MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA
Download
Report
Transcript MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA
MASALAH KEBUTAAN
DI INDONESIA
Monalisa Rizal
Definisi Kebutaan
WHO
Snellen Visual Acuity*
Normal
6/6 – 6/18
Visual Impairement
< 6/18 – 6/60
Severe Visual Impairement
< 6/60 – 3/60
Blind
< 3/60 – NLP ( No Light Perception )
*In the better eye with correction
Definisi Kebutaan
WHO
Hanya mampu melihat < 3 meter,
Pada mata terbaik (yang melihat lebih jelas),
Walaupun sudah menggunakan koreksi (alat bantu) terbaik
ATAU…
Luas lapang pandangan (field of view) < 10° dari
penglihatan sentral
Prevalensi Kebutaan
Dunia
45 juta orang buta
110 juta orang dengan gangguan penglihatan berat
Setiap menit 12 orang menjadi buta
90% berada di negara berkembang
Indonesia
3 juta orang buta (1.5% dari populasi)
Setiap menit 1 orang menjadi buta
Tertinggi di Asia Tenggara
Etiologi Kebutaan di Indonesia
Penyebab utama kebutaan
Katarak
Glaukoma
Kelainan refraksi
Gangguan retina
0.78%
0.20%
0.14%
0.13%
Diabetik retinopati
Kelainan kornea
Defisiensi Vitamin A
Trakoma
0.10%
Katarak
Adalah penyakit degenerasi yang ditandai oleh
kekeruhan pada lensa mata
Data Indonesia
Insiden 0.1% kebutaan tiap tahun (210.000 orang)
Sebagian besar berada di daerah dengan ekonomi rendah
Kemampuan operasi 80.000 mata/tahun
Backlog (penumpukan) 130.000 kasus/tahun
Penduduk Indonesia menderita katarak 15 tahun lebih awal
dibandingkan penduduk negara maju
Kebutaan akibat katarak dapat diatasi OPERASI
Glaukoma
Adalah penyakit degenerasi yang ditandai oleh
kerusakan nervus optikus akibat tekanan bola mata yang
lebih tinggi dari normal
Data Indonesia
500.000 penderita glaukoma mengalami kebutaan
Disebut juga “pencuri penglihatan” karena penderita tidak
mengalami keluhan buram sampai akhirnya penglihatan
hilang secara total
Umumnya penderita berusia 40 tahun ke atas
Memerlukan upaya DETEKSI DINI
Kelainan Refraksi
Disebut juga kelainan “kacamata”
Data Indonesia
10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita
kelainan refraksi
Hanya 12.5% yang telah menggunakan kacamata
Memerlukan upaya DETEKSI DINI
Diabetik Retinopati
Adalah kerusakan retina akibat kebocoran pembuluh darah yang
terjadi pada diabetes mellitus
Data Indonesia
Secara resmi belum ada
3.9% dari seluruh jumlah kunjungan (poli mata RSCM)
DM tipe 1
13% kasus pada pasien yang menderita < 5 tahun
90% kasus pada pasien yang menderita > 10 tahun
DM tipe 2
25% kasus pada pasien yang menderita < 5 tahun
75% kasus pada pasien yang menderita > 10 tahun
Memerlukan upaya PREVENTIF dan DETEKSI DINI
Defisiensi Vit A
(Xerophthalmia)
Adalah gangguan pada struktur bola mata dan fungsi
retina akibat defisiensi vitamin A
Data Indonesia
Prevalensi 0.3% (tahun 1992)
50.2% balita mengalami kadar serum retinol rendah
(<20µg/dL)
60.000 anak balita menderita xerophthalmia yang
terancam buta (HKI-1998)
Memerlukan upaya PREVENTIF dan DETEKSI DINI
Trakoma
Adalah peradangan pada mata akibat infeksi bakteri
Chlamydia Trachomatis.
Dikenal sebagai “penyakit kemiskinan”
Tersebar di daerah kering dan kurang sanitasi
Data dunia
41 juta orang mengalami infeksi aktif
8.2 juta orang mengalami trakoma berat dan terancam buta
Data Indonesia
Belum ada data resmi
Memerlukan upaya PREVENTIF dan DETEKSI DINI
Program Pemerintah
1967
Program pemberantasan trakoma dan defisiensi vitamin A
1984
Upaya Kesehatan Mata/Pencegahan Kebutaan (UKM/PK)
sebagai kegiatan pokok Puskesmas
1987
Program Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna
(PPKP) oleh BKMM dan Rumah Sakit daerah
Program Pemerintah
2005
Rencana Strategi Nasional untuk Penanggulangan Gangguan
Penglihatan & Kebutaan (PGPK) untuk mencapai “Mata
Sehat 2020”
Kepmenkes No 1473/Menkes/SK/X/2005
Visi
“Setiap penduduk Indonesia pada tahun 2020 memperoleh
kesempatan/hak untuk melihat secara optimal”
Strategi
Meningkatkan jumlah dokter dan perawat puskesmas yang
telah dibina oleh dokter spesialis mata RS
kabupaten/kota/BKMM
Program Pemerintah
Peranan Puskesmas
Promotif
Peningkatan gizi (xerophthalmia, katarak)
Peningkatan higiene (trakoma)
Preventif
Pemberian vitamin A (xerophthalmia)
Deteksi dini
Skrining anak usia sekolah (kelainan refraksi)
Skrining penduduk usia > 40 tahun (katarak, glaukoma, DR)
Terapi dini
Pemberian vitamin A (xerophthalmia)
Pemberian antibiotika topikal dan oral (trakoma)
Anatomi dan Fisiologi
Mata
Monalisa S Rizal Z
Fungsi
Organ penglihatan
Mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang
dipersepsikan sebagai “image” oleh otak
Organ keseimbangan
Bekerjasama dengan telinga
Anatomi
Mata, tampak depan
Anatomi
Palpebra
Terdiri atas:
Kulit di permukaan anterior
Otot dan jaringan tulang rawan (tarsus) di bagian medial
Membran mukosa (konjungtiva tarsalis) di permukaan
posterior
Kelenjar sebasea (Zeis),kelenjar keringat (Moll), & Meibom
Cilia (bulu mata)
Fungsi
Melindungi mata dengan refleks mengedip
Distribusi air mata ke seluruh permukaan anterior bola mata
Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata
Anatomi
Palpebra
Anatomi
Konjungtiva
Membran mukosa, tipis, dan transparan,
Melapisi bagian anterior sklera dan bagian dalam palpebra
Melekat longgar dengan sklera bola mata bebas
bergerak
Mengandung banyak sel goblet yang berfungsi sebagai
kelenjar
Dibagi 2 :
Bulbar melapisi anterior bola mata (selain kornea)
Tarsal melapisi dinding dalam palpebra
Perbatasan antara konjungtiva bulbar dan tarsal adalah forniks
Anatomi
Konjungtiva
Anatomi
Sistem lakrimal
Terdiri atas:
Glandula lakrimal
Duktus nasolakrimal
Fungsi:
Sebagai komponen air mata (tears) bersama-sama dengan
kelenjar Meibom, Zeis, Moll, dan Goblet
Drainase , melalui pungtum lakrimal superior dan inferior,
menuju duktus nasolakrimal
Anatomi
Sistem lakrimal
Anatomi
Sklera
Jaringan ikat padat terdiri dari serat-serat kolagen
Sebagai dinding luar pembentuk 5/6 bagian bola mata
Iris
“Diafragma mata”, terletak di atas lensa, dan memisahkan antara
bilik mata depan dengan bilik mata belakang
Terdiri atas otot sphincter pupillae dan dilatator pupillae
Pupil
Area sentral iris yang terbuka
Berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata
dengan cara mengecil (miosis) saat cahaya terang, dan melebar
(midriasis) saat gelap
Anatomi
Potongan melintang bola mata
Anatomi
Iris dan pupil
Anatomi
Kornea
Jaringan avaskular, transparan, berbentuk kubah, dan membentuk
1/6 bagian anterior bola mata
Sebagai media refraksi (pembiasan) cahaya
Cilliary body (badan siliar)
Produksi akuos humor yg mengisi bilik mata depan
Menggantung lensa melalui zonula Zinn
Anatomi
Kornea, tampak dari samping
Anatomi
Lensa
Berbentuk bikonveks (cembung) dan transparan
Sebagai media refraksi (pembiasan) cahaya
Memiliki kemampuan akomodasi (menebal/menipis)
Anatomi
Lensa
Anatomi
Vitreus humor (badan kaca)
Berbentuk gel transparan
Mengisi rongga belakang bola mata (sebagai tampon internal)
Sebagai media refraksi (pembiasan) cahaya
Koroid
Terdiri atas kapiler-kapiler pembuluh darah sebagai sumber
vaskularisasi organ2 di dalam bola mata
Optic nerve (nervus optikus)
Merupakan kumpulan (bundle) dari akson-akson sel-sel
fotoreseptor yang meneruskan impuls listrik dari retina ke otak
Anatomi
Anatomi
Retina
Lapisan tipis transparan yang berfungsi sebagai
fotoreseptor (menyerap dan mengubah cahaya menjadi
impuls listrik yang diteruskan ke otak)
Terdiri atas sel-sel fotoreseptor
Sel cone (kerucut), berfungsi pada kondisi terang
Sel rod (batang), berfungsi pada kondisi minim cahaya
Makula
Bagian sentral retina yang berfungsi pada penglihatan sentral
Retina perifer
Seluruh retina diluar makula yang berfungsi pada penglihatan
perifer
Anatomi
Retina
Anatomi
Otot-otot ekstraokular
Setiap mata terdiri dari 6 buah otot:
Musculus rectus superior
Musculus rectus inferior
Musculus rectus lateral
Musculus rectus medial
Musculus oblique superior
Musculus oblique inferior
Anatomi
Otot-otot mata dan rongga orbita
Fisiologi
Proses penglihatan
Mata berfungsi sebagai “penangkap cahaya”
Cahaya yang masuk akan dibiaskan oleh media refraksi:
Kornea
Lensa
Badan vitreus
Difokuskan (dibiaskan) ke retina (makula)
Fotoreseptor mengubah energi cahaya menjadi impuls
listrik
Impuls diteruskan melalui akson-akson (nervus optikus)
menuju otak di daerah oksipital
Impuls dipersepsikan oleh otak sebagai benda (image)
Fisiologi
Proses penglihatan
Fisiologi
Penglihatan sentral
Penglihatan paling tajam yang fungsinya dilakukan oleh
makula
Penglihatan perifer
Penglihatan yang fungsinya dilakukan oleh bagian retina
selain makula
Temporal
: 90 derajat
Inferior
: 70 derajat
Medial
: 60 derajat
Superior
: 60 derajat
Penglihatan sentral dan perifer membentuk lapang
pandangan (field of view)
Fisiologi
Visual pathway
PEMERIKSAAN MATA
dr. Monalisa Rizal, SpM
Pemeriksaan rutin
Tajam penglihatan (visus/refraksi)
Tonometri
Posisi dan pergerakan bola mata
Refleks pupil/refleks cahaya
Lapang pandangan (field of view)
Slit lamp biomikroskopi
funduskopi
Tajam penglihatan (visus/refraksi)
• Pemeriksaan untuk menilai tajam penglihatan sentral
• Dibagi 2:
• Jauh
• Untuk mendeteksi miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun
dekat), dan astigmatisme (kelainan silindris)
• Dekat
• Untuk mendeteksi gangguan akomodasi (gangguan baca)
Visus jauh
– Visus normal (emetropia) : 6/6
– Jarak periksa
• 6 meter
• 3 meter (menggunakan cermin)
– Alat-alat
• Snellen chart (Tumbling E bila pasien buta huruf)
• Trial lens set (untuk skrining cukup memakai pin hole)
• Trial frame
Pin hole tes
Snellen chart
Trial lens & trial frame
Pemeriksaan visus
Teknik pemeriksaan (untuk skrining)
Pasien duduk 6 meter dari chart (3 meter bila menghadap
cermin dan chart ada di atas kepala pasien)
Minta pasien menutup mata kiri untuk memeriksa mata
kanan
Minta pasien untuk membaca huruf terbesar pada chart
Bila terbaca, teruskan sampai huruf terkecil yang mampu
dibaca pasien
Tajam penglihatan/visus pasien adalah 6/….. (…..sesuai
notasi yang terdapat disamping huruf terkecil yang masih
terbaca, contoh: 6/20), artinya adalah pasien dapat
membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang normal
dapat terbaca pada jarak 20 meter
Pemeriksaan visus
Teknik pemeriksaan
Bila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada
chart,
Lanjutkan dengan meminta pasien menyebutkan jumlah
jari (hitung jari) pemeriksa yang ditunjukkan dari jarak 1,
2, atau 3 meter di depan pasien.
Bila pasien dapat menyebutkan dengan benar pada jarak 2
meter, maka visus pasien adalah 2/60, artinya pasien dapat
menghitung jari dari jarak 2 meter yang oleh orang normal
dapat dilakukan dari jarak 60 meter.
Bila pasien tidak dapat menghitung jari dengan benar,
lanjutkan dengan lambaian tangan dari jarak 1 meter
Pemeriksaan visus
Teknik pemeriksaan
Bila pasien dapat melihat arah lambaian tangan (atasbawah atau kiri-kanan) maka visus pasien adalah 1/300,
artinya pasien dapat melihat lambaian tangan dari jarak 1
meter yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 300
meter.
Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan dari jarak
1 meter, lanjutkan dengan memberikan cahaya dari jarak 1
meter (persepsi cahaya)
Bila pasien dapat melihat cahaya, maka visus pasien adalah
1/~ atau LP (+), artinya pasien hanya dapat melihat sinar
dari jarak 1 meter yang oleh orang normal dapat dilakukan
pada jarak tak terhingga
Pemeriksaan visus
Teknik pemeriksaan
Jika pasien tidak dapat melihat sinar dari jarak 1 meter
maka visus pasien adalah NLP atau LP(-), yang artinya No
Light Perception
Ulangi hal yang sama pada mata kiri (mata kanan ditutup)
Teknik dengan pin hole
Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan
refraksi dan mencari kemungkingan adanya kelainan
organik
Dilakukan pada pasien dengan visus hitung jari (1/60) atau
lebih baik, dan belum mencapai emetropia (6/6)
Pemeriksaan visus
Teknik pemeriksaan pin hole
Setelah didapatkan visus pasien belum mencapai 6/6 maka
pasien diminta untuk mengintip lewat lubang kecil pada pin
hole, lalu kembali membaca chart dari atas ke bawah
Bila dengan pin hole visus mencapai 6/6, maka pasien
PASTI memiliki kelainan refraksi saja
Bila dengan pin hole visus pasien tidak menjadi lebih baik,
maka PASTI memiliki kelainan organik pada mata (kelainan
pada kornea, bilik mata depan, pupil, lensa, badan vitreus,
retina, atau pada korteks serebri)
Tonometri
• Menilai tekanan intraokular (TIO)
• Nilai normal 10-21 mmHg
• Tujuan pemeriksaan terutama untuk skrining glaukoma
• Jenis-jenis
–
–
–
–
Tonometer schiotz
Tonometer applanation
Tonopen
Non-contact tonometer
Aplanasi
Schiotz
Tonopen
Non contact tonometer
Tonometri Schiotz
Tonometri Schiotz
Alat dan bahan
Tonometer schiotz
Anestesi topikal (pantocain®)
Kapas alkohol
Teknik pemeriksaan
Pasien berbaring setelah mata yang akan diukur diberikan
anestesi topikal
Siapkan tonometer Schiotz dengan menggunakan beban 7.5
lalu kalibrasi pada lempeng kalibrasi dan pastikan jarum
menunjukkan skala 0
Bersihkan “footplate” dengan kapas alkohol
Tonometri Schiotz
Teknik pemeriksaan
Minta pasien mengangkat salah satu tangan di atas mata
(berfungsi sebagai titik fiksasi pasien) hingga kornea
terekspos seluruhnya
Letakkan tonometer secara tegak lurus di atas kornea
tanpa memberikan tekanan pada bola mata
Untuk memastikan manuver dilakukan tanpa tekanan,
pastikan bagian “handle” terletak di tengah-tengah
“sleeve”
Baca skala angka yang ditunjukkan jarum pada bagian atas
tonometer.
Tonometri Schiotz
Teknik pemeriksaan
Bila jarum menunjukkan skala 8, maka konversikan skala 8
dengan beban 7.5 pada lembar konversi. Didapatkan hasil
konversi 15.6 mmHg
Sebaiknya pengukuran dilakukan beberapa kali (3 kali)
kemudian hasil yang didapat dirata-ratakan agar hasil
pengukuran lebih akurat
Lakukan hal yang sama pada mata berikutnya
Kelainan Refraksi
Monalisa S Rizal Ziaulhak
Kelainan Refraksi
Definisi
Kelainan yang timbul akibat ketidakseimbangan antara
kekuatan refraktif (daya bias) mata dengan panjang aksial
(antero-posterior) bola mata
Daya bias mata
Dimiliki oleh media refraksi mata
Kornea
: 42 dioptri (40 D)
Lensa
: 17 dioptri (17 D)
Daya bias total mata ± 60 D
Panjang aksial bola mata
Diukur dari anterior kornea – makula, ± 22 mm
Kelainan refraksi
Tipe-tipe kelainan refraksi
Rabun jauh (miopia)
Rabun dekat (hipermetropia)
Astigmatisme (kelainan silindris)
Keluhan pasien
Penglihatan semakin kabur secara perlahan-lahan
Saat menonton tivi
Saat mengendarai kendaraan
Penglihatan berbayang
“Ocular discomfort” (mata cepat pegal, gampang berair)
Kelainan refraksi
Pemeriksaan
Tajam penglihatan (refraksi/visus)
Miopia
Benda yang lebih jauh terlihat lebih jelas dibandingkan
benda yang terletak lebih dekat
Timbul akibat titik fokus sinar yang masuk ke dalam mata
jatuh di depan makula
Terapi dengan kacamata minus
Bertujuan memundurkan titik fokus agar jatuh tepat di makula
Kelainan refraksi
Rabun jauh (miopia)
Kelainan refraksi
Hipermetropia
Benda yang terletak lebih dekat terlihat lebih kabur
dibandingkan benda yang terletak lebih dekat
Timbul akibat titik fokus sinar yang masuk ke dalam mata
jatuh di belakang makula
Terapi dengan kacamata plus
Bertujuan untuk memajukan titik fokus agar jatuh tepat di
makula
Keluhan ggn penglihatan
Rabun dekat (hipermetropia/hiperopia)
Kelainan refraksi
Astigmatisme (silindris)
Benda yang dilihat pasien tampak tidak lurus (melengkung)
dan berbayang
Terjadi akibat daya bias mata tidak sama di seluruh
meridian sehingga terdapat 2 titik fokus dari sinar yang
masuk ke dalam mata
Terapi dengan kacamata silindris minus atau silindris plus
Bertujuan untuk menyatukan 2 titik fokus di atas agar
keduanya jatuh tepat di makula
Keluhan ggn penglihatan
Silindris (astigmatisme)
Kelainan refraksi
Pilihan terapi lainnya
Lensa kontak
Laser
Skrining kelainan refraksi
Diutamakan pada anak usia sekolah (6-18 tahun)
Alat-alat
Snellen chart/tumbling E
Pin hole
Setiap siswa/i yang visus tidak mencapai 6/6, dirujuk ke
spesialis mata terdekat
Katarak
Monalisa Samsul Rizal Z
Definisi
Kekeruhan pada lensa
Anatomi lensa
Jaringan avaskular dan
transparan
Nutrisi terutama dari cairan
akuos dan vitreus
Terdiri dari 3 bagian
Kapsul
Korteks
Nukleus
Fisiologi
Lapisan sel epitel lensa
Tipe A
Tipe E (aktif bermitosis)
Sel epitel berkembang
membentuk serat lensa (lens
fiber) dan membentuk
korteks
Lens fiber menumpuk/
memadat di bagian sentral
membentuk nukleus
Tipe-tipe katarak
Berdasarkan usia
Kongenital ( < 1 tahun)
Juvenile ( 1-40 th)
Senilis ( > 40 th)
Etiologi
Usia tua (senilis)
Trauma (tumpul, tajam, elektrik)
Toksik (steroid, anti psikosis)
Inflamasi intraokular (uveitis)
Radiasi
Penyakit sistemik
Diabetes melitus
Hipokalsemia
Katarak senilis
Prevalensi
50% pada usia 65-74 tahun
75% pada usia > 75 tahun
Patogenesis
Bersifat multifaktorial
Reaksi oksidasi yang tidak terkompensasi pada lensa akan
diikuti oleh denaturasi protein pada serat-serat lensa
Serat-serat lensa akan berikatan satu sama lain
menimbulkan sklerosis pada nukleus
Lensa kehilangan sifat jernihnya katarak
Tipe katarak
Berdasarkan morfologi
Imatur
Kortikalis
Nuklearis
Sub kapsularis posterior
Matur (advance)
Melibatkan seluruh lapisan lensa
Tipe katarak
Tipe katarak
Faktor resiko
Usia (40 tahun ke atas)
Gizi kurang
Merokok
Penyakit sistemik
Diabetes melitus
Hiperkalsemia
Penggunaan obat-obatan jangka panjang
Steroid
Anti psikosis
Gambaran klinis
Gejala
Visus turun perlahan terutama saat siang hari
Seperti melihat asap
Mata tidak merah
Ukuran kacamata cepat berubah
Tanda
Leukokoria
Pupil tampak berwarna putih
Gambaran klinis
Gambaran klinis
Pemeriksaan tambahan
Bertujuan untuk persiapan operasi
Darah perifer
Gula darah
Bleeding time
Clotting time
Biometri
Mengukur kelengkungan kornea
Mengukur panjang bola mata
Mengukur ketebalan lensa mata
Tujuan untuk menentukan kekuatan lensa tanam yang akan
digunakan
Terapi
Medikamentosa
Untuk menghambat progresifitas kekeruhan lensa
Anti oksidan (vitamin C dan E)
Operasi
Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Implantasi Intra Ocular Lens (IOL)
Teknik
Manual (insisi luka 8-10 mm)
Mesin / fakoemulsifikasi (insisi luka 3 mm)
Indikasi operasi
Medis
Katarak matur
Visus < 3/60 dengan koreksi terbaik
Terdapat komplikasi
Glaukoma
Uveitis
Sosial
Aktivitas sehari-hari sudah terganggu
Kosmetik
Pada mata dengan visus NLP
Intra ocular lens (IOL)
Operasi katarak
Terapi pasca operasi
Medikamentosa
Antibiotik topikal
Anti inflamasi topikal
Diberikan selama 1 bulan sesuai masa penyembuhan luka
Hindari sumber infeksi (air, debu dll)
Kaca mata
Melihat jauh
Membaca
Prognosis
Visual
Baik
Terkadang memerlukan kaca mata
Skrining katarak
Target populasi
Penduduk usia 40 tahun ke atas
Memiliki faktor resiko penyakit metabolik
Diabetes Mellitus
Hipertensi
Alat-alat
Snellen chart/tumbling E
Pin hole
Senter dan loupe binokular
Untuk melakukan “shadow test”
Skrining katarak
Shadow test
Dilakukan untuk menilai derajat kekeruhan lensa
Alat
Senter
Loupe binokular
dasar-dasar
Semakin tipis kekeruhan di bagian posterior lensa, maka makin
besar bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut. Semakin
tebal kekeruhan lensa, maka semakin kecil bayangan iris pada
lensa yang keruh tersebut
Skrining katarak
Shadow test
Teknik pemeriksaan
Senter diarahkan ke pupil dengan membentuk sudut 45°
dengan dataran iris
Dengan menggunakan loupe, dilihat bayangan iris pada lensa
Penilaian
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh
terhadap pupil, berarti lensa belum keruh seluruhnya (katarak
imatur), keadaan ini disebut shadow test (+)
Bila bayangan pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil,
berarti lensa sudah keruh seluruhnya (katarak matur), keadaan
ini disebut shadow test (-)
GLAUKOMA
Monalisa Samsul Rizal Ziaulhak
Definisi
Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai oleh:
Peningkatan Tekanan Intra Okular (TIO) yg menyebabkan
Kerusakan nervus optikus, disertai dengan
Gangguan lapang pandangan
Dikenal juga sebagai “Trias Glaukoma”
Tekanan Intra Okular (TIO)
Tekanan yang terbentuk di dalam bola mata akibat
adanya proses produksi dan ekskresi akuos humor
Akuos humor
Cairan yang diproduksi oleh badan siliar
Mengisi bilik mata depan
Jumlah produksi dan ekskresi harus seimbang agar TIO
normal
TIO normal : 10-21 mmHg diukur dengan tonometri
Kenaikan TIO umumnya terjadi akibat hambatan pada
aliran pengeluaran (outflow) akuos humor
Aliran Akuos Humor
Nervus Optikus
Kumpulan akson-akson dari sel-sel fotoreseptor (sel
batang dan kerucut) yang tersebar di seluruh retina
berfungsi mengalirkan impuls-impuls listrik ke otak
Pemeriksaan dilakukan menggunakan oftalmoskop
Nervus Optikus
Lapang Pandangan
Adalah seluruh area penglihatan yang dapat dilihat oleh
mata
Gabungan antara:
Penglihatan sentral oleh makula
Penglihatan perifer oleh bagian retina selain makula
Temporal
: 90 derajat
Inferior
: 70 derajat
Nasal
: 60 derajat
Superior
: 60 derajat
Pemeriksaan dengan perimetri/kampimetri
Lapang Pandangan
Patogenesis Glaukoma
Hambatan
outflow akuos
humor
Peningkatan TIO
secara kronis
Penekanan pada
nervus optikus
Defek
(gangguan)
lapang
pandangan
Kerusakan
akson-akson
Gambaran klinis
Keluhan pasien
Tahap awal
Tanpa keluhan, terkadang hanya pegal di mata karena TIO
mulai meningkat
Mulai terasa defek lapang pandangan perifer (seringkali tidak
disadari pasien)
Tahap akhir
Defek lapang pandangan mulai mendekati penglihatan sentral
(pasien seperti melihat dari lubang/ “tunnel vision” )
Bila berjalan pasien mulai sering menabrak-nabrak
Visus mulai turun sampai akhirnya menjadi buta
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan didapatkan
Visus
Normal pada tahap awal penyakit
Turun pada tahap akhir penyakit
TIO meningkat pada tonometri
Papil glaukomatosa pada oftalmoskopi
Defek lapang pandangan pada perimetri
Gambaran klinis
Terapi
Prinsip
Mengontrol TIO dalam batas normal
Kerusakan Nervus Optikus yang sudah terjadi bersifat
permanen
DETEKSI DINI untuk mencegah kebutaan
Pilihan terapi
Medikamentosa
Menurunkan produksi akuos humor
Meningkatkan outflow akuos humor
Neuroproteksi
Bedah
Terapi
Medikamentosa
Beta bloker (timolol, betaxolol)
Parasimpatomimetik/miotikum (pilokarpin, carbachol)
Carbonic anhydrase inhibitor (acetazolamide)
Alpha-2 adrenergic agonist (brimonidine)
Neuroprotektif
Bedah
Laser trabekuloplasti
Trabekulektomi
Siklodestruksi
Terapi
Faktor resiko glaukoma
Usia di atas 40 tahun
Ras kulit hitam dan melayu
Riwayat glaukoma dalam keluarga
Diabetes mellitus
Hipertensi
Miopia
Skrining glaukoma
Dilakukan pada populasi dengan resiko glaukoma
Pemeriksaan
Tajam penglihatan
Snellen chart/tumbling E
Pin hole
Tonometri schiotz
Retinopati Diabetik
Monalisa Samsul Rizal Ziaulhak
Definisi
Adalah kelainan retina berupa kebocoran pembuluh
darah yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus
Epidemiologi
Belum ada data resmi di Indonesia
Amerika
7% penderita yang telah menderita DM < 10 tahun
26% penderita yang telah menderita DM antara 10-14 tahun
63% penderita yang telah menderita DM > 15 tahun
Retinopati Diabetik lebih terkait durasi penyakit DM
dibandingkan kadar gula darah penderitanya
Anatomi retina
Retina terutama terdiri atas sel-sel fotoreseptor
Sel kerucut (cone)
Untuk penglihatan sentral dan warna
Terutama terletak di bagian makula
Berfungsi pada kondisi terang
Sel batang (rod)
Untuk penglihatan perifer dan kontras hitam-putih
Terutama terletak di bagian perifer retina
Berfungsi pada kondisi minim cahaya
Anatomi retina
Vaskularisasi retina
1/3 bagian dalam : arteri & vena retina sentral
2/3 bagian luar
: koroid
Makula adalah bagian sentral retina yang AVASKULAR
Anatomi retina
Patogenesis
Kadar glukosa
serum meningkat
(hiperglikemia)
Kerusakan
endotel
pembuluh darah
(mikroangiopati)
Kebocoran
pembuluh darah
(eksudasi)
Pembentukan
pembuluh darah
baru
(neovaskularisasi)
Release Vascular
Endothelial
Growth Factors
(VEGF)
Iskemia jaringan
retina
Kebocoran
tambahan berasal
dari
neovaskularisasi
Patogenesis
Gambaran klinis
Keluhan
Visus turun jika makula sudah terlibat
Defek lapang pandangan (skotoma)
Gambaran klinis
Tipe-tipe diabetik retinopati
Non proliferatif diabetik retinopati (NPDR)
Kelainan terbatas di lapisan retina
Eksudat
Perdarahan
Neovaskularisasi
Proliferatif diabetik retinopati (PDR)
Kelainan sudah melibatkan vitreus
Perdarahan vitreus
Robekan retina
Neovaskularisasi mencapai iris (rubeosis iridis)
Gambaran klinis
Pemeriksaan penunjang
Oftalmoskopi/funduskopi
Foto fundus
Sebagai dokumentasi
Fundus angiografi
Menilai pembuluh darah
yang bocor dan daerah
retina yang iskemia
Terapi
Medikamentosa
Kontrol kadar gula darah konsultasi SpPD
Untuk retinopatinya tidak ada obat-obatan khusus
Laser
Diberikan pada bagian retina yang mengalami kebocoran
pembuluh darah dan iskemia
Tujuan untuk mengurangi release VEGF menghambat
neovaskularisasi
Operasi
Vitrektomi
Pada PDR (vitreus telah terlibat)
Terapi
Skrining
Prinsip tatalaksana diabetik retinopati adalah
PENCEGAHAN
Skrining dilakukan pada semua penderita diabetes
melitus, yang baru terdiagnosis maupun yang telah lama
Kontrol gula darah secara ketat dapat mencegah
progresifitas retinopati diabetik
Kelainan Mata pada
Defisiensi Vitamin A
Monalisa Samsul Rizal Ziaulhak
Definisi
Adalah kelainan mata yang timbul akibat defisiensi
vitamin A, disebut juga Xerophthalmia
Epidemiologi
Dunia
1-5% anak pra-sekolah menderita xerophthalmia
Indonesia
50.2% balita mengalami kadar serum retinol rendah (<20µg/dL)
60.000 anak balita menderita xerophthalmia yang terancam
buta (HKI-1998)
Vitamin A (Retinol)
Vitamin larut lemak
Fungsi
Proses penglihatan (fototransduksi)
Diferensiasi sel epitel
Pertumbuhan
Imunitas selular
Anti oksidan
Pembentukan sel darah (hemopoiesis)
Vitamin A (Retinol)
Vitamin A Deficiency Disorders (VADD)
Kadar serum retinol < 20 µg/dL
Gambaran klinis
Growth retardation
Anemia
Infeksi berulang
XEROPHTHALMIA
Prevalensi (dunia)
140 juta anak pra sekolah & > 7 juta wanita
XEROPHTHALMIA
Patogenesis
Fungsi normal sel fotoreseptor batang terganggu
Kerusakan sel-sel goblet pada konjungtiva
Gambaran klinis
Night blindness (rabun senja/rabun ayam)
Xerosis konjungtiva
Bitot’s spots
Xerosis kornea
Keratomalasia/ulkus kornea
Corneal scar (jaringan parut kornea)
Xerosis konjungtiva
Bitot’s spots
Xerosis kornea
keratomalasia
Corneal scar
Faktor resiko
Anak-anak
Wanita hamil/menyusui
Gizi buruk
Marasmus
Kwasiorkor
Diare kronis
Pasca infeksi campak
Terapi
Asupan Vitamin A
100.000 – 400.000 IU tergantung usia
Anak-anak diberikan 200.000 IU selama 1-4 minggu
Responsif (kesembuhan dalam 1-3 minggu, kecuali telah
timbul jaringan parut)
Night blindness respon dalam 48 jam
Xerosis kornea respon dalam 1 minggu
Bitot’s spot respon dalam 2 minggu
Transplantasi kornea
Pada penderita dengan jaringan parut kornea
Skrining
Dilakukan pada populasi beresiko
Anak-anak
Ibu hamil/menyusui
Gizi buruk
Diare kronis
Pasca infeksi campak
Alat-alat
Snellen chart/tumbling E
Pin hole
Senter
Binokular loupe
Trakoma
Monalisa Samsul Rizal Ziaulhak
Definisi
Kelainan pada mata akibat infeksi oleh Chlamydia
Trachomatis
Epidemiologi
Dunia
150 juta orang terinfeksi aktif
8 juta orang buta 2/3 wanita
Indonesia
Jumlah pasti tidak diketahui krn kasus trakoma termasuk
dalam kategori kebutaan kornea pada survey kesehatan indera
Diperkirakan jumlah infeksi aktif akan meningkat akibat krisis
ekonomi yang terjadi
Peta global infeksi aktif trakoma
Chlamydia Trachomatis
Bakteri obligat intraselular
Menyerang epitel mukosa manusia
Mata
Saluran genital
: trakoma
: uretritis non GO
Transmisi antar manusia
kontak langsung
Berjabatan tangan
Penggunaan handuk, sapu tangan, tisu secara bersama
Tidak langsung
Serangga (lalat)
Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis
Gambaran klinis
Keluhan pasien
Mata merah
Gatal
Mata belekan
Tanda
Folikel di konjungtiva tarsalis
Sikatrik konjungtiva tarsalis
Trikiasis cilia mengarah ke bola mata
Sikatrik kornea menyebabkan kebutaan
Trachoma grading (WHO)
Trachoma grading (WHO)
Trachoma grading (WHO)
Trachoma grading (WHO)
Trachoma grading (WHO)
Trachoma grading (WHO)