lingkungan
• Untuk itu instalasi nuklir dilengkapi dengan
sistem keselamatan seperti sistem proteksi
reaktor, dan sistem keselamatan rekayasa
(engineered safety features) seperti sistem
pendingin darurat (SPD), dll
• Di samping itu, harus tersedia prosedur operasi
dalam keadaan darurat yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan pada saat terjadi kecelakaan
A. PERTAHANAN BERLAPIS (6)
4. Lapisan keselamatan keempat:
• Ditujukan utk mengatasi kecelakaan parah (kecelakaan
di luar DBA) yang dapat mengakibatkan terlepasnya zat
radioaktif ke lingkungan
• Untuk itu instalasi nuklir dilengkapi dengan sistem
pengungkung (termasuk sistem ventilasi dan isolasi
gedung) guna mencegah terlepasnya zra ke lingkungan
• Di samping itu, harus tersedia prosedur manajemen
kecelakaan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan untuk
mengendalikan kondisi instalasi nuklir, mencegah
penjalaran kecelakaan, dan meringankan/mitigasi akibat
kecelakaan parah tersebut
A. PERTAHANAN BERLAPIS (7)
5. Lapisan keselamatan kelima:
• Ditujukan untuk meringankan (mitigasi) kecelakaan
nuklir yang mengakibatkan pelepasan sejumlah besar
zat radioaktif hasil belahan ke lingkungan, di mana
lapisan keselamatan keempat tidak berfungsi
• Penerapannya berupa pelaksanaan PPKD (prosedur/
program penanggulangan keadaan darurat) untuk
melindungi personil, masyarakat dan lingkungan hidup
dari bahaya radiasi akibat kecelakaan tersebut
• Pelaksanaan PPKD tergantung dari kondisi kecelakaan,
yaitu kecelakaan yg hanya berakibat di dalam kawasan,
atau kecelakaan yg akibatnya sampai ke luar kawasan
instalasi nuklir
B. PENGHALANG GANDA (1)
• Untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif ke
lingkungan, baik selama operasi normal maupun
kecelakaan, instalasi nuklir memiliki sejumlah
penghalang fisik yang disebut penghalang
ganda (multiple barrier)
• Penghalang ganda merupakan penerapan
konsep pertahanan berlapis, di mana setiap
penghalang fisik merupakan “back-up” dari
penghalang sebelumnya apabila gagal
• Karena adanya perbedaan sistem proses antara
reaktor nuklir dan INNR, maka penghalang
ganda reaktor nuklir pada umumnya berbeda
dengan penghalang ganda pada INNR
B. PENGHALANG GANDA (2)
1. Reaktor nuklir:
- Pada dasarnya reaktor nuklir mempunyai
penghalang ganda yang terdiri dari 3 (tiga)
penghalang fisik, yaitu:
a. Elemen bakar
b. Sistem pendingin primer
c. Sistem pengungkung/gedung reaktor
- Untuk reaktor daya (PLTN), penghalang ganda
bisa terdiri lebih dari 3 (tiga) penghalang fisik
seperti terlihat pada gambar, dhi 6 (enam)
penghalang fisik
Bahan Bakar
Kelongsong
Sistem Pendingin
Perisai
Pengungkung
Penyungkup
B. PENGHALANG GANDA (3)
a. Elemen bakar:
• Sebagian besar (>90 %) zat radioaktif hasil belahan
tersimpan dalam matriks bahan bakar
• Sebagian kecil (<10%) dapat berdifusi keluar dari
matriks bahan bakar, namun tetap tertahan di dalam
kelongsong elemen bakar
• Kelongsong elemen bakar merupakan penghalang
utama terhadap pelepasan zat radioaktif, sehingga harus
dipertahankan integritasnya
• Zat radioaktif hasil belahan dapat keluar dari kelongsong
bila terjadi kecelakaan parah yang mengakibatkan
kelongsong retak, rusak, atau meleleh
B. PENGHALANG GANDA (4)
b. Sistem pendingin primer:
• Terdiri dari tangki reaktor, pipa, penukar panas,
katup, dan pompa
• Selama operasi normal, untuk reaktor riset
diupayakan agar tidak ada zat radioaktif yang
terlepas dari sistem pendingin primer, agar tidak
membahayakan keselamatan pekerja dan
peneliti yang berkerja di dalam gedung reaktor
• Zat radioaktif hasil belahan dapat keluar dari
sistem pendingin primer apabila terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya
sistem pendingin ini
B. PENGHALANG GANDA (5)
c. Sistem pengungkung/gedung reaktor:
• Terdiri dari gedung reaktor dan sistem pengungkung
seperti sistem ventilasi, sistem isolasi gedung, dll.
Sistem ventilasi berfungsi untuk mempertahankan
tekanan negatif di dalam gedung reaktor
• Berfungsi untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif ke
lingkungan selama operasi normal maupun kecelakaan
• Dirancang agar dapat mengatasi kejadian dari dalam
maupun dari luar reaktor nuklir, misalnya kebakaran,
ledakan, angin ribut, gempa bumi, dll
• Zat radioaktif hasil belahan dapat terlepas ke lingkungan
bila sistem pengungkung/gedung reaktor tidak berfungsi
dengan baik, atau terjadi kecelakaan yang berakibat
rusaknya sistem pengungkung/gedung reaktor tersebut
B. PENGHALANG GANDA (6)
2. INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR:
- Oleh karena potensi bahaya radiasi instalasi nuklir non
reaktor (INNR) pada umumnya lebih kecil dibandingkan
dengan reaktor nuklir, maka INNR hanya mempunyai
penghalang ganda yang terdiri dari 2 (dua) penghalang
fisik, yaitu:
a. Sistem proses
b. Sistem/gedung pengungkung
- Penghalang ganda IPEBRR dan IEBE pada dasarnya
sama, karena kedua INNR tersebut mempunyai sistem
proses yang hampir sama; sedangkan penghalang
ganda pada IRM agak sedikit berbeda
B. PENGHALANG GANDA (7)
a. Sistem proses:
• Sistem proses pada IPEBRR dan IEBE digunakan untuk
memproduksi elemen bakar atau rakitan bahan bakar
(baik untuk reaktor riset maupun reaktor daya/PLTN),
karena itu sistem proses untuk kedua INNR tersebut
pada dasarnya sama
• Sistem proses IRM sedikit berbeda dengan kedua INNR
di atas, karena sistem proses IRM hanya digunakan
untuk pengujian pasca –iradiasi bahan bakar nuklir
• Selama operasi normal, diupayakan agar uranium tetap
tertahan di dalam sistem proses dan tidak terlepas ke
daerah/ruangan kerja
• Namun apabila hal tsb tidak dapat dicegah, harus ada
daerah kontaminasi yang diawasi dengan ketat
B. PENGHALANG GANDA (8)
b. Sistem/gedung pengungkung:
• Terdiri dari gedung dan sistem pengungkung seperti
sistem ventilasi. Sistem ventilasi berfungsi untuk
mempertahankan tekanan negatif di dalam gedung
• Berfungsi untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif ke
lingkungan selama operasi normal maupun kecelakaan
• Dirancang agar dapat mengatasi kejadian dari dalam
maupun dari luar INNR, misalnya kebakaran, ledakan,
angin ribut, gempa bumi, dll
• Zat radioaktif hasil belahan dapat terlepas ke lingkungan
bila sistem/gedung pengungkung tidak berfungsi dengan
baik, atau terjadi kecelakaan yang berakibat rusaknya
sistem/gedung pengungkung tersebut
C. SISTEM KESELAMATAN (1)
• Instalasi nuklir pada dasarnya terdiri dari sistem proses
dan sistem keselamatan
• Sistem proses berfungsi pada kondisi operasi normal,
sedangkan sistem keselamatan hanya berfungsi pada
kondisi abnormal atau kecelakaan
• Sistem keselamatan bertujuan untuk mempertahankan
instalasi nuklir pada kondisi yang aman, dan mencegah
terlepasnya zat radioaktif agar tidak membahayakan
keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup
• Mengingat adanya perbedaan dalam sistem proses dan
potensi bahaya maupun karakteristik kecelakaan antara
reaktor nuklir dan INNR, maka sistem keselamatan
reaktor nuklir pada umumnya berbeda dengan sistem
keselamatan INNR
C. SISTEM KESELAMATAN (2)
1. Reaktor nuklir:
• Potensi bahaya utama dari suatu reaktor nuklir adalah
adanya zat radioaktif hasil belahan dalam jumlah besar
yang terkandung dalam bahan bakar nuklir
• Agar zat radioaktif tersebut tidak membahayakan
keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup,
maka reaktor nuklir dilengkapi dengan penghalang
ganda terhadap pelepasan radioaktivitas seperti telah
dijelaskan sebelumnya
• Sistem keselamatan reaktor di samping berfungsi untuk
mempertahankan reaktor dalam kondisi yang aman, juga
berfungsi mempertahankan integritas penghalang ganda
C. SISTEM KESELAMATAN(3)
• Berdasarkan hal tersebut sistem keselamatan reaktor
dapat dikelompokkan menjadi: sistem pemadam reaktor
(reactor shutdown system), dan sistem keselamatan
rekayasa (engineered safety features)
• Pada kondisi normal atau kecelakaan, sistem pemadam
reaktor harus dapat menurunkan daya reaktor dan
mempertahankannya dalam kondisi subkritis
• Selanjutnya sistem keselamatan rekayasa berfungsi
mencegah dan/atau mengatasi akibat kecelakaan nuklir
yang dapat melepaskan zat radioaktif ke lingkungan,
sehingga tidak membahayakan keselamatan pekerja,
masyarakat dan lingkungan hidup
C. SISTEM KESELAMATAN (4)
Contoh sistem keselamatan reaktor nuklir:
a. Sistem instrumentasi & kendali, untuk mengendalikan
reaktor dan mendeteksi kegagalan/ kondisi abnormal
b. Sistem proteksi reaktor, berfungsi memadamkan reaktor
apabila terjadi kondisi abnormal atau kecelakaan
c. Sistem ventilasi, berfungsi mempertahankan tekanan
negatif di dalam gedung reaktor, baik pada kondisi
normal maupun abnormal/kecelakaan
d. Sistem pembuangan panas peluruhan, berfungsi
memindahkan panas peluruhan pada kondisi normal
maupun abnormal
e. Sistem pendingin darurat, berfungsi mendinginkan
reaktor pada saat terjadi LOCA; dan lain-lain
C. SISTEM KESELAMATAN (5)
2. Instalasi nuklir non reaktor:
• Keselamatan radiasi merupakan faktor penting dalam
INNR. Selama operasi normal, penerapan prinsip
proteksi radiasi seperti penggunaan perisai radiasi,
bekerja sejauh dan sesingkat mungkin dari sumber
radiasi perlu diperhatikan.
• Seperti pada reaktor nuklir, INNR juga mempunyai
penghalang ganda, walaupun dalam bentuk yang lebih
sederhana, yang berfungsi mencegah terlepasnya zat
radioaktif ke lingkungan
• Sistem keselamatan INNR berfungsi antara lain untuk
mencegah terjadinya kontaminasi daerah kerja,
mendeteksi terjadinya kekritisan, dan mempertahankan
integritas fungsi pengungkungan zat radioaktif
C. SISTEM KESELAMATAN (6)
Contoh sistem keselamatan INNR:
a. Sistem pemantau radiasi, portabel maupun stasioner,
berfungsi untuk mendeteksi paparan radiasi dan/atau
kontaminasi daerah kerja dan paparan radiasi personil
b. Sistem ventilasi, yang berfungsi mempertahankan
tekanan negatif di dalam “glove box”, lemari asap, atau
sistem proses lainnya maupun gedung INNR. Sistem
ventilasi ini merupakan salah satu sistem keselamatan
utama pada INNR
c. Sistem detektor kekritisan, berfungsi mendeteksi
terjadinya kekritisan di dalam INNR
d. Sistem deteksi dan proteksi kebakaran, dll
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(1)
• BKO (Batasan dan Kondisi Operasi) merupakan batasan
terhadap nilai parameter dan kondisi operasi instalasi
nuklir, agar instalasi nuklir tsb dapat beroperasi dengan
aman, untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan/atau
memperkecil dampak/ akibat kecelakaan tersebut
• BKO harus dibuat oleh PIN untuk dinilai dan disetujui
terlebih dahulu oleh BAPETEN sebelum dilaksanakan
• Selanjutnya BKO dijadikan dasar bagi BAPETEN dalam
mengawasi pelaksanaan operasi instalasi nuklir tersebut
• Pada dasarnya BKO reaktor nuklir sama dengan BKO
INNR, namun karena parameter dan kondisi operasi
reaktor nuklir berbeda dengan INNR, maka penerapan
BKO untuk reaktor nuklir juga berbeda dengan BKO
untuk INNR
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(2)
• Pada dasarnya BKO instalasi nuklir
terdiri dari unsur-unsur berikut:
1. Batas keselamatan (BK)
2. Setting sistem keselamatan SSK)
3. Kondisi batas untuk operasi aman (KBO)
4. Persyaratan survailen/pengawasan
5. Persyaratan administrasi
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(3)
1. Batas keselamatan (BK):
• BK merupakan batas nilai parameter yang tidak boleh
dilampaui selama operasi instalasi nuklir.
• Pelampauan nilai BK akan menyebabkan instalasi nuklir
berada dalam kondisi tidak aman dan dapat berakibat
terjadinya kecelakaan
• BK ditetapkan pada variabel parameter proses penting
yang diidentifikasi dalam analisis keselamatan, dan pada
umumnya ditujukan untuk mempertahankan keutuhan
penghalang utama terhadap pelepasan radioaktivitas
(misalnya kelongsong elemen bakar untuk reaktor nuklir,
atau komponen sistem proses seperti glove box, lemari
asap, hot cell, dll untuk INNR)
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
( 4)
a. Contoh BK untuk reaktor nuklir:
(Reaktor Triga 2000 Bandung)
- Suhu elemen bakar maksimum Tebm = 950 ºC
(untuk mempertahankan integritas elemen bakar)
- Suhu pendingin maksimum Tpm = 49 ºC
(untuk mencegah “film boiling” pada kelongsong e.b)
- Daya maksimum Pm = 2400 kW (120% daya normal)
(untuk mencegah terlampauinya BK elemen bakar)
- Level air kolam minimum di atas teras Hm = 550 cm
(untuk menjamin terpenuhinya pendinginan teras reaktor
dan perisai radiasi ke arah vertikal)
Catatan: Bila BK dilampaui, reaktor pada kondisi tdk aman
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(5)
b. Contoh BK untuk INNR:
- IPEBRR: massa diizinkan (dalam tungku
dapur, mesin pengerolan, lemari asap, mesin
potong dan gunting, dll) = 12, 65 kg uranium, dll
- IEBE: paparan radiasi maksimum pada daerah
kerja = 25 µSv/jam, batasan kontaminasi udara
daerah kerja = 20 Bq/cm3 (α) dan kontaminasi
udara buang lewat cerobong = 2 Bq/cm3 (α), dll
- IRM: operating area dan lab lain di luar hot cell
< 10 µSv/jam, kontaminasi udara daerah kerja =
20 Bq/cm3 (α) dan 200 Bq/cm3 (β), dll
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(6)
2. Setting sistem keselamatan (SSK):
• Agar supaya BK tidak terlampaui, maka diperlukan
mekanisme tertentu untuk mencegahnya
• Hal tersebut dilakukan dengan memasang sistem
monitor untuk setiap parameter yang disyaratkan, yang
pada nilai tertentu akan memberikan sinyal untuk
memicu tindakan proteksi otomatis oleh suatu sistem
keselamatan (misal SCRAM) agar BK tidak dilampaui
• Nilai tertentu di bawah BK yang ditetapkan untuk
memicu tindakan proteksi otomatis ini disebut SSK
(setting sistem keselamatan)
• Seperti halnya BK, SSK juga ditetapkan pada variabel
parameter proses penting yang diidentifikasi dalam
analisis keselamatan
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(7)
a. Contoh SSK untuk reaktor nuklir:
(Reaktor Triga 2000 Bandung)
- Suhu elemen bakar Teb = 750 ºC
- Suhu pendingin Tp = 47 ºC
- Daya reaktor P = 2200 kW (110% daya normal)
- Level air kolam H = 600 cm
Catatan: Bila SSK dilampaui, maka reaktor akan
SCRAM (padam secara otomatis)
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(8)
b. Contoh SSK untuk INNR:
- Oleh karena potensi bahaya INNR jauh lebih
kecil dibandingkan dengan reaktor nuklir, maka
pada umumnya INNR tidak mempunyai SSK
yang dapat memberikan sinyal untuk memicu
tindakan proteksi otomatis oleh suatu sistem
keselamatan
- Apabila BK suatu INNR dilampaui, maka alarm
akan berbunyi, dan para pekerja harus segera
meninggalkan ruangan kerja
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(8)
3. Kondisi batas untuk operasi aman (KBO):
• KBO merupakan batas yang ditetapkan pada peralatan
dan parameter operasi untuk menyediakan margin yang
memadai antara nilai operasi normal dengan SSK
• KBO ditetapkan di bawah SSK, dan biasanya ditetapkan
pada nilai parameter 10% di atas nilai operasi normal
untuk parameter tersebut
• Seperti halnya BK dan SSK, penetapan KBO juga
didasarkan pada analisis keselamatan dan biasanya
ditetapkan secara administratif
• Ketaatan terhadap KBO akan mencegah tercapainya
SSK sehingga instalasi nuklir dapat beroperasi pada
kondisi yang aman
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(9)
a. Contoh KBO untuk reaktor nuklir:
(Reaktor Triga 2000 Bandung)
- Suhu elemen bakar Teb = 650 ºC
(Nilai operasi normal = 550 ºC)
- Suhu pendingin Tp = 45ºC
(Nilai operasi normal = 42 ºC)
- Daya reaktor P = 2050 kW (105% daya normal)
(Nilai operasi normal = 2000 kW)
- Level air kolam H = 630 cm
(Nilai operasi normal = 650 cm)
Catatan: Bila KBO dilampaui, alarm akan berbunyi, dan operator harus
melakukan tindakan tertentu mis menurunkan daya reaktor secara
manual, atau memadamkan reaktor (SCRAM) secara manual
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(10)
b. Contoh KBO untuk INNR:
- Sama dengan SSK, pada umumnya
INNR tdk mempunyai KBO seperti halnya
reaktor nuklir
- Apabila BK suatu INNR dilampaui, maka
alarm akan berbunyi, dan para pekerja
harus segera meninggalkan ruangan kerja
Batasan dan Kondisi Operasi (BKO)
Kondisi
kecelakaan
110 %
Kejadian
operasional
terantisipasi
100 %
BK
SSK
KBO
Nilai operasi
normal
Operasi normal
Batasan dan Kondisi Operasi (BKO)
BK
SSK
KBO
NON
Te
b
950 °C.
750 °C
650 °C
550 °C
P
120 %
(2400 kW)
110 %
(2200 kW)
105 %
(2100 kW)
100 %
(2000 kW)
Tp
49 °C
47 °C
45 °C
42 °C
H
550 cm
600 cm
630 cm
650 cm
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(11)
4. Persyaratan survailen/pengawasan:
• Persyaratan survailen mensyaratkan bahwa desain
instalasi nuklir harus sedemikian untuk memungkinkan
dilakukannya inspeksi & uji fungsi terhadap komponen,
struktur dan sistem (KSS) yg penting untuk keselamatan
• Dpl KSS yang mempunyai BK, SSK dan KBO harus
dapat diinspeksi dan diuji fungsi secara berkala, untuk
menunjukkan bahwa KSS tersebut mampu atau siap
menjalankan fungsinya setiap saat bila diperlukan
• Persyaratan survailen harus merinci ruang lingkup dan
frekuensi pengujian KSS utk menunjukkan terpenuhinya
persyaratan kinerja yang berkaitan dengan KSS tersebut
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(12)
• Jenis survailen:
- Inspeksi, berupa kegiatan pengujian, observasi
atau pengukuran untuk menentukan kesesuaian
dengan spesifikasi KSS
- Pemeriksaan kemampuan operasi, berupa
kegiatan pengujian untuk membuktikan bahwa
KSS mampu menjalankan fungsinya seperti
yang disyaratkan
- Kalibrasi, berupa kegiatan pengujian untuk
membuktikan kesesuaian output/nilai parameter
yang diukur oleh suatu instrumen/alat ukur dgn
sinyal input standar
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(13)
a. Contoh persyaratan survailen untuk reaktor
nuklir (Reaktor Triga 2000 Bandung):
- Kalibrasi daya termal (3 kali per tahun, atau
setelah perubahan konfigurasi teras)
- Pengukuran waktu jatuh batang kendali (1 kali
per tahun)
- Penggantian filter sistem ventilasi (Jika tekanan
negatif udara gedung reaktor < 2 mm H2O)
- Dan lain-lain
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(14)
b. Contoh persyaratan survailen untuk
INNR:
- Kalibrasi monitor radiasi (1 kali per tahun)
- Penggantian filter sistem ventilasi (bila
filter sudah jenuh, atau beda tekanan
antara input – output mencapai harga
tertentu misalnya 10 cm H2O)
- Dan lain-lain
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(15)
5. Persyaratan administrasi:
• Merupakan kendali administratif terhadap
struktur organisasi, kualifikasi dan pelatihan
personil, penilaian dan audit, prosedur,
pencatatan, pelaporan, keselamatan radiasi,
serta modifikasi dan pemanfaatan fasilitas
• Persyaratan administrasi juga mencakup
tindakan yang harus dilaksanakan dalam hal
terjadi kondisi abnormal dan/atau penyimpangan
terhadap BKO
• Persyaratan administrasi untuk reaktor nuklir
dan INNR pada dasarnya sama
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(16)
• Unsur-unsur persyaratan administrasi:
a) Struktur organisasi:
- Diagram organisasi pengoperasi
- Tugas, wewenang, tanggung jawab personil
- Susunan personil pengoperasi
b) Kualifikasi dan pelatihan personil:
- Persyaratan kualifikasi
- Jenis dan frekuensi pelatihan
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(17)
c) Penilaian dan audit:
- Panitia Penilai Keselamatan (komposisi dan
kualifikasi anggota, kewenangan, frekuensi minimum
pertemuan anggota, hal-hal yang dinilai, dokumentasi
hasil penilaian, dll)
- Tim Audit/Jaminan Mutu (komposisi dan
kualifikasi anggota, kewenangan, frekuensi minimum
pelaksanaan audit/pertemuan anggota, dokumentasi
hasil audit, dll)
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(18)
d) Prosedur:
- Pernyataan bahwa kegiatan instalasi nuklir seperti
operasi, perawatan, survailen, pelaksanaan program
proteksi radiasi, kesiapsiagaan nuklir, dll akan dilakukan
menurut prosedur tertulis yang disahkan oleh pimpinan
tertinggi
- Tahapan pembuatan prosedur, revisi prosedur, dll
e) Pencatatan/Perekaman:
- Ketentuan tentang penyiapan, penyimpanan dan
ketersediaan berbagai dokumen & rekaman yg menunjukkan kesesuaian operasi instalasi nuklir dengan BKO
- Dokumen dan rekaman yang perlu disimpan dan
jangka waktu penyimpanannya
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(19)
f) Pelaporan:
- Laporan operasi (format dan isi laporan operasi,
frekuensi penyampaian laporan operasi kepada
BAPETEN, dll)
- Laporan kejadian (penyimpangan terhadap BKO,
kejadian abnormal, atau kecelakaan)
g) Keselamatan radiasi:
- Komitmen manajemen untuk melindungi
pekerja, pengguna instalasi, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari bahaya radiasi
D. BATASAN DAN KONDISI OPERASI
(20)
h) Modifikasi dan pemanfaatan instalasi:
- Persyaratan administrasi untuk melakukan modifikasi
- Persyaratan administrasi untuk melakukan eksperimen/
modus operasi baru
i) Tindakan dalam kejadian abnormal:
- Tindakan yang dilaksanakan dalam hal terjadi
penyimpangan KBO
- Tindakan yang dilaksanakan dalam hal terjadi
penyimpangan SSK
- Tindakan yang dilakukan dalam hal terjadi
penyimpangan BK, dll
TERIMA KASIH ATAS
PERHATIAN ANDA