mu`tazilah - irsyadbki

Download Report

Transcript mu`tazilah - irsyadbki

PERTEMUAN KESEBELAS
ALIRAN MU’TAZILAH
ASAL USUL MU’TAZILAH
Secara garis besar ada dua informasi yang
menjelaskan tentang nama mu’tazilah:
1. Syahrastani mengatakan bahwa nama
mu’tazilah berasal dari peristiwa perdebatan
antara Wasil bin Ata’ dengan Hasan Basri,
tentang pelaku dosa besar, yang kemudian
Wasil memisahkan diri (I’tazala anna, kata
Hasan). Tasya Kubra Zadah menyatakan
bahwa nama itu diberikan oleh Qatadah, ketika
melihat adanya majlis lain selain Hasan Basri
dalam sebuah masjid di Basrah (majlis Amr
bin Ubaid).
2. Ahmad Amin menyatakan bahwa nama
mu’tazilah telah muncul sejak adanya pertikaian
politik antara Ali dan Mu’awiyah, mereka
memisahkan diri dari orang-orang yang terlibat
dalam pertikaian tersebut. Nama tersebut
dikemukakan oleh Qais, seorang pengikut Ali,
ketika melihat banyak orang yang memisahkan diri
darinya (I’tazalat ila Karbita).
- Kesimpulannya: ada dua peristiwa yang
melahirkan nama mu’tazilah, yakni peristiwa
perselisihan Ali dan Mu’awiyah (mu’tazilah
pertama), dan peristiwa perdebatan antara Hasan
dan Wasil tentang pelaku dosa besar (mu’tazilah
kedua).
EKSISTENSI MU’TAZILAH
-Jika
dilihat dari segi ilmu kalam/tauhid, maka
aliran mu’tazilah yang dimaksudkan di sini adalah
yang dimunculkan oleh Wasil bin Ata’, karena
itulah dia dianggap sebagai pendiri mu’tazilah.
- Setelah wafat digantikan oleh muridnya Bisyr bin
Said. Kemudian dilanjutkan lagi oleh murid Bisyr
yaitu Abu Huzail (seorang ahli debat yang
menguasai logika dan filsafat Yunani).
-Ajaran Abu Huzail kemudian dilanjutkan secara
berturut-turut oleh an-Nazam, al-Juba’ial-Khayyat
dan Ibnu Asyras.
Masing-masing
tokoh tersebut membawa ide yang
berbeda, namun sama-sama berdasarkan pada rasio,
seperti:
Wasil bin Atha’ membawa konsep manzilah wa
manzilataini. (tempat diantara dua tempat).
Abu Huzail membawa konsep nafy sifat, yakni Tuhan
tidak punya sifat, karena yang disebut sifat itu
menyatu pada zat Tuhan. Kemudian dia juga
membawa konsep fungsi akal dan wahyu. Baginya,
akal memiliki empat fungsi utama, yakni : a)
mengetahui Tuhan, b) mengetahui baik dan buruk, c)
kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang
buruk. D) kewajiban beribadah kepada Tuhan.
Tokoh
an-Nazam menolak pendapat bahwa al-Qur’an
mengandung mu’jizat secara bahasa. Karena
menurutnya, jika Tuhan mengizinkan, maka pasti
akan ada orang Arab yang mampu membuat seperti
al-Qur’an. Tapi karena Tuhan tidak mengizinkan, maka
mereka tidak melakukannya. Mu’jizat al-Qur’an hanya
terletak pada informasi sejarah masa lalu, serta halhal yang berkaitan dengan sesuatu yang gaib.
Dia juga membawa konsep tentang kalam Allah yang
bersifat baru, bukan qadim. Kalam Allah yang qadim
hanyalah kalam Allah yang masih berada di luh
mahfuz. Jika kalam tersebut sudah berubah menjadi
kalimat, dan dapat dibaca, maka dia bukan qadim
lagi, tapi baru (diciptakan seperti makhluk).
Ibnu
Abbad membawa konsep naturalisitik,
dimana proses kejadian alam secara terperinci
bukanlah urusan Tuhan. Menurutnya Tuhan hanya
menciptakan unsur-unsur dasar, seperti tanah, air,
udara, dan api. Begitu juga dengan perbuatan
manusia, yang diciptakan Tuhan hanya daya atau
energi secara azali. Sedangkan penggunaan daya
tersebut adalah urusan manusia.
Kemudian al-Juba’I yang membawa konsep
bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata
lahir, meskipun pada hari akhirat. Menurutnya
juga fungsi wahyu adalah untuk mengetahui besar
kecilnya balasan dari perbuatan manusia.
Aliran Mu’tazilah mendapat tempat istimewa pada masa
khalifah al-Makmun. (813-833 M). Pada masa inilah
aliran Mu’tazilah dijadikan sebagai mazhab kerajaan.
Sehingga siapapun yang berbeda pendapat dengan
mazhab Mu’tazilah dianggap sebagai subversif, mereka
akan menghadapi hukuman dari kerajaan. Inilah satu
bukti bahwa mu’tazilah menjalankan dakwah dengan
kekerasan.
Salah seorang ulama yang menjadi rival utama dari
ajaran mu’tazilah adalah Ahmad bin Hanbal. Karena itu
pula beliau mendapat hukuman dari kerajaan.
Namun setelah al-makmun wafat, digantikan oleh
putranya al-Mutawakkil, mazhab mu’tazilah dicabut
sebagai mazhab negara, dan digantikan dengan mazhab
ahlu sunnah wal jamaah. Maka sejak itu aliran mu’tazilah
semakin tidak jelas perkembangannya. Namun secara ajaran
dia sudah banyak mempengaruhi masyarakat.
Ajaran-ajaran Mu’tazilah:
Dalam sejarahnya, ajaran mu’tazilah mereka
sebut dengan al-ushul al-khamsah, yakni tauhid,
keadilan Tuhan, al-wa’ad dan al-wa’id, manzilah
baina manzilatain, amar ma’ruf dan nahyu
mungkar.
1. Ajaran tauhid. Tuhan adalah zat yang Esa,
karena itu tidak berlaku konsep antropomorpisme
yang mengakui bahwa sifat-sifat Tuhan dapat
diumpamakan dengan sifat manusia. Mereka juga
menolak pendapat yang menyatakan bahwa
Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala (di
akhirat). Karena itu pula mereka menolak adanya
sifat-sifat Tuhan. JikaTuhan punya sifat, maka
keesaan Tuhan tidak murni lagi (tidak tanzih).
Berkaitan
dengan sifat Tuhan, Kaum mu’tazilah
membagi nya kepada dua kelompok: a) sifat-sifat
yang merupakan esensi zat Tuhan, disebut sifat
zatiah, b) sifat-sifat yang merupakan perbuatan
Tuhan, disebut sifat fi’liyah.
Yang termasuk sifat zatiah adalah sifat-sifat yang
berkaitan dengan esensi zat Tuhan, seperti Maha
Tahu, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha
Mendengar, Maha Melihat, dll. Semuanya itu tidak
dapat dipisahkan dari zat Tuhan.
Yang termasuk sifat fi’liyah adalah sifat-sifat
yang berhubungan langsung dengan makhluk,
seperti al-iradah, kalam, al-’adl, dll.
2. AJARAN KEDUA, AL-’ADL.
Keadilan Tuhan bagi mu’tazilah merupakan sebuah
kewajiban. Menurut Abd al-Jabbar, Tuhan disebut berbuat
adil, artinya Tuhan senantiasa berbuat yang baik.
Sebaliknya mustahil Tuhan berbuat yang zalim.
Dalam konteks ini, muncul paham al-shalah wa al-ashlah,
yakni Tuhan selalu berbuat baik dan mendatangkan
kebaikan pada manusia. Salah satu bukti dari keadilan
Tuhan adalah dengan diutusnya para rasul beserta kitab
sucinya.
Bentuk lain dari keadilan Tuhan adalah kewajiban Tuhan
memberikan daya kepada manusia, untuk
menjalanikehidupan di dunia ini. Dengan demikian
keadilan Tuhan di sini erat kaitannya dengan perbuatan
manusia.
Tuhan dianggap adil jika Tuhan tidak ikut campur dalam
perbutan manusia, karena kewenangan Tuhan disini
hanyalah memberikan daya sejak azali. Sedangkan
proses penggunaan daya tersebut adalah kewenangan
manusia. Karena itulah manusia harus bertanggung
jawab terhadap perbuatannya di akhirat.
3. AJARAN KETIGA, AL-WA’D WA AL-WA’ID
Ajaran ketiga ini merupakan konsekuensi logis dari ajaran
yang kedua tentang keadilan Tuhan.
Tuhan tidak dapat disebut adil , jika tidak memberi
pahala kepada orang yang beramal saleh, dan tidak
menghukum orang yang berbuat maksiat.
Keadilan Tuhan mewajibkan-Nya memberikan pahala
kepada yang berbuat baik, dan siksa kepada yang
berbuat jahat.
4. AJARAN KEEMPAT, AL-MANZILAH BAINA MANZILATAINI.
Konsep
ini berkaitan dengan pelaku dosa besar.
Konsekuensi dari keadilan Tuhan adalah bahwa yang
beriman akan masuk sorga dan yang kafiir akan
masuk neraka.
Bagimana dengan pelaku dosa besar, di satu sisi dia
masih tetap mukmin, tapi tidak bisa masuk sorga
karena dosa besar. Di sisi lain dia tidak masuk
kelompok orang kafir. Sehingga tidak pantas masuk
neraka. Karena tidak ada tempat yang ketiga, maka
dia tetap masuk neraka , namun dengan siksa yang
ringan. Itulah yang dimaksud dengan tempat diantara
dua tempat.
5. AJARAN KELIMA, AMR MA’RUF NAHY MUNGKAR.
Ajaran ini merupakan ajaran Islam yang berlaku
secara umum. Namun terdapat perbedaan antara
mu’tazilah dengan umat islam lainnya dalam
pelaksanaannya.
Bagi umat Islam secara umum, amar ma’ruf nahy
mungkar dilaksanakan dengan tiga cara, seperti kata
hadis: a) dengan tangan, b) dengan lisan, c) dengan
hati. Atau dalam konteks dakwah selalu
dikemukakan dengan dakwah persuasif.
Sedangkan bagi mu’tazilah, amar ma’ruf nahy
mungkar harus berhasil, meskipun dengan cara
sedikit menggunakan kekerasan.
DFDFSDDCXDD
2. AJARAN KEDUA, AL-’ADL.