Kode Memori - WordPress.com

Download Report

Transcript Kode Memori - WordPress.com

Presentasi Kelompok V
KODE MEMORI
SAFARI
(G2I1 012 013)
RAHMAT
(G2I1 012 015)
TATY ANDRIATI AMRIN (G2I1 012 017)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI, 2013




Kode memori (memory code) adalah symbol yang
digunakan untuk menyimpan sebuah item dalam memori.
Pilihan menciptakan kode memori yang berbeda adalah
keuntungan tertentu ketika defisit memori membatasi jenis
kode memori yang dapat diciptakan oleh seseorang.
Ketika orang tidak mengalami kerusakan mencoba untuk
belajar, mereka mungkin akan membentuk beberapa jenis
kode memori. Sebagai ganti, kita biasanya meminta mereka
untuk membuat penilaian terhadap kata-kata tanpa
mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus
mengingat atau mengenali kembali kata-kata tersebut selain
tugas penilaian.
Tujuan tugas penilaian (biasanya disebut tugas yang
berorientasi (Orienting task) adalah mencoba untuk
mengendalikan jenis kode memori yang dibentuk dengan
permintaan bahwa seseorang akan membuat keputusan
mengenai aspek kata tertentu, seperti pelafalan dan
maknanya.
Teori Tingkat Pemrosesan
Penekanan pada Strategi Pengodean
Tulisan Craik dan Lockhart (1972) memiliki tiga tujuan:
untuk menguji alasan dalam mengajukan model
multistore, untuk menanyakan keadekuatan model
tersebut, dan untuk mengajukan suatu kerangka kerja
alternatif yang berhubungan dengan tingkat
pemrosesan.
Craik dan Lockhart meringkas perbedaan umum dalam
penyimpanan yang dapat diterima orang-orang (Tabel 6.1).
Atribut
Masuknya
informasi
Penyimpanan
informasi
Bentuk
informasi
Kapasitas
Kehilangan
informasi
Jangka waktu
untuk melacak
Pemanggilan
kembali
Penyimpanan
sensoris
Preattentive
Memori Jangka Pendek
Memori Jangka Panjang
Membutuhkan perhatian
Pengulangan informasi
Tidak
memungkinkan
Salinan masukan
informasi secara
harifiah
Besar
Aus/kemeresotan
Perhatian yang berkelanjutan
Repetisi
Fenomenik.
Kemungkinan secara visual
Kemungkinan semantik
Kecil
Penggantian
Kemungkinan aus
Sebagian besar semantic
Beberapa auditori dan visual
¼ - 2 detik
Hingga 30 detik
Batas yang tidak diketahui
Kemungkinan tidak hilang
Kehilangan kemampuan untuk
mengakses atau membedakan
karena gangguan
Menit hingga tahunan
Membaca dengan
keras
Kemungkinan secara otomatis
Item berada dalam kesadaran
Petunjuk sementara/fonem
Petunjuk pemanggilan kembali
Proses pencarian yang
memungkinkan
Craik dan Lockhart percaya bahwa bukti perbedaan
antara STM dan LTM tidaklah sejelas yang seharusnya.
Mereka berpendapat bahwa pertama, kapasitas STM
sangat bervariasi daripada perkiraan Miller mengenai
lima sampai Sembilan chunk (potongan- potongan
besar). Misalnya, orang dapat menghasilkan kembali
deretan kata sampai 20 kata jika kata-kata tersebut
membentuk sebuah kalimat. Kedua, meskipun format
utama dalam STM adalah fonem dan LTM adalah
sematik, terdapat bukti kode visual dan sematik dalam
STM (lShulman, 1971) serta kode visual dan fonem
dalam LTM.
 Teori tingkat pemrosesan terdiri atas 3 tahap.
1. Tahap awal berhubungan dengan analisis hal-hal fisik, seperti
garis, sudut, keterangan, kualitas suara, dan kekerasan suara.
2. Tahap kedua berhubungan dengan pengenalan kembali pola
dan identifikasi makna pola tersebut.
3. Setelah stimulus dikenali kembali, kemudian akan dapat
dielaborasi-sebuah kata, penglihatan, atau penciuman dapat
memicu asosiasi, gambaran, atau cerita pada dasar
pengalaman individu di masa lalu dengan stimulus tertentu.
 Teori tingkat pemrosesan adalah sebuah teori bagaimana kita
menganalisis sebuah stimulus dan apa yang dihasilkan oleh kode
memori dari tingkat analisis yang berbeda. Craik (1979) menyatakan
bahwa poin penting dari studi tingkat pemrosesan ini adalah untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai
pengoperasian kode memori dalam LTM, bukan untuk menolak
perbedaan yang ada antara STM dan LTM.
Implikasi Pengulangan Verbal
• Model Atkinson-Shiffrin menaruh perhatian pada
pengulangan verbal sebagai sebuah cara untuk
memindahkan informasi dari STM ke LTM. Namun
menurut Craik dan Lockhart, pengulangan tidak secara
otomatis berhasil dalam pembelajaran. Keefektifan
pengulangan, seperti metode belajar yang lainnya,
tergantung pada tingkat materi tersebut diproses. Alasan
mengapa pengulangan biasanya berhasil adalah bahwa
orang-orang selalu memikirkan makna dari materi
tersebut selama pengulangan.
Bukti Pendukung Teori Tingkat Pemrosesan
 Studi yang dilakukan oleh Hyde-Jenkins (1969) di University of Minnesota
berkaitan dengan paradigma pembelajaran tidak disengaja (incidental
learning task).
 Penelitian terbagi empat kelompok. Kelompok satu diberikan tugas yang
disengaja dengan mengingat 24 kata dan terdiri atas 12 pasangan asosiasi
utama (primary associates).
 Tiga kelompok yang lain adalah kelompok yang tidak disengaja. Satu
kelompok berdasarkan kesenangan terhadap kata-kata, satu kelompok lain
memperkirakan jumlah huruf, dan kelompok keempat menilai berdasarkan
kehadiran huruf e.
 Aspek yang paling menarik dari hasil ini adalah bahwa siswa dalam kelompok
menyenangkan-tidak menyenangkan pada dasarnya mengingat kembali katakata sebanyak kelompok yang diminta untuk mempelajari kata-kata tersebut
(16,3 versus 16,1). Dengan kata lain, pembelajaran yang tidak disengaja sama
efektifnya dengan pembelajaran yang disengaja ketika siswa tersebut
mempertimbangkan mengenai makna kata-kata yang diberikan.
Proses Struktural, Fonem, dan Semantik
• Pengujian terhadap teori tingkat pemrosesan pada umumnya
terfokus pada tiga tingkat, ketika kedalaman pemrosesan meningkat
dari pengodean secara struktural ke fonem ke semantik.
• Pengodean struktural (structural coding) menanyakan mengenai
apakah kata-kata tersebut dalam huruf besar.
• Pengodean fonem (phonemic coding) dibangkitkan dengan
menanyakan apakah sebuah kata memiliki rima, dengan kata lain –
pertanyaan menekankan pada pelafalan.
• pengodean semantik (semantik coding) – seseorang harus
mengevaluasi makna dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan
tersebut dengan tepat.
Tabel 6.2. Pertanyaan yang biasanya digunakan dalam
penelitian tingkat pemrosesan
Tingkat
Pemrosesan
Struktural
Fonem
Semantik
Pertanyaan
Apakah kata tersebut dituliskan
dalam huruf kapital?
Apakah kata tersebut memiliki rima
dengan WEIGHT
Apakah huruf yang melengkapi
kalimat berikut?
“He met a… in the street”?
Ya
Tidak
TABLE
table
crate
MARKET
FRIEND cloud
 Penelitian Craik dan Tulving (1975), mendukung
prediksi bahwa penyimpanan informasi akan meningkat
karena pemrosesan berlanjut dari tingkat struktural ke
fonem ke semantik.
 Jika penyimpanan yang baik disebabkan oleh lamanya
waktu respons, pemrosesan struktural seharusnya
akan lebih baik dalam penyimpanan daripada
pemrosesan semantik. Pengenalan masih lebih baik
setelah pemrosesan semantik, membuktikan bahwa
tingkat pemrosesan, bukan mengenai waktu
pemrosesan, adalah penentu terbaik dalam
penyimpanan
Kritik dan Modifikasi Teori
• Teori tingkat pemrosesan memiliki dampak besar dalam
penelitian memori. Salah satu kritikan utama terhadap
teori ini adalah bahwa terlalu mudah untuk menjelaskan
rentang perbedaan dari melupakan dengan daya tarik
teori.
• Untuk menghindari kritik ini, perlu untuk mengukur
kedalaman proses secara bebas dari penyimpanan.
Satu masalah yang muncul pada asumsi tersebut adalah
bahwa meskipun urutan ini memberikan suatu
penjelasan yang masuk akal mengenai bagaiman
informasi akan dianalisis, hal tersebut bukanlah suatu
urutan yang penting (Baddeley, 1978; Craik, 1979).
Elaborasi Kode Memori
 Menurut J.R. Anderson & Reder (1979), kode memori berbeda dalam
jumlah dan tipe penyimpanan elaborasi dalam memori. Pandangan ini
mengasumsikan bahwa orang akan menyimpan lebih banyak item yang
diberikan kepada mereka, mereka juga menyimpan asosiasi tambahan
yang membantu mereka untuk mengingat item-item tersebut.
 Meskipun sangat mudah untuk mengelaborasi materi pada tingkat
semantik, hal yang sulit untuk membangun elaborasi pada tingkat
struktural atau fonem. Kebanyakan asosiasi yang kita punya
menekankan pada makna daripada struktur fisik huruf, pengejaan, atau
pelafalan.
 Alasan untuk perbedaan ini adalah bahwa orang biasanya mencoba
untuk mengingat makna apa yang mereka baca daripada mengingat
detail huruf yang mereka lihat seperti apa. Sebagai akibatnya, orang
telah mempelajari untuk mengelaborasi isi semantik karena pada
umumnya melakukan hal tersebut akan lebih bermanfaat darpada
mengelaborasi isi yang nonsemantik.
• Stein dan Bransford (1979) menguji keefektifan dari
elaborasi yang tepat dan tidak tepat dengan
membandingkan empat kelompok siswa dalam suatu
tugas pembelajaran tidak disengaja.
• Hasil tersebut menunjukkan bahwa elaborasi tidak selalu
efektif dalam mengingat kembali karena elaborasi yang
tidak tepat sebenarnya menyebabkan sebuah
penurunan dalam tampilan yang relatif dengan kelompok
kendali. Agar menjadi efektif, elaborasi harus
menjelaskan konsep yang signifikan atau berkaitan yang
relative dengan konteks yang muncul.
Pembeda Kode Memori
Terdapat beberapa cara berbeda ketika sebuah item dapat
dibedakan. Schmidt (1991) yang membedakan di antara empat jenis
pembeda.
 Satu jenis pembeda disebut pembeda utama (primary
distinctiveness) ketika pembeda didefinisikan secara relatif
dengan konteks yang langsung.
 Pembeda sekunder (secondary distinctiveness) didefinisikan
secara relatif dengan informasi dalam LTM kita daripada informasi
dalam konteks yang langsung.
 Pembeda emosional (emotional distinctiveness) dan didorong
oleh penemuan bahwa kejadian yang menghasilkan respons
emosi yang kuat terkadang dapat diingat dengan baik.
 Pembeda pemrosesan (processing distinctiveness) tergantung
bagaimana kita memproses suatu stimulus, karena hal tersebut
merupakan hasil dari kode memori yang kita ciptakan untuk
sebuah item daripada karakteristik dari item itu sendiri.
Kekhususan Pengodean dan Pemanggilan
kembali Informasi
• Menurut prinsip kekhususan pengodean (encoding
specificity principle), “Operasi pengodean khusus
dilakukan berdasarkan pada apa yang dipersepsi
menentukan apa yang disimpan, dan apa yang disimpan
menentukan apa petunjuk pemanggilan kembali yang
efektif untuk memberikan akses kepada apa yang
disimpan” (Tulving & Thomson, 1973, hlm.369).
 Situasi pengodean dan pemanggilan kembali dapat
diterapkan dalam konteks yang lebih luas seperti dalam
lokasi ketika pembelajaran muncul atau bahkan pada
mood pelajar.
 Studi mengenai memori yang terikat dengan mood
(mood-dependent memory) menguji hipotesis bahwa kita
akan lebih baik untuk mengambil kembali informasi jika
mood kita selama pemanggilan kembali cocok dengan
mood kita selama belajar.
 Studi yg dilakukan oleh Eich, Macaulay, & Ryan, (1994)
menemukan dukungan yang kuat untuk memori yang
terikat dengan mood ketika orang harus mengingat kembali
kejadian yang berhubungan dengan riwayat hidup mereka
sendiri yang telah mereka buat beberapa hari sebelumnya.
Interaksi Antara Operasi Pengodean dan pamanggilan
kembali Informasi
 Hasil studi yang yang dilakukan R.P. Fisher & Craik, (1977) tentang bagaimana
prinsip kekhususan pengodean diterapkan ketika terdapat dua perbedaan
tingkat pemrosesan- semantik dan fonem.
 dalam situasi penelitian dan harus menjawab ya atau tidak atas pertanyaan
ini: “Diasosiasikan dengan sleet (hujan salju dan air)?” Kemudian Anda melihat
kata hail (hujan es) dan menjawab ya. Anda diberikan satu petunjuk
pemanggilan kembali seperti di bawah ini:
1. Diasosiasikan dengan sleet
2. Diasosiasikan dengan snow
3. Berima seperti bail
 Diantara ketiga petunjuk pemanggilan kembali di atas mana yang menurut
anda akan sangat membantu untuk mengambil kembali kata hail.
 Prediksi atas jawaban tersebut disajikan pada tabel berikut:
Tabel 6.3. Proporsi kata-kata yang dipanggil kembali sebagai
fungsi persamaan antara konteks pengodean dan petunjuk
pemanggilan kembali
Rima
Konteks pengodean
Contoh: hail
Konteks pemanggilan
kembali
Identik
Sama
Berbeda
Proporsi
Asosiasi
Proporsi
Berima dengan
Diasosiasikan
dengan sleet
Berima dengan
0,24
Diasosiasikan
dengan sleet
0,54
0,18
Diasosiasikan
dengan snow
0,36
pail
pail
Berima dengan
bail
Diasosiasikan
dengan sleet
Berima dengan
0,16
bail
0,22
 Studi Hertel, Anooshian, & Ashbrook (1986) menemukan bahwa
orang tidak mampu secara akurat memprediksi keefektifan dari
petunjuk pemanggilan kembali. Subjek membuat 40 kata dalam
tugas orientasi semantik, memprediksi sejumlah kata yang dapat
mereka ingat kembali, dan kemudian mencoba untuk mengingat
kembali kata-kata tersebut. Hanya subjek yang diberikan petunjuk
pemanggilan kembali semantik yang secara signifikan mengingat
kembali kata-kata yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
 Akan tetapi, kekuatan dari petunjuk semantik tidak diantisipasi oleh
subjek yang berada dalam penelitian yang memprediksi bahwa
petunjuk semantik dan fonem akan sama-sama efektif. Kegagalan
prediksi tampaknya berdasarkan pada generalisasi yang berlebihan
terhadap pengalaman terdahulu ketika petunjuk fonem lebih efektif..
Proses Transfer yang Sesuai
• Proses transfer yang sesuai mengatakan bahwa keefektifan dari
pembelajaran hanya dapat ditentukan berkaitan dengan situasi
pengetesan. Misalnya, jika tes menekankan pada informasi
fonem dan Anda telah memusatkan konsentrasi pada informasi
semantik, maka Anda berada dalam masalah. Jika tesnya
berupa pilihan ganda, tampaknya pengetahuan akan detail akan
lebih berguna daripada pengetahuan secara umum. Jika tesnya
berupa esay, maka sepertinya pengaturan yang hati-hati
mengenai materi akan lebih bermanfaat daripada detail.
 Dalam proses transfer yang sesuai, keputusan dibuat
pada tahap pengodean.
 Dalam kekhususan pengodean, pengodean telah
muncul dan keputusan membutuhkan penemuan
petunjuk pemanggilan kembali yang efektif untuk
mencocokkan pengoden.
 Proses transfer yang sesuai tampaknya mengarah
pada waktu, dari pengoden menuju pemanggilan
kembali, sementara kekhususan pengodean
tampaknya berbalik dalam waktu dari pemanggilan
kembali ke pengodean.
Kekhususan pengoden
PENGODEAN
Memaksimalkan
kesamaan
Proses transfer yang
sesuai
PEMANGGILAN
KEMBALI