Document 7421321

Download Report

Transcript Document 7421321

SFM:
SUSTAINABLE FOREST
MANAGEMENT
MENUJU Pengelolaan
Hutan LESTARI
Bahan kajian MK. Perecanaan Lingkungan dan Pengembangan Wilayah
PSDAL-PDIP-PPS FPUB. Penyaji: Soemarno 2011
1
The forest ecosystem and its individual components and
the environmental factors affecting the ecosystem
(Hannelius & Kuusela 1995)
Sumber: http://www.planetpals.com/habitats.html
Nowhere is the human
influence felt more
strongly than in the
world's forested
ecosystems.
The worlds forests are
the primary coupling
between the terrestrial
biosphere and the
atmosphere.
We have a responsibility
to act as good stewards
in a manner that
balances our needs with
those of the ecosystem.
We can do this by
mimicking natural
processes and
controlling the negative
effects of our actions.
2
The first step in sustainable forestry is to develop a forest
management plan (FMP) that outlines a roadmap to meeting
your objectives.
Thorough plans suss out the land use/cultural history of a
property through deed research, old aerial photos, personal
interviews and onsite investigation.
They characterize the topography, soils and hydrology of the
property as well as forest composition and structure, stand
age and density, tree size and growth rate.
They take a balanced-use approach to forest management
that while centered on forest health also weighs the
aesthetic, recreational, wildlife and economic values
associated with your forestland.
3
The next step in sustainable forestry is to follow the roadmap laid out in the
FMP for achieving your objectives.
When your forest is ready for harvest, protect your natural and financial
resources with the knowledge and experience of a professional.
Hire a forester to mark the timber, draft the sale contract, market the timber
and enforce the terms of the contract during and after the harvest.
Don't be taken advantage of or allow the destruction of your forest.
The final step is to monitor your forest.
Spend time enjoying it.
And ask a forester out to join you every 5 years or if you have specific
concerns.
4
Sustainable Forest
Management and the
Millennium Development
Goals
Sustainable forest
management is relevant to
several of the Millennium
Development Goals (MDG).
In this web location, further
information is being
developed to provide a
deeper understanding of the
links between sustainable
forestry and sustainable
development, using the
MDG as a framework.
5
Sumber: http://www.fao.org/forestry/sfm/25170/en/
MENUJU HUTAN
YANG LESTARI
Kelompok konservasionis
menganjurkan agar hutan
primer yang tersisa dilindungi
untuk mengamankan
keanekaragaman hayatinya
yang tinggi.
Di lain pihak, pengelola hutan,
cenderung menganggap hutan
sebagai sumber utama pasokan
kayu khususnya di negaranegara kerkembang dimana
perdagangan kayu merupakan
sumber utama pendapatan
perekonomian nasional.
Sumber: http://rumahalir.or.id/2011/12/15/tata-pemerintahan6
dalam-sektor-kehutanan/
Selama satu dekade ke depan, sektor kehutanan akan mengalami
transisi:
1. dari sumber eksplorasi alam ke penciptaan sumber daya baru;
2. dari ketergantungan terhadap subsidi menjadi persaingan
berbasis pada keunggulan komparatif, efisiensi dan penambahan
nilai;
3. dari perolehan layanan lingkungan, seperti biodiversitas, air
bersih, kesuburan tanah, secara cuma-cuma menjadi pengelolaan
aktif keseimbangan lanskap guna mempertahankan mutu layanan
tersebut.
4. dari kerangka pengelolaan yang berakar pada korupsi, konflik
dan ketidakadilan yang hanya menguntungkan sekelompok kecil
elit menjadi pengelolaan yang berbasis pada partisipasi,
transparansi dan peraturan perundangan.
7
Lima Tindakan Dalam Mewujudkan
Hutan untuk Semua
I. PENINGKATAN PENGAWASAN SUMBER DAYA HUTAN
Penebangan liar mencerminkan implikasi dari lemahnya pengawasan
hutan.
Diperkirakan, 1,59 juta kubik meter kayu dikonsumsi oleh industri
pengolahan kayu Indonesia pada tahun 2001.
Sementara, perkiraan pasokan legal mencapai 10-42 juta kubik meter. Ini
berarti sejumlah besar output bergantung pada penebangan liar.
Penebangan liar meningkatkan tekanan pada hutan dan telah merusak
sejumlah area hutan lindung. Belum lagi, hilangnya pendapatan
pemerintah. Penurunan pajak hutan diperkirakan merugikan pemerintah
sebesar US$ 1,5 milliar per tahun dalam bentuk hilangnya pendapatan.
Praktik korupsi yang berkaitan dengan penebangan liar melibatkan
sejumlah lembaga pemerintah dan secara umum mengabaikan peranan
hukum dan peraturan.
8
Tim ini harus bertujuan untuk menciptakan kepercayaan
publik dan membangun kapasitas lokal dalam penegakan
hukum di sejumlah area kunci seperti:
• Menghentikan penebangan dan perburuan komersial di dalam area hutan
lindung;
• Menutup industri pengolahan kayu yang menggunakan sumber bahan baku
ilegal;
• Menghentikan pengiriman kayu dan produk kayu ilegal ke negara tetangga;
• Mendukung inisiatif untuk menghentikan aktifitas kehutanan ilegal di daerah;
• Melaksanakan sistem ‘log-tracking’ guna mengenali sumber dan mencegah
‘pelarian’ pajak;
• Melaksanakan hukum anti pencucian uang melalui pengembangan prosedur
bagi bank untuk mengidentifikan kegiatan kehutanan yang mencurigakan, dan
bagi agen pemerintah untuk menindaklanjuti dengan investigasi dan tindakan
efektif;
• Mengembangkan transparansi dalam sistem pelacakan guna memantau
9
tindakan pelanggaran.
II. MENJADIKAN HUTAN SEBAGAI SUMBER DAYA
BERKELANJUTAN BAGI PENGEMBANGAN EKONOMI
Hutan merupakan sumber pendapatan terbesar dari ekspor
non-migas.
Di tahun 2003, ekpor sektor kehutanan mencapai US$ 6.6
milliar, atau 13.7 persen dari pendapatan ekspor non-migas;
dengan total kayu lapis dan produk terbuat dari kayu sebesar
US$ 2.8 milliar; kertas dan bubur kertas menghimpun US$ 2.4
milliar; dan furnitur sebesar US$ 1.1 milliar.
Jika ini mencakup ekspor kehutanan illegal, di tahun 2003,
ekspor Indonesia mungkin mencapai US$ 8 milliar dari produk
kehutanan.
10
Kebijakan mensubsidi
produsen-produsen besar
di sektor kehutanan,
berdampak negatif
terhadap pengelolaan
hutan dan ekonomi
nasional.
Sumber : http://iklimkarbon.com/2010/05/31/negara-maju-siapsumbang-4-miliar-untuk-deforestasi/
Dengan menyediakan kayu
murah dan subsidi bagi
produsen bubur kertas,
pemerintah telah
mendorong mereka
meningkatkan kapasitas
produksi tanpa menjamin
kelangsungan pasokan
bahan baku. Saat ini
Indonesia memiliki
persoalan kelebihan
kapasitas di industri
11
kehutanan.
Untuk menjadikan hutan sebagai sumber berkelanjutan bagi
pembangunan ekonomi, pemerintah baru perlu untuk :
Merestrukturisasi industri kehutanan guna menciptakan
sektor pengolahan kayu yang kompetitif, dimana
produsen menjamin legalitas dan
keberlangsungan akses pasokan bahan baku.
Untuk mencapai ini, diperlukan keahlian untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.
Akan tetapi, di sejumlah area terdapat fakta bahwa
menjamin keberlangsungan dalam jangka pendek
berimplikasi pada penurunan skala ekonomi industri,
termasuk penutupan sejumlah pabrik pengolahan yang
menggunakan sumber ilegal.
12
Untuk menjadikan hutan sebagai sumber berkelanjutan bagi
pembangunan ekonomi, pemerintah baru perlu untuk :
Mengembangkan area tanam dan reboisasi yang efektif untuk
menjamin keberlangsungan pasokan.
Untuk mencapai ini, kementerian kehutanan harus berkoordinasi
dengan pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan untuk
mengidentifikasi lahan non-hutan yang cocok bagi area tanam.
Selain itu, perusahaan-perusahaan perkebunan dilarang
menambah parah kerusakan hutan. Lebih jauh, penggunaan dana
reboisasi (DR) harus didasarkan pada kriteria ekonomi, keadilan
dan lingkungan yang transparan, dan bukan pada pertimbangan
politik.
13
MEMANFAATKAN HUTAN SEBAGAI PENUNJANG SUMBER
KEHIDUPAN DAERAH PERDESAAN
Sejumlah orang hidup di daerah perdesaan yang berdekatan
dengan hutan, dan di antaranya memperoleh sebagian besar
pendapatan mereka dari hutan.
Hutan memasok rumah tangga miskin dengan bahan bakar,
obat-obatan, makanan dan bahan baku konstruksi, dan
berfungsi sebagai ‘jaring pengaman’ di saat sulit. Akan tetapi,
sumber ini mendapat perlakuan dan dimanfaatkan secara
buruk.
Tiga langkah diperlukan untuk memastikan hutan mampu
mendukung kehidupan perdesaan:
14
Tiga langkah diperlukan untuk memastikan hutan mampu mendukung
kehidupan perdesaan:
Memanfaatkan Hutan bagi peningkatan Pengembangan
Masyarakat.
Area hutan mencakup 70% dari wilayah Indonesia. Namun,
hampir sepertiganya tidak memiliki hutan. Area ini merupakan
sumber kehidupan bagi jutaan penduduk. Sekitar 70 persen
produksi karet diperoleh dari perkebunan yang terletak di
dalam area hutan, seperti produk-produk tanaman lain. Karet
merupakan sumber utama pendapatan bagi 7 juta orang.
Delineasi lahan-lahan hutan negara saat ini dan ketidakhadiran
mekanisme formal untuk mengenali property rights bagi pihak
pengguna, telah menghambat pemanfaatan lahan produktif.
15
Hutan Tanaman Rakyat
Sumber: http://forclime-photocontest.com/tags/hutan-tanaman-rakyat
Oleh karena sebagian besar
area dalam kawasan hutan
merupakan hutan budidaya,
sudah saatnya untuk
mempertimbangkan
pengaturan pengelolaan
kolaboratif atau
memindahkan area tersebut
dari kawasan hutan.
Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan investasi
jangka panjang dan
memungkinkan Departemen
Kehutanan untuk lebih fokus
pada area hutan.
Untuk menghindari konversi
hutan lebih lanjut oleh
kelompok-kelompok yang
berharap memperoleh hak
pengelolaan lahan,
pemerintah perlu
berkonsentrasi pada area
yang telah memiliki sistem
agro-forestry yang
berkembang. 16
Mendorong komunitas
kehutanan dan perusahaan
skala kecil.
Penurunan sumber daya hutan
dapat mengurangi peluang
tenaga kerja musiman bagi
ratusan ribu, dan bahkan
jutaan keluarga. Berberapa di
antara mereka dipastikan sulit
menemukan opsi alternatif.
Bagaimanapun, opsi tersebut
akan sukar ditemukan pada
daerah terpencil dan berbukit
dengan tanah yang gersang.
Tentu, hal ini dapat menambah
jumlah kemiskinan kronis.
Sumber: http://unik.supericsun.com/norwegia-ingin-dananya-untuk-penyelamatan-hutanindonesia/#axzz1inrVWLmD
17
Mendorong kemitraan komunitas - perusahaan.
Menjamin kemitraan yang baik antara perusahaan dan komunitas kehutanan
merupakan kunci untuk memperluas keuntungan dari kegiatan di sektor
kehutanan.
Agen pemerintah dapat membantu dengan berkerja sama dengan perusahaan,
komunitas dan LSM untuk mencapai kesepakatan antara perusahaan dan
komunitas.
Tujuan ini perlu dicapai guna memberikan:
• Informasi pasar atas sejumlah produk kehutanan yang diproduksi;
• Pemahaman yang lebih baik atas berbagai isu yang diperlukan saat
negosiasi pembelian atau kontrak pengembangan bisnis;
• Keahlian negosiasi;
• Pengetahuan mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan antara
perusahaan dan komunitas; dan
• Mekanisme untuk memastikan pelaksanaan kontrak.
18
MELINDUNGI JASA-JASA LINGKUNGAN
Hutan Indonesia memeberikan sejumlah manfaat lingkungan global
maupun lokal berupa biodiversitas, atmosfer dan pengelolaan air;
Biodiversitas - Hutan Indonesia menaungi 10-20% vertebrata,
tanaman vascular serta rumah bagi banyak hewan liar dunia.
Beberapa spesies terancam punah, sementara penurunan jenis spesis
lain berdampak pada regenerasi hutan dan ketersediaan lingkungan,
ikan dan produk hutan yang dapat mendukung sumber kehidupan
daerah pedesaan.
19
Polusi Atmosfer dan Perubahan Iklim - hutan Indonesia
merupakan salah satu cadangan karbon terpenting di dunia.
Kerusakan hutan-hutan ini dipastikan mempengaruhi komposisi
atmosfer dan dapat menimbulkan perubahan iklim.
Pada tahun 1997-8 kebakaran hutan menghilangkan sekitar 8 persen dari
emisi gas rumah hijau dunia pada periode tersebut.
Ditambah lagi, kebakaran ini secara aktif mempengaruhi kesehatan,
properti dan sumber kehidupan bagi 75 juta orang, dan menyebabkan
kerugian sebesar US$ 2.3-3.2 milliar serta degradasi area hutan.
Biaya ekonomi dari kebakaran ini bagi penduduk dan dunia usaha di
Indonesia diperkirakan sebesar US$ 9-10 milliar, dengan lebih dari 1.4
juta kasus infeksi pernafasan akut.
20
Air - Pembabatan hutan dan degradasi kerap menimbulkan
erosi, sedimentasi cadangan air, dan banjir.
Cakupan hutan sangat penting untuk mempertahankan kapasitas
tanah untuk menahan air dan mencegah erosi. Pemerintah baru perlu
mengambil dua langkah untuk melindungi manfaat yang dipasok oleh
hutan:
Memperkuat area yang dilindungi. Hal pertama yang perlu dilakukan
adalah mengevaluasi kondisi saat ini dan ancaman utama di setiap
area yang dilindungi, serta mengenali area-area dengan prioritas tinggi
dimana tindakan yang tepat dapat mencapai hasil signifikan.
Kemudian, diperlukan tinjauan atas cara-cara konservasi yang terbukti
berhasil hingga saat ini, termasuk sistem pengelolaan, dan penyiapan
rencana aksi.
Penegakan peraturan sektor kehutanan harus mempriopritaskan area
yang dilindungi yang ‘bernilai tinggi’.
21
Mengelola lanskap Jasa-jasa lingkungan
Beberapa penggunaan lahan yang ‘menggusur’ area hutan mengakibatkan
penurunan tajam air permukaan dan biodiversitas. Sebaliknya, jenis pemanfaatan
lahan lainnya dapat memberikan jasa lingkungan lebih.
Jika dikelola dengan baik, berbagai pemanfaatan lahan tersebut justru dapat
memberikan pelayanan lingkungan seperti yang disuplai oleh hutan alami.
Ke depan, sebagian keuntungan biodiversitas, karbon dan air permukaan akan
diperoleh dari luar area lindung.
Pada area ini, pemerintah dan organisasi massa perlu mendorong pemanfaatan
lahan yang mampu melayani lingkungan secara lebih luas melalui kebijakan
kepemilikan, pelatihan, perluasan cakupan lahan pertanian dan kehutanan,
program kredit, pengembangan pasar dan perencanaan penggunaan lahan.
Upaya-upaya tersebut harus mendorong minimalisasi penebangan hutan,
budidaya hutan, reboisasi dan regenerasi hutan alami, termasuk konservasi tanah
dan air.
22
Peluang dalam
pembiayaan
pengelolaan area
lindung melalui ekoturisme telah menjadi
faktor penting dalam
menarik minat sektor
privat berinvestasi di
lahan konservasi.
Pariwisata - sebagian
berbasis kehutanan telah menjadi sumber
utama devisa negara
ini.
23
TRANSPARANSI DALAM
INFORMASI KEHUTANAN
DAN PENGEMBANGAN
HUTAN
Masih terdapat
keterbatasan informasi
kuantitatif mengenai hutan
dan sektor kehutanan di
Indonesia.
Keraguan tidak hanya
mengenai tren degradasi
hutan dan penebangan liar,
akan tetapi juga arah
pengrusakan ini.
Informasi yang lebih baik
DIPERLUKAN untuk
mengidentifikasi alternatif
pengelolaan, strategi
desain yang tepat dan
meningkatkan kesadaran
publik akan persoalan
kehutanan.
24
Generalized Tree Plantation Forestry System
25
Sumber: http://www.yourforestmanaged.com/how/reforest.php
Perkembangan terakhir ini
menunjukkan adanya
perubahan pola pikir yang
cukup mencolok.
Hutan dipandang sebagai
ekosistem kompleks yang
harus dikelola sedemikian
rupa secara bijaksana
sebagai bagian dari bentang
alam sehingga diperoleh
keseimbangan antara barang
dan jasa disamping
mengurangi kerusakan
lingkungan dalam jangka
panjang.
Dengan demikian, hutan
dapat memberikan manfaat
bagi kelangsungan hidup
manusia di masa kini maupun
yang akan datang. 26
Konsep "kelestarian"
dijadikan pedoman
pengelolaan sumber daya
alam di berbagai negara.
Penerapan konsep ini tidak
mudah dan masih banyak
yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan yang
diharapkan.
CIFOR merupakan lembaga
utama sumber informasi
yang sangat diperlukan
dalam rangka mewujudkan
kelestarian hutan .
Menuju kelestarian hutan
Dampak Pembalakan yang
MinimaL
Konservasi keanekaragaman
hayati
Hasil Hutan Non-kayu
Penanaman dan rehabilitasi
lahan terdegradasi
Hutan sekunder 27
Dampak Pembalakan yang
Minimal
(Reduced Impact Logging)
Praktek pembalakan secara
konvensional biasanya
menyebabkan kerusakan besar
pada ekosistem hutan.
Penggunaan alat-alat berat
berakibat pada proses pemadatan
tanah dan rusaknya vegetasi
sementara pemanenan besarbesaran akan menyebabkan erosi,
berkurangnya keanekaragaman
jenis dan kapasitas perkembangbiakan.
Sedangkan kelebihan sampah
organik yang dihasilkan
mengakibatkan hutan semakin
rentan terhadap bahaya
kebakaran.
Deforestation and climate change: acting on the causes
http://www.cirad.fr/en/news/all-news-items/articles/2009/just-out/deforestation-and-climate-change
28
Penilaian dampak lingkungan reduced-impact logging (RIL) atau
pembalakan berdampak minimal ini merupakan prioritas penelitian
CIFOR.
Sebagai bagian dari program Sustainable Forest Management (SFM)
atau Pengelolaan Hutan Lestari, maka CIFOR mengadakan jalinan
kerjasama kajian RIL dengan Malaysia, Brazil, Indonesia, Kamerun,
Bolivia, Tanzania dan Zambia.
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu dalam mengembangan
pedoman dan alat (perangkat lunak) untuk pengelolaan produksi kayu
dengan dampak ekologi seminimal mungkin.
Oleh karena penerapan metoda RIL ini memerlukan dukungan penuh
baik dari pihak pemerintah maupun swasta, maka CIFOR mengadakan
kerjasama dengan kedua pihak tersebut dalam melakukan kegiatan ini.
29
Kerusakan hutan dapat dikurangi
dengan menerapkan teknik
pemanenan hasil hutan yang
"site-sensitive" (sesuai kondisi
lokasi).
Metoda RIL ternyata berhasil
mengurangi dampak terhadap
kerusakan tanah sebanyak 25%,
dan selanjutnya diperoleh sekitar
50% simpanan dalam bentuk
"gudang karbon" yang
dihasilkan dari tegakan sisa.
Key weaknesses in the Sustainable Forestry
Initiative
Sumber: http://www.greenpeace.org.uk/forests/sfi
Beberapa percobaan
menggunakan RIL di hutan
tropika dataran rendah, terlihat
bahwa besarnya kerusakan pada
tanah serta permudaan tingkat
lanjut berkurang kira-kira 50%
dibandingkan dengan
pembalakan konvensional.
30
Lembaga International Kayu Tropis
atau International Tropical Timber
Organization (ITTO) mulai
menerapkan mdetode RIL secara
menyeluruh tahun 2000.
Food and Agriculture Organization
(FAO) dari United Nations (UN)
mempublikasikan Model Praktek
Pengelolaan Hutan atau Model
Code of Forest Harvesting
Practices, dan disusul oleh
lembaga lainnya yang juga
menerbitkan pedoman yang sama.
Pedoman seperti ini biasanya
hanya memuat dasar-dasar umum
tentang praktek RIL sehingga
pengguna harus
menterjemahkannya sesuai
dengan kondisi lokasi yang31
bersangkutan (site-specific).
Pengelolaan Hutan di Masa Depan : Berdasarkan
Paradigma Pembangunan Kehutanan di Abad 21
(Forest Management in the Future : Based on Forestry Development
Paradigm in the 21th Century)
Sumber daya hutan Indonesia memiliki peranan penting dalam
menghasilkan devisa negara. Pada masa-masa awal pembangunan,
eksploitasi sumber daya hutan hanya berorientasi pada timber based
management yang menitikberatkan pada manfaat ekonomis semata.
Memasuki abad 21, pembangunan kehutanan Indonesia dihadapkan
pada permasalahan yang makin kompleks.
Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah masalah deforestasi
hutan dengan laju yang tinggi berdasarkan data Ditjen RLPS pada
tahun 2000 mencapai 1,6 juta hektar/tahun.
32
Pengelolaan hutan di masa yang akan datang harus sejalan dengan
arah pembangunan kehutanan di abad 21 yang telah bergeser dari
orientasi ekonomi ke arah pembangunan kehutanan yang
berorientasikan pada resource and community based development,
yang dijabarkan sebagai berikut :
(1) Perubahan orientasi produksi kayu dari hutan alam ke hutan
tanaman;
(2) Perubahan orientasi dari hasil hutan kayu ke hasil hutan non
kayu dan jasa;
(3) Pergeseran pola pengusahaan hutan dari konglomerasi ke
peningkatan peran masyarakat;
(4) Perubahan bentuk pengelolaan hutan dari optimasi produksi
log ke optimasi fungsi hutan; dan
(5) Pergeseran kewenangan pengelolaan hutan dari sentralisasi
ke desentralisasi.
33
Hutan merupakan karunia
yang sangat berharga bagi
hidup dan kehidupan di
muka bumi ini.
Hutan memiliki fungsi
ganda baik yang bersifat
ekologis, sosial, ekonomi
maupun budaya.
Untuk itu di dalam
mengelola potensi hutan
harus memperhatikan
sinergi rajutan komponenkomponen baik yang
berada di dalam kawasan
hutan maupun yang berada
di luar kawasan hutan.
34
Rencana dan program kegiatan pembangunan hutan mulai mengalami
pergeseran paradigma serta penyesuaian dalam hal kebijakan.
Kebijakan yang semula dititik-beratkan pada pertumbuhan ekonomi
yang cenderung ke arah eksploitatif, kini diarahkan pada :
1. pelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup,
2. keuntungan ekonomi bergeser menjadi
mengutamakan keuntungan sosial,
3. kelestarian produksi bergeser menjadi
kelestarian lingkungan hidup, dan
4. produksi kayu bergeser menjadi mengutamakan
produksi non kayu
35
Untuk menuju pengelolaan hutan berdasarkan forest resource and
total ecosystem management ( hutan dipandang sebagai kesatuan
yang utuh dan integral dari suatu ekosistem), maka diperlukan pula
tata aturan yang mengatur, baik yang bersifat pemantapan aturan yang
sudah ada maupun pembuatan yang baru.
Demikian pula halnya dengan kelembagaan terutama kelembagaan
yang mendorong peran aktif masyarakat lokal agar manfaat
produksi/ekonomi, ekologi dan sosial budaya dapat dirasakan
keadilannya baik oleh masyarakat maupun negara dan yang tidak
kalah pentingnya adalah tersedia informasi data yang akurat,
komunikatif, dan transparan.
Informasi ini baik yang menyangkut potensi hutan: biofisik, ekonomi
dan sosial budaya maupun informasi yang menyangkut kebijakan
lokal, nasional maupun global.
36
Strategi pembangunan
kehutanan mengalami
reformasi paradigma, yang
semula pembangunan
kehutanan atas dasar
hanya mementingkan
produk kayu semata
(“forest timber
managemen”), berubah
menjadi paradigma baru
yaitu strategi balik arah
(“turn over strategy”) yang
meletakkan posisi potensi
hutan sebagai amanah
Tuhan YME dan potensi
hutan sebagai ekosistem .
37
Challenges of Building Green: Material Selection
http://buildipedia.com/on-site/building-newstrends/challenges-of-building-green-materialselection?print=1&tmpl=component
Paradigma pembangunan
kehutanan era reformasi adalah
pembangunan kehutanan yang
dibangun atas dasar sistem etika
pembangunan yang menjamin
keberlanjutan sistem dan fungsi
potensi hutan, menghargai
keterkaitan dan saling
ketergantungan antara potensi
hutan, rakyat, dan komunitas yang
melingkupinya, bersifat inklusif
agar keragaman sistem potensi
hutan tetap dapat dipertahankan,
bersifat integratif dan partisipatif,
serta berani menyuarakan
kebenaran sistem nilai yang telah
disepakati oleh para pendiri negara
sebagaimana tertuang di dalam
Pembukaan dan pasal 33 UUD 1945.
38
Lima tujuan kebijakan pembangunan kehutanan, yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi alokasi dan penggunaan
potensi hutan
2. Menjamin distribusi manfa’at alokasi dan
penggunaan potensi hutan secara berkeadilan
3. Meningkatkan pemberdayaan dan kapasitas sosial
dan ekonomi masyarakat
4. Mewujudkan kemampuan nasional dalam
mengembangakan barang dan jasa kehutanan yang
tidak saja kompetitif di tingkat korbanan potensi
yang dilakukan
5. Menjamin keberlangsungan sistem potensi hutan.
39
Pengelolaan hutan
dengan
menyeimbangkan tiga
fungsi hutan, yaitu
fungsi ekologi,
sosial-budaya dan
ekonomi dengan tetap
berpegang teguh inti
dasar pengelolaan
hutan, yaitu
kelestarian yang
bermanfa’at dan
kemanfa’atan yang
lestari dengan prinsip
dasar ”Progressive
Sustained Yield
Principle” , dan
menggeser dari
pandangan Forest for
People menjadi Forest
Within People.40
PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
Visi
Pengelolaan potensi hutan untuk mensejahterakan masyarakat dengan
tetap menempatkan fungsi social budaya, ekologi, dan ekonomi
dalam proporsi yang seimbang.
Misi
Merealisasikan pembangunan hutan berbasis pada peran serta
kearifan komunitas masyarakat (“community based forest
development”)
Orientasi pada berbagai peran hasil hutan ( “multi purpose timber
orientation”)
Meningkatkan peran hutan selaku area keseimbangan ekosistem
41
PENGELOLAAN HUTAN LESTARI
Tujuan
1. Mengoptimalkan kawasan yang seharusnya dihutankan
2. Meningkatkan peran serta kearifan masyarakat lokal yang
berpartisipasi aktif dalam kelembagaan untuk mendukung
pengelolaan hutan secara berkelanjutan
3. Memantapkan dan menyusun konsep aturan untuk
menyeimbangkan ketiga fungsi hutan dan perolehan dari
kawasan hutan antara untuk negara dan kesejahteraan
masyarakat, terutama masyarakat sekitar kawasan hutan
4. Memantapkan pengelolaan hutan produksi secara berkelanjutan
5. Memudahkan para fihak yang terkait untuk memperoleh
informasi yang komunikatif, sederhana dan komprehensif untuk
mendukung pengelolaan hutan secara berkelanjutan
42
PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI YANG BERKELANJUTAN
Tujuan
1. Mendorong pengelolaan hutan yang efisien, terpadu, dan
berkelanjutan, mencakup kayu dan non kayu berdasarkan daya
dukung potensi dan melalui pengembangan indutri hutan skala
rakyat kecil menengah yang hemat bahan dasar
2. Meningkatkan peran pemerintah dan masyarakat serta lembaga
swadaya masyarakat dalam menetapkan pemanfaatan hasil
hutan yang berkelanjutan dan hemat melalui perangkat
ekonomi dan hukum
3. Mengembangkan kemitraan antara pengusaha, masyarakat dan
pemerintah dalam menjamin produksi hutan yang berkelanjutan
berdasarkan tanggung jawab serta pembagian keuntungan
yang adil dan ketepatan sosial dan ekologi
43
PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI YANG BERKELANJUTAN
Rencana Strategis
Menggeser pola pandang para
stakeholder yang terlibat di dalam
mengelola hutan yang semula
fokus pada orientasi ekonomi
menjadi hutan dipandang sebagai
kesatuan yang utuh dan integral
dari suatu ekosistem
Meningkatkan
kemampuan para
pengelola untuk
mengelola hutan
secara berkelanjutan
44
PERLINDUNGAN HUTAN & KONSERVASI SDA
Perlindungan hutan meliputi pengamanan hutan, pengamanan tumbuhan dan satwa
liar, pengelolaan tenaga dan sarana perlindungan hutan dan penyidikan.
Perlindungan Hutan diselenggarakan dengan tujuan untuk menjaga hutan, kawasan
hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi
produksi dapat tercapai secara optimal dan lestari.
Perlindungan hutan ini merupakan usaha untuk :
Mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan
dan hasil hutan yang disebabkan
oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, bencana alam, hama
serta penyakit.
Mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan
hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.
45
Penanggulangan kebakaran hutan meliputi pengembangan sistem
penanggulangan kebakaran, deteksi dan evaluasi kebakaran,
pencegahan dan pemadaman kebakaran, dan dampak kebakaran.
Konservasi kawasan dan
keanekaragaman hayati meliputi
pengelolaan dan pendayagunaan
kawasan konservasi serta
pemberdayaan masyarakat sekitar
taman nasional, taman wisata,
taman hutan raya, kawasan suaka
alam, hutan lindung dan taman
buru.
Konservasi keanekaragaman
hayati meliputi konservasi jenis
dan genetik, konservasi
ekosistem esensial,
pengembangan lembaga
konservasi, penangkaran
tumbuhan dan satwa liar, tertib
peredaran tumbuhan dan satwa
liar.
46
HUTAN KONSERVASI
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi terdiri dari :
Kawasan hutan Suaka Alam
(KSA) berupa Cagar Alam
(CA) dan Suaka Margasatwa
(SM)
Kawasan hutan Pelestarian
Alam (KPA) berupa Taman
Nasional (TN), Taman Hutan
Raya (TAHURA) dan Taman
Wisata Alam (TWA)
Taman Buru (TB).
kawasan hutan yang di tetapkan
sebagai tempat wisata berburu.
47
Kawasan hutan Suaka Alam (KSA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
SUAKA MARGASATWA (SM)
adalah kawasan suaka alam yang
mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dn atau keunikan
jenis satwa bagi ilmu pengetahuan
dan kebudayaan dan kebanggaan
nasional yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan
pembinaan terhadap habitatnya.
CAGAR ALAM (CA) adalah
kawasan suaka alam yang
mempunyai ciri kekhasan
tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi
untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan
dan perkembangannya
berlangsung secara alami.
48
Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
TAMAN NASIONAL (TN) adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
penunjang budidaya tumbuhan dan atau
satwa, pariwisata dan rekreasi.
Pengelolaan Kawasan Taman Nasional
dilakukan oleh Pemerintah.
TAMAN WISATA ALAM (TWA) adalah kawasan
pelestarian alam dengan tujuan utama untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata
dan rekreasi alam. Pengelolaan Kawasan
Taman Wisaha Alam dilakukan oleh
Pemerintah.
TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA)
adalah kawasan pelestarian alam
untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan atau satwa yang alami atau
bukan alami, jenis asli atau
bukan jenis asli yang
dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, penunjang budidaya
tumbuhan dan atau satwa,
budaya, pariwisata dan rekreasi.
Pengelolaan Kawasan Taman
Hutan Raya dilakukan oleh
Pemerintah.
49
Kebijakan untuk Mengurangi Tekanan terhadap
Hutan Alam
Beberapa tahun lalu ada usulan dari kalangan LSM untuk melakukan
moratorium penebangan hutan alam untuk mengurangi tekanan
terhadap hutan alam yang tersisa di Indonesia. Departemen
Kehutanan telah mengambil kebijakan yang searah dengan tujuan
moratorium tersebut melalui beberapa kebijakan Restrukturisasi
Sektor Kehutanan.
Restrukturisasi tersebut meliputi pengelolaan hutan alam dan hutan
tanaman pada kawasan hutan produksi serta diikuti dengan penataan
industri pengelolaan hasil hutan menuju keseimbangan antara
kemampuan supply bahan baku dengan kapasitas industri.
Dalam rangka restrukturisasi tersebut telah ditetapkan beberapa
kebijakan, antara lain :
50
Restrukturisasi Sektor Kehutanan:
(1). Soft Landing
Kebijakan soft landing bertujuan untuk menurunkan secara bertahap
jatah produksi kayu yang berasal dari hutan alam, yang
penerapannya dilaksanakan melalui pengurangan secara
proporsional terhadap jatah produksi masing-masing
HPH/IUPHHK.
Penetapan jatah produksi tersebut didasarkan atas kemampuan
produksi lestari dari hutan produksi yang masih potensial.
Melalui kebijakan ini diharapkan dapat memberi kesempatan kepada
hutan alam untuk dilakukan perbaikan potensi, sehingga pada
saatnya nanti jatah produksi tersebut secara bertahap dapat
dinaikkan kembali sesuai dengan potensi lestarinya.
(2) Penataan Industri Primer Hasil Hutan Kayu
(IPHHK):
diarahkan untuk dapat tercapainya
kesinambungan antara kemampuan supply
51
bahan baku dengan kapasitas industri.
Restrukturisasi Sektor Kehutanan:
(3) Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GNRHL):
Melalui gerakan ini
diharapkan dapat
mempercepat upaya
rehabilitasi hutan dan lahan,
yang pada saatnya
diharapkan pula dapat
menyediakan tambahan
sumber bahan baku bagi
industri pengelohan kayu.
(4) Percepatan Pembangunan
Hutan Tanaman:
melalui percepatan pembangunan
hutan tanaman, diharapkan
kebutuhan bahan baku industri
kayu yang semula tergantung
kepada hutan alam, secara
bertahap ketergantungan tersebut
dapat dikurangi dengan
menyediakan bahan baku kayu dari
hutan tanaman.
52
SERTIFIKASI SEKTOR KEHUTANAN
Sertifiaksi pengelolaan
hutan lestari (SPHL) :
Merupakan tuntutan pasar
(market driven) yang
bersifat sukarela (voluntary)
Sertifiksi kinerja
pengelolaan hutan lestari
secara wajib
(sertifikasi mandatory) :
Merupakan bagaian dari
pelaksanaan tugas dan fungsi
Departemen Kehutanan
(regulasi, fasilitasi,d an
supervisi) di dalam pengelolaan
hutan.
53
Melalui program sertifikasi wajib ini
diharapkan akan dapat diperoleh data
dan informasi tentang tingkat kepatuhan
dan kinerja dari masing-masing
HPH/IUPHHK, sebagai bahan
pengambilan keputusan oleh Menteri
Kehutanan.
Dengan demikian program ‘sertifiaksi
mandatory’ ini adalah merupakan
instrumen internal Dephut dalam upaya
penegakan peraturan perundangundangan, khususnya di dalam
menerapkan prinsip-prinsip kelestarian
di dalam pengusahaan hutan.
Karena sifat kepentingan internal
tersebut, maka program ‘sertifikasi
mandatory’ tidak akan menimbulkan
hambatan teknis perdagangan hasil
hutan dan tidak diarahkan untuk
memenuhi permintaan pasar
(sebagaimana program sertifiaksi
voluntary).
54
Kriteria dan indikator yang dibangun dalam rangka sertifikasi
mandatory yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, disamping
disusun berdasarkan peraturan perundangan, juga meggunakan
kriteria dan indikator dari sertifikasi voluntary sebagai salahs atu
referensi.
Dengan demikian diharapkan penerapan sertifikasi wajib ini dapat
mendorong tingkat kesiapan UM untuk memenuhi persyaratan
sertifiaksi voluntary sebagai instrumen pasar.
Melalui proses sertifiaksi voluntary, Departemen Kehutanan
mengharapkan dapat memperoleh amsukan (rekomendasi) bagi
penyempurnaan kebijakan pengelolaan hutan lestari, baik yang
berasal dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sebagai pengembang
sistem maupun Lembaga Sertifiaksi (LS) sebagai penerap sistem.
55
Pada kondisi dimana
sertifikasi voluntary sudah
menjadi kebutuhan bagi Unit
Manajemen, di saat itulah
sertifikasi sebagai instrumen
pasar benar-benar efektif
dalam mendorong
pencapaian menuju
pengelolaan hutan lestari.
Selain itu, sertifikasi
diharapkan dapat
meminimumkan kebutuhan
atas penegakan hukum (law
enforcement), hal ini
didorong oleh keharusan
untuk memenuhi/taat
terhadap peraturan
perundangan yang
merupakan bagian dari
kriteria dan indikator
sebagai persyaratan
sertifikasi.
Sumber: http://www.spi-ind.com/html/forests_management.cfm
56
Perlu menjadi pemikiran bersama lebih lanjut tentang bentuk
komunikasi anatara program penilaian kinerja pengelolaan
hutan estari (‘sertifiaksi mandatory’) dari Departemen
Kehutanan dengan sistem sertifikasi voluntary yang
dikembangkan oleh LEI, untuk dapat diperoleh sinergi
maksimum dalam upaya pencapaian pengelolaan hutans
ecara lestari di Indonesia.
Keterlibatan yang lebih luas dalam dari para pihak melalui
LEI-CBO, diharapkan dapat dibangun kesamaan pemahaman
dan kepedulian serta tanggung jawab bersama terhadap
pengelolaan hutan lestari, sehingga program sertifikasi dapat
berjalan sesuai dengan tujuan utamanya mencapai
pengelolaan hutan lestarai dan pemenuhan persyaratan
57
pasar.
wasteorganic4healthy.wordpre
ss.com/.../
Sengon kami ,yang ditanam 3
tahun yang lalu ,akhirnya kami
jual , untuk biaya
mengembangkan kebun ini.
Harga borongan,
Rp.50.000/tanaman , ada 800
tanaman . Ada yang diameter
25 cm dan ada yang diameter
15 cm .
Harga itu akan meningkat
menjadi Rp.200.000/pohon,
jika kami sabar menunggu
sampai 5 tahun.
Dengan uang itu, kami akan
menambah jumlah kambing
Peranakan ETTAWA menjadi
40 ekor indukan/betina ,agar
mencapai skala produksi susu
.
58