teknologi sistem perladangan suku dayak

Download Report

Transcript teknologi sistem perladangan suku dayak

TEKNOLOGI PERLADANGAN
SUKU DAYAK
Disampaikan Oleh :
Drs.Offeny A Ibrahim, MSi
1
SISTEM PERLADANGAN
MALAN (BAHUMA/BERLADANG)
Banyak istilah dalam sistem perladangan di Kalimantan
Tengah ini, spt.: Malan, Bahuma, dll. Silahkan
menggunakan istilah yang umumnya dikenal di daerah
masing-masing.
Malan, Bahuma atau istilah bhs Indonesia adalah
berladang dengan sistem berpindah-pindah (shifting
cultivication) sudah dikenal dimana-mana, khususnya di
kalangan masyarakat Dayak Kalimantan. Demikian juga
halnya dengan suku Dayak di Kalimantan Tengah. Malan
atau berladang adalah mata pencaharian pokok Suku
Dayak. Mereka kerjakan sekali dalam setahun dengan
melakukan beberapa tahapan.
2
BEBERAPA TAHAPAN DALAM PERLADANGAN
1. Menentukan Waktu Untuk Memulai Berladang (Katika
Manampara Malan)
Dalam kegiatan pertanian/perladangan sistem kepercayaan
atau religi harus mereka praktekkan agar apa yang mereka
lakukan betul-betul membawa hasil yang baik, mendapat
restu dari roh-roh nenek moyang, serta tidak mendapat
gangguan dari roh-roh di sekitar mereka. Adapun tahapan
dalam berladang pada suku Dayak ini, adalah : 1) Menentukan
Waktu; 2) Pemilihan Lokasi (Mamilih Kaleka); 3) Menebas
(Mandirik); 4) Menebang (Maneweng); 5) Pengeringan
(Mangeang Dirik Tewengan); 6) Membakar (Manusul
Tewengan); 7) Menanam Padi (Manugal); 8) Mambawau
(Merumput/menyiang); 9) Manggetem (Menuai padi/Panen).
3
• Tahap pertama; adalah menentukan kapan
mereka boleh memulai berladang, mereka tidak
mendasarkannya pada kalender nasional yang
kita kenal, tapi menggunakan kalender tradisional
dengan perhitungan bulan di langit. Observasi
dilakukan dengan cermat yaitu dengan
mengamati posisi bintang timur pada pagi hari
(sekitar jam 3 atau 4 pagi). Bila Patendo (bintang
timur) sudah kelihatan di bagian timur, itu
menandakan bahwa mereka boleh memulai
kegiatan berladang (manampara malan).
4
2. Pemilihan Lokasi (Mamilih Kaleka)
Tahap kedua adalah masuk ke dalam hutan untuk
menentukan lokasi yang baik. Pertama-tama
mereka memasuki hutan yang mereka percaya
merupakan warisan nenek moyang mereka. Kedua
mengamati tanah yang subur dengan melihat
karakteristik tanah. Bila tanahnya agak gembur dan
banyak kelihatan dipermukaan tahi cacing berarti
tanahnya subur untuk menanam padi. Selanjutnya
ciri-ciri tanah subur dapat diamati dari daun-daun
dan pucuk kayu yang tumbuh di sekitar lokasi atau
lahan yang akan dipilih. Bila daun dan pucuk kayu
lebar-lebar, berwarna hijau tua, berarti tanahnya
subur.
5
Lanjutan…
Terakhir bila syarat-syarat kesuburan sudah
diperoleh, maka selanjutnya lokasi tersebut
dibersihkan seluas 1,5 meter dan didirikan tongkat
kayu tertentu di situ. Ini merupakan ciri bahwa ada
orang yang akan menggarap tanah tersebut. Lokasi
ini dibiarkan sekitar satu minggu sambil menunggu
datangnya mimpi baik tentang tanah yang akan
digarap tersebut dan juga menunggu kalau-kalau ada
orang lain yang mengklaim lokasi tersebut, sehingga
konflik dikemudian hari tidak terjadi. Kegiatan ini
biasanya dilakukan pada akhir bulan Mei.
6
3. Menebas (Mandirik)
Kegiatan menebas (mandirik) atau membersihkan
hutan merupakan kegiatan yang harus dikerjakan oleh
orang banyak. Kegiatan menebas adalah jenis
pekerjaan
membersihkan/memotong/menebang
pohon-pohon kecil, akar-akaran dan rumput-rumput
yang lebat dengan menggunakan pisau. Pekerjaan
menebas biasanya dilakukan selama satu bulan
dengan luas lahan sekitar 2-6 hektar. Kegiatan
menebas bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
serta anak-anak,usia 12 tahun ke atas. Biasanya
menebas dilakukan sepanjang bulan Juni.
7
4. Menebang
(Maneweng)
Maneweng
Kegiatan menebang (maneweng) adalah pekerjaan menebang
dan memotong pohon-pohon yang besar yang tidak mungkin
ditebang dengan menggunakan pisau. Alat yang digunakan adalah
beliung (baliung). Menebang biasanya hanya bisa dilakukan oleh
laki-laki dewasa dan berpengalaman karena tergolong pekerjaan
berat dan berbahaya. Cara menebang pohon harus tumbang ke
satu arah. Misalnya semua pohon ditebang dan ditumbangkan ke
arah Barat agar kelihatan rapi dan pada saat membakar daun,
ranting dan dahan kayu dapat dilalap oleh api secara merata.
Menebang (maneweng) biasanya dilakukan sepanjang bulan Juli.
8
5. Pengeringan (Mangeang Dirik Tewengan)
Biasanya kemarau (musim pandang) dimulai pada bulan Juli
hingga bulan Agustus. Oleh karena itu bulan Agustus adalah
masa untuk menjemur/mengeringkan pohon-pohon yang telah
ditebang. Pada saat pengeringan, biasanya digunakan waktu
atau dimanfaatkan pula untuk memotong atau meratakan
semua dahan, ranting dan pohon kayu yang belum rata dengan
tanah. Sebab bila ada salah satu dahan kayu masih lurus ke
atas, misalnya, maka dahan tersebut akan dilewati oleh api
sehingga berpengaruh pada tanah di sekitarnya. Kegiatan lain
yang amat penting juga yaitu membuat isolasi (pembatas) di
sekeliling lahan/ladang. Caranya adalah dengan membersihkan
daun, ranting dan batang kayu yang sudah lapuk pada sekeliling
lahan selebar 2-3 meter agar pada saat membakar nanti api
tidak menjalar/merambat ke hutan di sekitarnya.
9
6. Membakar (Manusul
Tewengan)
Bila lahan yang dikeringkan dirasa sudah cukup kering dan siap
untuk dibakar, maka musim untuk membakar lahan (manusul
dirik teweng) yang sudah dikeringkan biasanya dilakukan pada
akhir bulan Agustus hingga awal bulan September. Membakar
lahan harus mengikuti cara-cara tertentu agar api tidak
merambat ke hutan di sekitar. Pukul 12- 14 siang merupakan
jam-jam yang sangat strategis untuk memulai membakar karena
jam tersebut dianggap merupakan puncak panas teriknya
matahari. Penyulutan api yaitu menggunakan penyulut yang
dinamakan Sahewan (penyulut dari bilah bambu atau kulit
kayu). Penyulutan api pun diatur sedemikian rupa, yaitu dengan
memperhatikan arah tiupan angin.
10
Lanjutan…
Bila tiupan angin menuju ke arah Barat, maka
penyulutan api pertama-tama harus dilakukan dari
pinggir lahan bagian Barat dengan cara bergerak
pelan-pelan menuju ke arah Timur. Cara demikian
adalah upaya agar nyala api tidak ikut dibawa oleh
tiupan angin menuju ke hutan belantara di sekitar
lahan. Kegiatan membakar biasanya dilakukan oleh
seluruh anggota keluarga (laki-laki dan perempuan).
Dan sering juga harus meminta bantuan tetangga
lainnya untuk ikut serta mengawasi kalau-kalau
terjadi kebakaran pada hutan di sekitarnya.
11
Lanjutan…
Pada upacara membakar lahan ini, penulis mengambil contoh
sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Tomon di
sekitar Tapin Bini. Biasanya sebelum membakar lahan, terlebih
dahulu dilakukan sebuah ritual atau upacara dengan
menggunakan tuak atau baram (brem) sebagai media untuk
menyampaikan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuak tetes
pertama untuk doa kepada Sang Dewato; tetes tuak kedua
adalah doa agar lahan menjadi subur; tetes tuak ketiga adalah
doa untuk menghilangkan adanya kemarahan atau balas
dendam dari roh-roh binatang, serangga dan lain-lain yang ikut
mati pada saat membakar, agar berdamai dengan manusia;
kemudian tetes tuak keempat yaitu doa untuk Padaro Indai
Bopai Abu Nini, Koi Honda Sonang Loma Daduh Mangan
Samnaan Kainjam. Maksudnya memohon restu dari roh-roh
leluhur dan roh-roh alam di sekitar mereka.
12
Lanjutan…
Setelah itu baru upacara memanggil angin “Oi Sem Pucung”, dengan
mengatakan “aku minto angin lalu lampat ribut pulang pogi lanjur
minto pantuh tinggi minto tugang cucul mansa tugal bonakan”.
Maksudnya yaitu meminta agar angin datang untuk meratakan nyala api
dan agar hasil pembakaran memuaskan dan lahan tersebut menjadi
subur. Setelah api sudah selesai melalap lahan yang dikeringkan, mereka
mengadakan upacara doa lagi, yaitu : “Sampui Tuya” dengan
mengatakan: “Aku mampuh lakau ku uti disorobu urang asing cia, corak
bakar kapang karau lomin kopoyo”. Maksudnya agar lahan yang telah
dibakar terhindar dari berbagai gangguan hama tanaman. Setelah lahan
dibakar, biasanya sekitar satu minggu digunakan untuk membersihkan
lahan tersebut, khususnya mengumpul daun-daun, ranting dan dahan
kayu yang tidak sempat dimakan api. Daun-daun, akar-akaran, ranting
dan dahan kayu tersebut ditumpuk kembali pada beberapa tempat dan
dibakar. Dalam bahasa Dayak Ngaju pekerjaan ini disebut “manyimpuk”.
13
7. Menanam Padi
(Manugal)
Waktu manugal (menanam padi) dilakukan pada bulan
September hingga awal Oktober. Kegiatan manugal termasuk
jenis pekerjaan yang memerlukan banyak tenaga kerja, sehingga
harus dilakukan dengan nyanjuruan/riuh rimpuh (bergotong
royong) dengan sistem resiprokal. Istilah dalam bahasa Dayak
Ngaju disebut handep haruyong. Sebelum memulai menanam
padi biasanya didahului dengan sebuah ritual menanam bibit
tertentu persis di tengah ladang yang akan ditugal. Dalam
bahasa Dayak Ngaju ritual ini disebut “banian”. Banian, adalah
lokasi di tengah ladang, ditanam batu-batuan, sawang (lenjuang)
dan kambat, lalu bibit padi diletakkan mengelilingi lenjuang dan
kambat, sebagai pusat pelepasan bibit padi pada waktu akan
menanam yaitu sebagai syarat menurut kepercayaan adat Dayak
(Albert A Bingan dan Offeny A Ibrahim, 2005:29)
14
Lanjutan…
Cara menanam padi secara tradisional ini, yaitu laki-laki berbaris di bagian
depan dengan membawa tongkat terbuat dari kayu setinggi 2-3 meter yang
bagian ujungnya diruncing. Tongkat tersebut ditancapkan ke tanah sehingga
membuat lobang-lobang kecil tempat mengisi biji-biji padi yang dilakukan oleh
kaum perempuan dengan cara mengikuti laki-laki dari bagian belakang.
Kegiatan ini biasanya diakukan mulai sekitar pukul 07.00 pagi hingga pukul
17.00 sore.Siang hari mulai pukul 12.00 -13.00 adalah waktu untuk istirahat dan
makan siang bersama. Makan siang, kue dan minuman biasanya disediakan oleh
yang empunya ladang. Jumlah orang yang biasanya melakukan pekerjaan
gotong royong semacam ini berkisar antara 20-40 orang. Pada umumnya bila
jumlah orang cukup memadai maka tugalan untuk satu ladang yang luasnya
antara 2-6 hektar dapat diselesaikan dalam sehari. Kemudian untuk
menentukan di tempat siapa giliran manugal berikutnya langsung ditentukan
pada hari itu juga.
15
8. Mambawau
(Merumput/menyiang)
Sejak selesai kegiatan menanam padi atau manugal, maka ladang harus
dijaga secara terus menerus hingga musim panen telah tiba. Sebab bila
tidak biji padi yang baru ditanam akan habis dimakan oleh burung pipit
dan burung lainnya. Kemudian pada saat padi mulai tumbuh sekitar 1540 cm. sangat rawan dimakan oleh rusa, dan pada saat padi mulai
menguning akan menjadi sasaran empuk bagi babi dan kera. Bersamaan
dengan tumbuhnya tunas padi, berbagai jenis rumputpun tumbuh
dengan suburnya dan seringkali rumput demikian menutupi tanaman
padi. Akibatnya padi menjadi kerdil dan sering mati karena dikalahkan
oleh rumput yang tumbuh dengan subur. Oleh sebab itu mambawau uru
(menyiang rumput) merupakan pekerjaan melelahkan dan memerlukan
banyak tenaga kerja.
16
Lanjutan…
Pada jenis pekerjaan ini bisa dilakukan oleh lakilaki dan perempuan. Mambawau (merumput)
juga bisa dikerjakan secara nyanjuruan (gotong
royong) atau handep haruyong dngan temanteman yang ladangnya berdekatan, atau sering
juga diupahkan kepada orang-orang desa.
Biasanya untuk satu burungan (10 depa persegi)
dibayar sesuai dengan kesepakatan atau standar
upah yang ditetapkan, dan makan siang
disediakan oleh pemilik lahan.
17
Lanjutan…
Kegiatan merumput biasanya dilakukan pada bulan
Nopember dan Desember. Alat-alat yang digunakan untuk
merumput adalah pisau khusus berbentuk clurit yang
mereka sebut oleng. Secara umum rumput-rumput itu
dicabut dan diletakkan secara terbalik, yaitu bagian
akarnya ke atas, atau diangkut dan ditimbun di tempat
yang khusus, kemudian dibakar. Hama padi yang umum
menyerang tunas padi yang belum berbuah ada dua,
yaitu sejenis ulat yang makan daun dan ulat di dalam
tanah yang memakan akar padi sehingga warnyanya
kekuning-kuningan dan lama-kelamaan mati.
18
Lanjutan…
Jenis hama lainnya adalah hampangau (walangsangit) yang
hinggap pada tangkai padi yang masih muda, akibatnya
tangkai padi tersebut menjadi layu dan mati. Cara mengatasi
berbagai hama padi tersebut, adalah : a) untuk hama burung
(spt. Pipit) harus secara rutin dihalau dan diburu dan dibuat
alat bunyi-bunyian untuk menakuti burung-burung itu; b)
untuk kera, babi dan rusa dibuat perangkap di pinggir ladang;
c) untuk ulat daun dan ulat akar yaitu dengan cara
membunuh ulat daun dan menggali akar padi yang
terindikasi dimakan akarnya oleh ulat; d) khususnya untuk
hampangau (walangsangit) dan berbagai jenis belalang yaitu
dengan cara menangkapnya pada malam hari dengan
membawa lampu suar atau colok (suluh) yang terbuat dari
bambu sebagai alat penerangan.
19
9. Manggetem (Menuai
padi/Panen)
Gentu
Manggetem (Dayak Ngaju), Mahanyi (Lamandau)
atau menuai padi adalah jenis pekerjaan berat dan
memerlukan banyak orang. Pekerjaan menuai padi
bisa juga dilakukan dengan handep haruyong
(bergotong royong) atau diupahkan kepada orang
desa. Bila diupahkan kepada orang desa, caranya
adalah dengan bagi hasil. Cara pembagian bisa
50:50 atau 60:40 (60 untuk pemilik lahan dan 40
untuk pekerja).
20
Lanjutan…
Jurung
Dikalangan Dayak Tomon tangkai padi yang baru dituai
dikumpulkan dan bila siang hari di jemur dipanas matahari. Bila
sudah kering lalu diikat dengan tali. Kemudian dimasukkan ke
dalam Jurung (lumbung padi tradisional yang bangunanya
terpisah dari rumah). Kegiatan menuai padi biasanya dilakukan
pada bulan April hingga bulan Mei. Alat-alat yang digunakan
untuk menuai padi adalah bakul besar (taya), bakul/keranjang
kecil (takin) kemudian bakul kecil yang diikat di pinggang, ani-ani
(gentu) yang terbuat dari kaleng atau silet. Bila bakul kecil di
pinggang sudah penuh, dipindahkan ke bakul besar untuk di
angkut. Cara mengolah padi: ditumbuk pada sebuah lesung
dengan menggunakan alu atau juga dengan menggunakan
kisaran.
21
Lanjutan…
Modern
Tradisional
Mesin Penggilingan Padi
Putaran/Kisaran Padi
Kisaran terbuat dari balok kayu yang berat dipotong
menjadi dua bagian. Balok bagian bawah pada bagian
atasnya dibuat gerigi, dan balok bagian atas, bagian
bawahnya juga bergerigi, bagian tengahnya dibuat
lobang untuk memasukkan padi. Kemudian balok
bagian atas diputar kekiri dan ke kanan sehingga kulit
padi terbuka dan terpisah dari berasnya. Namun saat
ini pengolahan padi secara tradisional sudah
ditinggalkan diganti oleh mesin penggilingan padi.
22
TERIMA KASIH
23