Korelasi iman dan Ibadah

Download Report

Transcript Korelasi iman dan Ibadah

Iman
berarti
kesadaran
ketuhanan
(God
consciousness) yang tulus. Tidak ada paksaan dalam
beriman atau tidak karena iman merupakan sesuatu
yang privat.
Karena itu, tidak diperkenanakan
memaksa orang lain beriman.
Imam syafi’i mendefinisikan iman
‫تصديق بالقلب وإقرار بالسان وعمل باألركان‬
“pembenaran dalam hati, diucapkan di lisan, dan
berbuat dengan anggota badan”.
Iman tertanam dalam hati sejak manusia membuat
perjanjian dengan Tuhan. Maka, iman merupakan
fitrah manusia.
 Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW
menyatakan bahwa iman memiliki tujuh puluh cabang
(syu’bah), antara lain sabar, malu, tawakkal, dan lainlain.
 Kalimah yang menegaskan iman berupa kalimah
syahadah
 ‫أشهد أن ال إله إال هللا و أشهد أن محمد عبده ورسوله‬
 Dari sudut bahasa, ibadah (‫ )عبادة‬berarti pengabdian.
Akar katanya, ‫‘( عبد‬abd) yang berarti hamba atau
budak.
 Dalam pengertian yang lebih luas, ibadah mencakup
keseluruhan kegiatan manusia dalam hidup di dunia
ini, termasuk kehidupan “duniawi” sehari-hari selama
di lakukan karena dengan niat pengabdian dan
penghambaan kepada Tuhan.
 Dalam pengertian lebih khusus, ibadah terbatas pada
amal tertentu yang secara khas bersifat keagamaan.
Problema Iman dan Ibadah
“Apakah manusia tidak cukup dengan iman saja dan
berbuat baik, tanpa perlu ibadah?” Einstein,penemu
teori relativitas, mengatakan bahwa Ia percaya
Tuhan dan keharusan berbuat baik, tanpa merasa
perlu beribadah. Baginya, memasuki agama formal
tidak ada gunanya. Al Qur’an selalu berbicara
tentang iman dan ibadah/amal shaleh secara
beriringan
Bila pertanyaan diatas dipraktekan akan melahirkan
beberapa problem
1. Dalam kenyataan historis tidak pernah ada sistem
kepercayaan
yang
tumbuh
tanpa
sedikit
mengintroduksi ritus-ritus. Bahkan komunisme
yang berupaya menyingkirkan agama pun memiliki
sistem ritual.
2. Iman selalu memiliki dimensi suprarasional/spiritual
yang mengekpresikan diri melalui tindakan
devotional (kebaktian) melalui sistem ritual.
3. Ibadah merupakan kelanjutan logis dari iman. Iman
yang abstrak itu mendorong dalam diri seorang ke
arah perbuatan baik melalui kehangatan dan
keakraban dengan Tuhan. Dalam ibadah, seorang
hamba Tuhan merasakan kehangatan spiritual dengan
Khaliqnya.
“Demi massa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian.
kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat
kebajikan serta saling menasehati dalam kebenaran
dan kesabaran” (QS. Al Ashr: 1-4)
Fitrah Manusia dan Ibadah
Tidak ada manusia yang bebas sama sekali dari bentuk
ekspresi pengagungan yang mempunyai nilai
ubudiyah. Maka, kecenderungan natural itu selayaknya
disalurkan dengan benar. Pengagungan manusia kepada
Tuhan melalui ibadah berarti membebaskan manusia
dari belenggu dan pengekangan, karena Tuhan adalah
Wujud yang Mahatinggi. Inilah substansi relijiusitas
manusia, terbebas dari kekhawatiran dan kesedihan
lantaran begitu dekat dengan Khaliq (la khaufun wala
yahzanun).
Prasyarat Ibadah
Ibadah senantiasa dilakukan secara tulus (ikhlas)
kepada Tuhan. Ibadah yang dilakukan bukan karena
Tuhan akan menimbulkan kesyirikan (penyekutuan
kepada Tuhan).
2. Ibadah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
termaktub dalam Al Qur’an dan hadits Nabi. Inovasi
(bid’ah) dalam ibadah adalah hal terlarang.
1.
Implikasi Iman dan Ibadah
Selain sebagai substansi relijiusitas, iman dan ibadah
berimplikasi bagi tumbuhnya manusia yang humanis,
tidak kehilangan karakter purba manusia yang
diciptakan Tuhan condong untuk melakukan kebaikan.
Karena itu, dalam sebuah riwayat hadits, Nabi
Muhammad diwaduli oleh seorang sahabat yang
bertetangga dengan orang yang taat beribadah, tetapi
acapkali menyakiti orang lain. Dengan lugas Nabi
menjawab, “orang itu tempatnya di neraka”
 Dalam shalat misalnya, terkandung pelajaran thaharah
(kesucian) dalam segala hal dan menanggalkan segala
urusan dunia semata-mata demi Tuhan. Karena itu,
Tuhan berfirman:
‫ إن الصالة تنهى عن الفحشاء والمنكر‬
 “Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah perbuatan
keji dan munkar.
Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tahukah kamu orang yang mendustakan agama
Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim
Dan tidak menganjurkan memberi makan kepada
orang miskin
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat
Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya
Orang-orang yang berbuat riya’
Dan enggan (menolong dengan) barang-barang
berguna (QS. Al Ma’un: 1-7)