Kebijakan Lingkungan Hidup di DKI Jakarta

Download Report

Transcript Kebijakan Lingkungan Hidup di DKI Jakarta

KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP
DI DKI JAKARTA
(Green Business : Kasus di DKI Jakarta)
Oleh :
Saptastri Ediningtyas Kusumadewi
ISU STRATEGIS / PERMASALAHAN
DI DKI JAKARTA
2
Isu Strategis / Permasalahan
3
Isu strategis di DKI Jakarta
1. Kemacetan lalu lintas
2. Tata air dan Pengendalian banjir
3. Ruang Terbuka Hijau
4. Gejala Perubahan Iklim
5. Peningkatan Konsumsi Energi
6. Perubahan Perekonomian dan Keuangan Dunia
7. Tekanan Kependudukan dan Permasalahan Sosial
8. Keterbatasan Penyediaan Air Bersih, Limbah dan
Sampah
9. Kesiapan Mitigasi Bencana
10. Keterbatasan Pendanaan Pembangunan
Kemacetan Lalu Lintas (1)
4
TRAVEL
NEEDS
VEHICLES
Travel needs of DKI Jakarta are 20.7 million travel / day



Year 2009 Number of vehicles in Jakarta is ± 6.7 million units
Personal vehicles: 6.6 million (98.5%) & Public Transport: 91 082 (1.5%)
Growth in average the last 5 years: ± 8.1% per year of 2004-2009 period
MODA
SHARE
 Private vehicle 98.5%, serve 44% of travel
 Public transport is only 1.5% had to serve 56% travel (of which 3% are
served KA / KRL Jabodetabek)
ROAD
NETWORK



Length : 7650 km
Broad road 40.1 km2 (6.2% of the total area of DKI Jakarta)
Growth of road is only ± 0.01% per year
Kemacetan Lalu Lintas (2)
5

Road Ratio Vs Cars Per 10⁴ Population
Jakarta
60
Road Defiency
City
50
40
Tokyo
Paris
30
20
Jakarta
Paris
London
New York
Singapura
Tokyo
Road ratio
6.26%
24%
21%
33%
12%
22%
Cars per
1000 pop
172
380
300
550
100
240
10
Road infrastructure support is only
able to hold 1.05 million cars from
1.55 million a registered now
0
Required Measures
Singapura
London
-Increase Road Ratio up to 12% by
building 5.950 km new roads
Or
- Reduce / Restraint Traffic by 32,6%
New York
Road Ratio
Car per 10^4 Population
Kemacetan Lalu Lintas (3)
6

Kondisi Transportasi di DKI Jakarta
space motion
more
RUANG
JALAN
YANG
narrow
SEMAKIN
SEMPIT
GROWTH OF VEHICLE & BROAD STREET
JALAN
Unit Kend
Roda 4 Keatas (X 1000)
KENDARAAN
50
3300
Luas Jalam (Juta m2)
45
3000
40
2700
35
30
2400
25
2100
20
1800
15
1500
10
TAHUN
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1200
1994
5
Kondisi Tahun 2009
JAKARTA
: 6.7 Million number of vehicles (including 2.4 million motorcycles ≥ 4)
Added 1172 Vehicles (186 cars + 986 motocycles) EVERY DAY!
JADETABEK : Number of vehicles 10.5 Million, Added 2320 Vehicles (259 cars + 2061 motorcylces) EVERY DAY!
2014 Jakarta will be a total loss, because number vehicles (wide) = Broad Road →
NEED TO CONTROL THE USE OF PERSONAL VEHICLE AND THE MAKING PUBLIC
TRANSPORT AS THE BONE BACK OF PUBLIC MASS TRANSPORTATION
Kemacetan Lalu Lintas (4)
7

Strategi 1 : Pembangunan Transportasi Publik
1.
Bus Rapid Transit
2.
Peningkatan Kereta Api Jabodetabek
3.
Mass Rapid Transit
4.
Light Rail Transit
Kemacetan Lalu Lintas (5)
8

Strategi 2 : Pembatasan Lalu Lintas
1. Pembatasan penggunaan kendaraan bermotor
(misalnya : jalur 3 in 1)
2. Pemakaian jalan berbayar / ERP (menunggu
keluarnya peraturan)
3. Pembatasan areal parkir
4. Fasilitas
untuk kendaraan umum, untuk
mendukung
transportasi
publik
(Terminal
Ragunan, Kali Deres, Kp. Rambutan)
Tata Air Dan Pengendalian Banjir (1)
9
Penyebab Banjir di Jakarta
1.
40% daratan lebih rendah dari permukaan air
laut pasang surut
2.
13 sungai mengalir ke Jakarta
3.
Terjadi penurunan tanah
4.
Laut pasang meningkat akibat pemanasan global
5.
Peningkatan perubahan penggunaan lahan di
daerah hulu yang menyebabkan naiknya
kecepatan run-off air ke Jakarta
6.
Kesadaran masyarakat masih rendah karena
terjadi penumpukan sampah baik di tanah maupun
sungai
7.
Penyempitan sungai karena digunakan sebagai
tempat hunian / bangunan liar
Tata Air Dan Pengendalian Banjir (2)
10
Konsep Penanganan Banjir
Pembangunan kolam retensi
 Pengembangan sistem polder
 Pemakaian kembali dan pengembalian fungsi reservoir dan
dam
 Pembangunan 4 kanal utama (kanal timur, kanal barat,
cengkareng drain I dan II
 Pengerukan sungai dan waduk
 Pembagunan sistem polder di utara Jakarta dimana
tanahnya lebih rendah dari permukaan air laut
 Pembangunan dinding penahan arus laut diantara pulaupulau reklamasi sampai kedalaman 8 meter

Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ketersediaan RTH eksisting yang dapat dikategorikan sebagai RTH publik di DKI Jakarta
adalah sebesar 10,46% dari luas DKI Jakarta

Jakarta Timur memiliki luas RTH (diluar RTH Private) tertinggi di susul oleh Jakarta Selatan dan
Jakarta Utara. Sedangkan Jakarta Pusat memiliki RTH kurang lebih 10% dari keseluruhan RTH
yang ada

Kurang lebih 57% dari RTH yang ada adalah RTH Hijau Umum, disusul RTH Rekreasi dan RTH
taman masing-masing sebesar kurang lebih 16% dan 12 %. RTH lindung (di luar Kepulauan
Seribu) hanya terdapat pada Jakarta Utara

Pengembangan RTH terkendala oleh:
a.
semakin luasnya lahan terbangun sejak tiga dekade yang lalu;
b.
harga lahan akan semakin sangat tinggi; sistem penguasaan dan pemilikan lahan;
c.
okupasi lahan peruntukan terbuka hijau tanpa ijin;
d.
keterbatasan pendanaan Pemerintah dalam penyediaan dan pemeliharaan RTH;
e.
kendala dalam proses pembebasan lahan untuk RTH;
f.
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan RTH menyangkut berbagai pihak;
g.
masih terbatasnya peranserta masyarakat dalam penyediaan dan peningkatan kinerja
RTH.
11
Gejala Perubahan Iklim
12



Akibat pemanasan global, tinggi permukaan laut akan meningkat. IPCC
(Intergovermental Panel on Climate Change) dalam prediksinya memperkirakan bahwa
kenaikan muka air laut berkisar antara 18 cm sampai 59 cm sampai tahun 2100.
Adanya komitmen Jakarta terhadap berbagai isu dan perkembangan global: MDGs,
Komitment mengurangi Gas Rumah Kaca, dll. Gubernur Provinsi DKI Jakarta
berkomitment mengurangi Gas Rumah Kaca sebesar 30%
Pencemaran udara di DKI Jakarta terutama berasal dari sumber tidak bergerak, yaitu
industri, dan sumber bergerak, yaitu kendaraan bermotor. Polutan terbesar dari sumber
bergerak dan tidak bergerak pada tahun 2007 adalah sebagai berikut :

partikel (debu) sebesar 56.653,09 ton/tahun dari industri (70,37 %)

SO2 sebesar 403.523,25 ton/tahun dari industri (78,32 %)

NOx sebesar 27.079,72 ton/tahun dari kendaraan bermotor (62,2 %)

CO sebesar 589.167,92 ton/tahun dari kendaraan bermotor (25,786 %)
Peningkatan Konsumsi Energi
13

Konsumsi energi DKI Jakarta didominasi BBM (71,98%). Kemudian listrik (13,90%) dan gas (8,81%).

Kondisi ketenagalistrikan pada tahun 2007 untuk provinsi DKI Jakarta adalah beban puncak mencapai
4.334 MW mengalami pertumbuhan rata-rata 3.28% per tahun. Kebutuhan ketenagalistrikan Jakarta
dilayani dari energy transfer dari sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali). Pada saat beban puncak
dan sistem Jamali mengalami ganguan kapasitas supply tenaga listrik baru dapat memenuhi kurang lebih
62% yaitu sebesar 4.905 MW.

Untuk wilayah kepulauan seribu merupakan wilayah pada saat ini telah terpasang jaringan distribusi
tenaga listrik 20 kV untuk melayani kawasan kepulauan seribu bagian selatan.

Persentase penggunaan BBM dalam energi final mix cenderung menurun, pangsa penggunaannya tahun
2004 masih sebesar 72% dari total energi final. DKI Jakarta memperoleh BBM yang berasal dari hasil
pengolahan minyak mentah di kilang-kilang dalam negeri dan BBM import.

Di DKI Jakarta pada saat ini sudah terpasang pipa transmisi dan distribusi yang melayani Muara Karang
dan Tanjung Priok. Penyaluran gas sudah dilakukan oleh PT.PGN. Konsumsi gas di Jakarta masih didominasi
oleh industri.

Jenis energi terbarukan yang populer saat ini di Indonesia adalah biodiesel dan bioetanol. Di Indonesia
teknologi yang ada masih dalam tahap pengembangan. Untuk Jakarta salah satu yang sangat berpotensi
adalah waste to energi.
14
Perubahan Perekonomian Dan
Keuangan Dunia

Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jakarta sampai 2030 rata-rata sebesar 7-8% per tahun
(Bambang S. Brojonegoro). (BPS Jakarta mengestimasi sebesar rata-rata 6,7% per tahun)

Investasi di Jakarta kontribusi terbesar dari Investasi Swasta dan masyarakat sebesar
75,8% (2008-2009) diikuti oleh PMA sebesar 15,84%

Sektor unggulan/basis untuk ekonomi Jakarta adalah sektor tersier dimana nilai LQ-nya
sebesar 1,64. Untuk sektor sekunder satu-satunya lapangan usaha yang menjadi basis
adalah usaha konstruksi

Pada tahun 2008-2009, pertumbuhan sektor tersier merupakan pendorong ekonomi
Jakarta terlihat bahwa pertumbuhan rata-ratanya sekitar 6,3% per tahun dibandingkan
sektor sekunder (4,25%) dan sektor primer (1,43%)

Laju pertumbuhan Ekonomi Jakarta bersifat elastis terhadap laju pertumbuhan ekonomi
nasional (growth elasticity > 1) yang berarti Jakarta merupakan pemimpin dalam
pertumbuhan ekonomi nasional

Peran Jakarta sebagai financial center, pusat logistik, dan distribusi barang bagi
Indonesia semakin meningkat

Dalam survei fDi Magazine 2008 terkait ranking kota yang memiliki daya tarik investasi,
jakarta belum termasuk 10 kota terbaik
15
Tekanan Kependudukan Dan
Permasalahan Sosial (1)


Parameter kependudukan yang digunakan dalam RPJP Nasional menunjukan:

Laju pertumbuhan penduduk Jakarta sampai 2025 berada dibawah 1% per tahun

Net migration rate berkisar -4.5 s.d. -4.8 % per tahun

Penduduk usia kerja dan penduduk usia lanjut semakin meningkat seiring meningkatnya
angka harapan hidup (78.8 tahun)
Secara keseluruhan tingkat pertumbuhan penduduk Jabotabek terus mengalami
penurunan dari sekitar 4,76% pada era 1961-1971 menjadi 2,59% pada era
1990-2000, diperkirakan total penduduk Jabotabek tahun 2030 adalah 30 juta
jiwa

Komuter diperkirakan sebesar 25% dari penduduk Jakarta.

Parameter kependudukan yang digunakan dalam RPJP Nasional menunjukan:

Laju pertumbuhan penduduk Jakarta sampai 2025 berada dibawah 1% per tahun

Net migration rate berkisar -4.5 s.d. -4.8 % per tahun

Penduduk usia kerja dan penduduk usia lanjut semakin meningkat seiring meningkatnya
angka harapan hidup (78.8 tahun)
16
Tekanan Kependudukan Dan
Permasalahan Sosial (2)




Pada periode 1995-2008, rata-rata pertumbuhan rumah tangga sebesar 2.31% per tahun dan
rata-rata pertumbuhan jumlah rumah tinggal sebesar 2.02% per tahun.
Hingga tahun 2008, backlog rumah sebanyak 648.420 unit dengan perbandingan Rumah
permanen terhadap rumah semi permanen dan tidak permanen adalah 51 : 49
Kualitas rumah berdasarkan kelayakannya dapat digambarkan sbb:

Prosentase rumah layak huni berdasarkan kualitas bangunannya meingkat dari 49.9% pada tahun 1995
menjadi 50.88% pada tahun 2008;

Pada tahun 2007, rumah layak huni berdasarkan luas lantai per kapira 8 m2 sebanyak 88.8%;

Prosentase rumah layak huni dan terjangkau pada tahun 1995 sebesar 12.15% meningkat menjadi
13.99% pada tahun 2008 atau rata-rata peningkatan sebesar 1.13%;

Sampai tahun 2008, perumahan yang terlayani oleh PSU (Prasarana Sarana Umum) sebanyak 66.44%.
Sementara perumahan dengan ketersedian air bersih baru mencapai 53.93%.
Pada periode 2004-2009, RW kumuh mengalami penurunan sebanyak 11.22% dari 410 RW
pada tahun 2004 menjadi 364 RW pada tahun 2009; Penurunan RW kumuh terjadi pada
Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, sementara di wilayah lainnya mengalami kenaikan.
Keterbatasan Pernyediaan Air Bersih,
Limbah Dan Sampah
Air Bersih

Cakupan layanan yang masih rendah (2008: 63,58%)

Kebocoran air yang relatif tinggi (2008: 50,20%)

Ekstraksi air tanah dalam yang semakin tinggi, namun kualitas recharge nya masih rendah

Kualitas air minum rendah dan kualitas air tanah dangkal yang tercemar limbah cair

Tarif air tanah yang masih rendah
Air Limbah
 kondisi Kualitas air tanah di DKI Jakarta lebih dari 55% tercemar bakteri coli maupun fecal coli, status mutu atau
indeks pencemaran lebih dari 75% tercemar ringan sampai berat,
 kualitas air permukaan lebih dari 80% tercemar sedang sampai berat,
 konsentrasi BOD melebihi 20 rng/l
 Tingkat cakupan sistem pengelolaan limbah terpusat baru mencapai 0.85% (560 Ha dari luas Jakarta) dengan
tingkat cakupan pelayanan sebesar 3,37% total penduduk.
 Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat/komunal masih belum memenuhi standar teknis,
sementara penyedotan tinja pada sistem individual masih berbasis on call
Sampah
 Volume timbulan sampah DKI Jakarta relatif meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun 2006 mencapai
26.444 m3 perharinya. Pada tahun 2030 diperkirakan timbulan sampah yang harus dikelola sekitar 30.000
m3/hari jika program 4R (reduce, reuse, recycle, recovery) tidak efektif/optimal.
 Kemampuan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan terus meningkat dari 84,7% pada tahun 1995
menjadi 98% pada tahun 2006, namun demikian masih terdapat sampah di jalan raya, saluran drainase, sungai,
tanah kosong, pinggir rel kereta api dan di hutan kota akibat perilaku masyarakat yang membuang sampah
sembarangan.
17
Kesiapan Mitigasi Bencana
18

Untuk Jakarta dari Peta Mikrozonasi yang ada dapat dilihat bahwa bagian
utara dan bagian barat Jakarta memiliki resiko kerusakan akbiat gempa
yang lebih tinggi dibanding wilayah lainnya. Hal yang sama juga terlihat
dari resiko terjadinya likuifaksi jika terjadi Gempa. Bagian utara Jakarta
memiliki resiko mengalami likuifaksi yang lebih tinggi dibanding daerah
lainnya.

Terdapat 76 daerah genangan yang beresiko terjadinya banjir. Jika dilihat
lebih dalam maka persebaran kedalaman banjir dan lamanya genangan
berbeda-beda.

Di wilayah DKI Jakarta terdapat 53 kelurahan rawan kebakaran.
Sepanjang 2007 menunjukkan terjadi 853 kejadian kebakaran dan pada
tahun 2008 tercatat dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2008
tercatat 818 kasus kebakaran.
Keterbatasan Pendanaan Pembangunan
19

Peningkatan APBD Provinsi DKI Jakarta terutama disumbang oleh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang mencatat proporsi yang besar. Pada tahun 2005 sharing PAD
tercatat sebesar 61,20% dari APBD DKI Jakarta. Adapun penerimaan dari sumber
pajak daerah merupakan komponen dominan dalam PAD.

Sebagian besar penerimaan pajak daerah (85,87%) bersumber dari Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB).

Komposisi investasi akan didominasi oleh swasta, dan yang perlu menjadi perhatian
adalah bagaimana merealisasi komposisi tersebut. Untuk itu pemerintah perlu
menekankan pelaksanaan investasi yang diarahkan pada penyiapan infrastruktur
yang dibutuhkan oleh swasta sehingga investasi pemerintah tersebut dapat
memberikan stimulus bagi swasta untuk melakukan investasinya. Hal ini penting
dilakukan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi bagi investasi yang dilakukan
pemerintah.