Transcript ILMU
ILMU
Nuim Hidayat Dosen Pasca Sarjana UMS dan UIKA Peneliti Insists
Ilmu?
Rusaknya Peradaban Dunia Saat Ini Rusaknya Politik, Ekonomi, Sosial &Teknologi Rusaknya Ilmu
Ilmu
“Ilmu ialah sesuatu yang tidak memberikan sebagian dari dirinya kepadamu sehingga kamu sendiri memberikan keseluruhan diri kamu kepadanya. Dan apabila kamu telah memberikan keseluruhan diri kamu kepadanya, barulah kamu mendapat peluang, tetapi kamu tidak mendapat kepastian ilmu akan memberikan sebagian tersebut kepada kamu.” (an Nazzam, petikan oleh al Jahiz dalam
Knowledge Triumphant,
Franz Rosenthal).
Syarat-Syarat Ilmu (Barat)
Objektif . Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
Sistematis . Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
Universal . Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Definisi Ilmu
Semacam pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda dan syarat tertentu: sistematik, rasional, empiris,umum dan komulatif (Ralph Ross dan Ernest vd Haag) Lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang di studinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan pemikiran dan penginderaan manusia (Karl Pearson)
Sifat Ketidaknetralan Ilmu : Rene Descartes (1596-1650) : nilai dan lain sebagainya Lahir Renaisans pengetahuan serta diikuti netralisme dan bebas nilai.
Auguste Comte (1798-1857) cogito ergo sum adalah satu-satunya pengetahuan, rasiolah sang raja pengetahuan dan ia harus terbebas dari mitos-mitos keagamaan seperti wahyu, Tuhan, (yang berarti kelahiran kembali) dalam ilmu Aufklarung yang artinya ”. Rasio bangkitnya ilmu pengetahuan dengan prinsip dasar rasionalisme, aliran positivisme dalam sains.
credo (pencerahan) yang menandakan Dikembangkan David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704) , Ciri-ciri positivisme adalah ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang ”bebas nilai” atau ”netral” atau ”objektif”. Paham membuat garis demarkasi antara fakta dan nilai. Fakta berdiri sendiri di luar nilai. Dengan begitu subjek peneliti harus mengambil jarak dengan realita dan bersikap imparsial-netral. Ciri lainnya adalah ”mekanisme”, yaitu semua gejala alam dapat dijelaskan secara mekanikal-determinis seperti layaknya mesin.
Sifat Ketidaknetralan Ilmu (Lanjutan) : ( mempengaruhi para ilmuwan dan mereka yang mempelajari ilmu.
menjadi agama baru yang dianut para ilmuwan.
dijadikan doktrin bagi berbagai ilmu-ilmu yang berkembang dengan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas nilai dan objektif.
Abad ke-20 paham positivisme sangat mendominasi. Paham ini Positivisme bukan sekedar paham dalam cabang ilmu filsafat, tetapi telah Positivisme telah dilembagakan di institusi-institusi pendidikan dan Muncul istilah ”objektif”. Masalah yang diteliti punya objek jelas, dalam hal ini objek fisik. Ilmu yang objeknya tidak jelas –tidak fisik, maka dinilai tidak objektif. Ilmuwan atau peneliti yang memasukkan unsur nilai ke dalam penelitiannya juga disebut ”tidak objektif”. Objektivitas dimaksudkan untuk memisahkan objek dari subjek peneliti atau ilmuwan itu sendiri. Positivisme menetapkan syarat ilmu pengetahuan : dapat diamati observable dapat diuji ( ), dapat diulang ( testable repeatable ), dapat diukur ( ) dan dapat diramalkan ( predictable measurable ). ),
Sifat Ketidaknetralan Ilmu (Lanjutan) : Paham netralitas ilmu terus berkembang dan dikembangkan oleh para ilmuwan sebagai ide dasar pengembangan ilmu pengetahuan dalam 250 tahun terakhir.
Penolak paham netralitas ilmu : Faruqi, Seyyed Hossein Nasr, Ziauddin Sardar, dan lain-lain.
Ilmuwan Islam : Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Ismail Raji Al Ilmuwan Barat : Karl R. Popper, para filsuf Mazhab Frankfurt, Paul Feyerabend, Withehead, Paul Illich, Thomas Kuhn, dan lainnya.
Karl Raimund Popper (1902-1994) teori yang terbukti salah (falsifikasi).
Thomas S Kuhn yang mereka anggap penting.
Kita tidak bisa memastikan secara logis telah mencapai kebenaran lewat verifikasi fakta meski juga kita dapat semakin mendekati kepastian semacam itu lewat pengguguran teori ide netralitas ilmu atau bebas nilai hanyalah sekedar ilusi. Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen yang dilakukan para ilmuwan, jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah
Sifat Ketidaknetralan Ilmu (Lanjutan) : Ilmuwan Mazhab Frankfurt interest maksud tersendiri.
bisa dipertemukan.
Syed M. Naquib Al-Attas Sardar klaim bebas nilai itu menunjukkan vested . Di balik itu tersembunyi nilai-nilai ideologis yang mempunyai ilmu pengetahuan tidak netral; karena setiap kebudayaan memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenainya. Antara Islam dan kebudayaan Barat terbentang pemahaman yang berbeda mengenai ilmu, dan perbedaan itu begitu mendalam sehingga tidak “Jika sains itu sendiri netral, maka sikap kita dalam mendekati sains itulah yang menjadikan sains itu sekular atau Islami. Pendekatan Islam mengakui keterbatasan otak dan akal manusia, serta mengakui bahwa semua ilmu pengetahuan itu berasal dari Tuhan.”
Sains
Prof Naquib al Attas: “Perkembangan ilmu sains di Eropah sejak Abad Pertengahannya telah memberi harapan kepada kebudayaan Barat bahawa ilmu sains itulah satu-satunya cabang ilmu pengetahuan dan falsafah yang akan dapat membawa keyakinan terhadap yang dicari carinya iu.”
Sains
“Maka dengan demikian mereka telah mengenalkan rasionalisme dan empirikisme pada cara berfikir dan menyelidik kepada bidang-bidang ilmu lain seperti ilmu-ilmu kemanusiaan dan kemasharakatan.”
Sains
“Mereka lupa bahawa ilmu sains adalah satu dari pelbagai cabang ilmu-ilmu yang menjadi dari pohon Ilmu, dan yang bertujuan menghasilkan pengetahuan termasuk cara-cara menguji, mengkaji, mencuba, perkara-perkara yang terhad pada jasmani di alam tabii. Ia seakan-akan ilmu yang diperalatkan bagi kegunaan insan; dan hasil serta kejayaannya sebagai alat tiada dapat dijadikan nilai atau penilai dan bukan maksudnya menjadi penilai kehidupan.”
Sofisme ( ةيئاطسفوسلا ) : Semua kebenaran relatif. Ukuran kebenaran itu manusia (
man is the measure of all things
). Karena manusia berbeda-beda, jadi kebenaran pun berbeda-beda tergantung manusianya. Menurut anda mungkin benar, tetapi menurut saya tidak.
Maka muncullah Socrates, yang jejaknya diikuti oleh Plato dan Aristoteles. Menurut mereka tidak semua kebenaran relatif, ada kebenaran yang umum, yang mutlak benar bagi siapapun. Kebenaran ini disebut idea oleh Plato, dan definisi oleh Aristoteles.
SOFISME MODERN
Skeptisisme: Menolak semua klaim kebenaran. Meragukan kebenaran dan membenarkan keraguan.
Relativisme : Menganggap semua orang dan golongan sama-sama benar, semua pendapat (agama, aliran, sekte, kelompok, dan lain sebagainya) sama benarnya. Cikal-bakal pluralisme agama.
ISLAM MENENTANG SOFISME
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
(QS. Al-Fatihah [1]: 6-7)
Alif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (
QS. Al-Baqarah [2] : 1-2)
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (
QS. Al-Baqarah [2] : 147) Islam mewajibkan pencarian ilmu pengetahuan.
Islam selalu memberikan dua pilihan;
haqq
dan
bathil,
benar (
shawab
) dan keliru (
khatha`
), sejati (
shadiq
) dan palsu (
kadzib
), baik (
thayyib
) dan busuk (
khabits
), bagus (
hasanah
) dan jelek (
sayyi`ah
), lurus (
hidayah
) dan tersesat (
dlalalah
).
Islam mewajikan mencari ilmu pengetahuan. Islam menghormati ilmu dan pencari ilmu dengan setinggi-tingginya Ajaran tersebut menciptakan sebuah
budaya ilmu yang universal
di kalangan umat Islam. Di mana umat Islam, dengan berpedoman pada ajaran-ajaran yang diyakininya, bersikap terbuka terhadap khazanah keilmuan yang berasal dari peradaban lain, dengan tetap kritis untuk selalu menyelaraskannya dengan nilai dan tuntutan Islam.
Kaidah deduktif: Bertolak dari prinsip al Qur`an, Sunnah dan akal yang sehat.
Kaidah induktif: Mementingkan fakta kejadian alam semesta serta pengalaman manusia dalam sejarah atau dalam dirinya.
Eksesnya, ilmu yang dikembangkan mencakup
al ‘ulûm al-syar’iyyah
dan ilmu pengetahuan secara umum.
(1) Matematika: Menemukan angka nol, aljabar dan logaritma.
(2) Kedokteran:
al Qânûn fi al-Tibb
(
The Canon)
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada kira-kira abad ke-12, dan telah menjadi
textbook
utama selama 600-700 tahun di universitas-universitas terkenal Eropa seperti Oxford, Paris, dan Budapest. Membahas persoalan persoalan medis, farmasi, farmakologi, dan zoology; di samping ilmu bedah dan saraf.
(5) (3) Al-Biruni telah mendahului Newton dalam menemukan hukum gravitasi. al-Biruni, pada awal abad ke-11, telah memahami bahwa bumi ini bulat, mendahului Vasco Da Gama atau Columbus.
(4) Ibn Haitsam dalam
al Manâzir
telah meneliti spektrum cahaya, meneliti terjadinya pelangi melalui teori refleksi dan refraksi, menciptakan alat-alat optik seperti gelas cembung, cekung dan parabolik, serta lensa-lensa kacamata, teleskop dan "camera obscura", gambar terbalik dalam lensa kamera
.
Astronomi Islam: non-Ptolemius, mengkritik teori geosentris.
Fakhruddin Ar-Razi
Ia telah menulis 6 karya dalam ilmu Tafsir, 20 karya dalam ilmu Kalam, 9 karya dalam bidang filsafat, 6 karya dalam ilmu Filsafat dan Kalam, 5 karya dalam Logika, 2 dalam Matematika, 6 karya dalam ilmu Kedokteran, (48 karya dalam MIPA) 9 karya dalam ilmu Syariah, 4 karya dalam bidang sastra, dan masih puluhan lagi karyanya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya. Masih banyak juga karyanya masih dalam bentuk manuskrip dan belum dikaji.
Fakhruddin Ar-Razi
Ar-Razi adalah seorang dokter pada zamannya. Ia juga menulis beberapa komentar terhadap buku-buku kedokteran. Pada usia 35 tahun, ia telah menerangkan bagian-bagian yang sulit dari
al-qanun fi al-tibb
kepada seorang dokter terkemuka di Sarkhes, yaitu Abd al-Rahman bin Abd al-Karim. Ia juga seorang ahli di bidang ilmu-ilmu Bahasa Arab (Sastra, Balaghah dan tata bahasa). Ia menulis
Nihayat al-Ijaz fi Dirayat al ’Ijaz
. Dalam karya tersebut, ia mengkritik beberapa pendapat al-Jurjani dan menambahkan beberapa hal baru. Selain itu, kekuatan hafalan Ar-Razi juga luar biasa. Selain menghafal al-Qur ’an dan banyak al-Hadist, ia juga menghafal
al-Shamil
, karya Imam al Haramayn,
al-Mu ’tamad
, karya Abu al-Husayn al-Basri, dan
al Mustasfa
, karya al-Ghazali.
Fakhruddin Ar-Razi
Dalam penguasaan Al-Razi terhadap berbagai ilmu itu di antaranya pada ilmu-ilmu Rasional, dialah yang pertama kali menjadikan logika sebagai ilmu tersendiri. Fakhruddin al-Razi juga pelopor ilmu kalam baru dengan memasukkan persoalan-persoalan fisika ke dalam metafisika. Sains dan filsafat menjadi wacana dalam ilmu Kalam. Fakhruddin al-Razi menggagas fisika Non-Aristoteles, sebuah teori baru, yang mendahului zamannya. Ia telah mendahului zaman modern Barat, seperti yang selama ini diklaim telah dilakukan oleh Francis Bacon. Teori Fakhruddin al-Razi mengenai objek-objek dalam ilmu pengetahuan alam seperti materi, gerak, waktu, ruang, jarak, dibangun di atas konsep atom.
Peradaban Barat modern membedakan pengetahuan ke dalam dua istilah teknis, yaitu
science (ilmu pengetahuan)
untuk bidang bidang ilmu fisik atau empiris dan
knowledge (pengetahuan)
untuk bidang-bidang ilmu nonfisik seperti konsep mental dan metafisika. Konsekuensinya, hanya ilmu yang sifatnya fisik dan empiris saja yang bisa dikategorikan ilmu, sementara sisanya, seperti ilmu agama, tidak bisa dikategorikan ilmu (ilmiah).
Definisi Ilmu Menurut Barat : Science is empirical, rational, general and cumulative; and it is all four at once. (Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag) Science is the complete and consistent description of the facts of experience in the simplest possible terms. (Karl Pearson) Science is a systematized knowledge derived from observation, study, and experimentation carried on order to determine the nature of principles of what being studied. (Ashley Montagu) Ilmu pengetahuan, suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun demikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi). (Ensiklopedia Indonesia)
Definisi Ilmu Barat (lanjutan): Ilmu pengetahuan itu adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian bagian dan hukum-hukum tentang hal yang diselidiki (alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu pengindraan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksperimental (Endang Saifuddin Anshori) Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif. …. Sementara agama atau kepercayaan harus diyakini karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Keyakinan itu menjadi titik tolak dari pemikiran dan analisis yang juga berlangsung secara rasional, sistimatik, logis dan konsisten. (B.J. Habibie) Kesimpulan definisi ilmu menurut Barat : Empiris, Rasional, Logis
Dalam Islam, tidak pernah terjadi pergeseran paradigma pengetahuan. Dari awal tetap istilah
'ilm
yang digunakan.
Menurut kamus
Arabic-English Lexicon,
perkataan
'ilm
berasal dari kata
'ain lâm-mîm
yang diambil dari kata
'alâmah,
yaitu "tanda, penunjuk, atau indikasi yang dengannya sesuatu atau seseorang dikenal; kognisi atau label; ciri-ciri; indikasi; tanda-tanda". Disebabkan hal seperti inilah, sejak dahulu umat Islam menganggap
'ilm
(ilmu pengetahuan) berarti al-Qur`an; syari'at; Sunnah; Islam; iman; ilmu spiritual (
'ilm al-ladunni
), hikmah dan
ma'rifah,
atau sering juga disebut cahaya (
nûr
); pikiran (
fikrah
), sains (khususnya
'ilm
yang kata jamaknya
'ulûm
), dan pendidikan —yang kesemuanya menghimpun semua hakikat ilmu.
Ilmu merupakan sesuatu yang tidak terbatas (
limitless
) dan karenanya tidak memiliki ciri-ciri spesifik dan perbedaan khusus yang bisa didefinisikan.
Definisi ilmu secara
hadd
mustahil Definisi ilmu secara
rasmi
(deskriptif):
Pertama,
sebagai sesuatu yang berasal dari Allah swt, bisa dikatakan bahwa ilmu itu adalah datangnya (
h ushûl
) makna sesuatu atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari ilmu;
kedua,
sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu bisa diartikan sebagai datangnya jiwa (
wushûl
) pada makna sesuatu atau objek ilmu
Definisi Ilmu (Prof Naquib al Attas)
Ilmu adalah tibanya ma ’na ke dalam diri serempak dengan tibanya diri kepada ma ’na. Ilmu adalah pengenalan terhadap yang dikenali sebagaimana adanya. Pengenalan ini pengenalan yang yakin tentang kebenarannya, dan merujuk kepada hikmah. Maka ilmu adalah sesuatu yang meyakinkan dan memahamkan dengan nyata. Mengenali dan mengetahui sesuatu itu adalah mengenali dan mengetahui sebab-sebab wujud dan keadaan sesuatu yang dikenali dan diketahui.
Definisi Ilmu (Prof Naquib al Attas)
Ilmu adalah gerak daya memperoleh atau menghasilkan sesuatu menerusi tilikan akal seperti adanya.
– yaitu tilikan yang memandang hakikat sesuatu Ilmu juga perolehan kalbu mengenai sesuatu, yang menggambarkan hakikatnya dengan secara tepat dan jernih, baikpun hakikat itu hakikat yang zhahir di alam shahadah mahupun yang batin di alam ghaib.
Ilmu adalah penetapan diri atau kalbu tentang kebenaran sesuatu sewaktu shak dan ragu-ragu timbul mengenainya.
Definisi Ilmu (Prof Naquib al Attas)
Ilmu itu kepercayaan yang teguh dan tiada berubah di dalam kalbu Ilmu adalah suatu gerak daya ke arah penjelasan, penetapan dan penentuan.
Ilmu itu pengikraran terhadap kebenaran.
Ilmu itu i ’tikad mengenai hakikat sesuatu seperti adanya Ilmu itu mengakibatkan ketenteraman diri
Definisi Ilmu (Prof Naquib al Attas)
Ilmu itu merupakan peringatan, gambaran akal, renungan, pandangan batin Ilmu adalah suatu sifat yang menghapuskan kejahilan, shak dan dugaan Ilmu itu cahaya yang diletakkan Allah SWT dalam kalbu Ilmu itu perkara dalaman bukan perkara luaran diri
Definisi Ilmu (Prof Naquib al Attas)
Atas premis bahawa ilmu itu datang daripada Allah s.w.t. dan diperoleh jiwa yang kreatif, beliau membahagikan pencapaian dan pendefinisian ilmu secara deskriptif ke dalam dua bahagian. Pertama, sebagai sesuatu yang berasal daripada Allah s.w.t., dapat dikatakan bahawa ilmu itu adalah tibanya makna sesuatu objek ilmu ke dalam jiwa pencari ilmu
(husul surat al-shay ’ fi al-‘aql);
kedua, sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu dapat diberikan sebagai tibanya jiwa pada makna sesuatu objek ilmu.
(wusul al-nafs ila ma ‘na al-shay’)
Definisi Ilmu (Prof Naquib al Attas)
“Kita harus mengetahui dan menyadari bahwa sebenarnya ilmu pengetahuan tidak bersifat netral; bahwa setiap kebudayaan memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenainya –meskipun diantaranya terdapat beberapa persamaan. Antara Islam dan kebudayaan Barat terdapat pemahaman yang berbeda mengenai ilmu, dan perbedaan itu begitu mendalam sehingga tidak bisa dipertemukan.
”
ىف نأشلاف لوسرلا هب ءاج ام هنم عفانلاو ليلدلا هيلع ماق ام ملعلا نإ ققحملا ثحبلاو قدصملا لقنلا وهو املع لوقن نأ Sesungguhnya ilmu itu adalah yang bersandar pada dalil, dan yang bermanfaat darinya adalah apa yang dibawa oleh Rasul. Maka sesuatu yang bisa kita katakan ilmu itu adalah penukilan yang benar dan penelitian yang akurat (Ibn Taimiyyah) sesuatu sebagaimana adanya. (Al-Baaqillaani) Ma’rifat al-syai’ ’alaa maa huwa bihii Jadi kesimpulannya, ilmu dalam pandangan Islam mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada sains dalam istilah peradaban Barat. Sains membatasi dirinya pada hal-hal yang bersifat fisik, sedangkan ilmu dalam pandangan Islam masih tetap meliputi tidak hanya fisik tetapi juga metafisika.
”, yaitu pengetahuan tentang
Rasionalisme: Mendasarkan diri pada rasio, logis Empirisme: Mendasarkan diri pada indera, empiris
Logis-empiris =
ilmiah versi Barat (positivisme) Intuisi: Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut.
Wahyu Iluminasionisme:
kasyf,
mendapatkan ilham lewat pembersihan diri.
PERSPEKTIF ISLAM al-Nasafi dan al-Attas: perspesi indera (
idrâk al-hawâs
), proses akal sehat (
ta'âqul
), intuisi hati (
qalb
), dan melalui informasi yang benar (
khabar shâdiq
).
Ibn Taimiyyah:
khabar,
akal dan indera, baik indera lahir, yakni panca indera, atau indera batin, yakni intuisi hati. Pengetahuan yang diperoleh lewat
ilhâm
tidak boleh bertentangan dengan
khabar
yang statusnya lebih kuat. Karena selain sama-sama berasal dari Allah swt,
khabar
ini juga disampaikan kepada manusia pilihan-Nya, yaitu para Nabi
Al-Ghazali :
H âkim
dalam makna pemutus benar tidaknya sesuatu itu ada tiga, yaitu
h issî
(indera),
wahmî
(intuisi), dan
'aqlî
(akal). Ditambah wahyu sebagaimana dijelaskan dalam
Tahafut al-Falasifah.
al-Ghazali hanya mengakui saluran
wahmî
dari orang yang dikuatkan oleh Allah swt dengan taufiq-Nya, yakni orang yang dimuliakan Allah swt disebabkan orang yang bersangkutan hanya menempuh jalan yang
haqq
al-Baqillani:
h âssat al-bashar
(indera melihat)
, h âssat al sam'
(indera mendengar)
, h âssat al-dzauq
(indera mengecap)
, h âssat al-syamm
(indera mencium)
, h âssat al-lams
(indera merasa dan meraba), dan non-indera, yaitu intuisi, akal, dan
khabar.
Menurut Ibn Taimiyyah, pertentangan antara akal dan wahyu ada disebabkan pemahaman yang menyimpang, yakni:
(1) tabdîl
(pengubahan) terhadap konsep wahyu dan
(2) tajhîl
(pembodohan) dengan menilai bahwa apa yang disampaikan para Nabi tidak cukup disebabkan ketidaktahuan para Nabi terhadap fenomena yang sebenarnya.
Perlu ditegaskan bahwa ajaran agama yang dibawa Rasul saw kedudukannya
ma'lûm bi al-idthirâr
(mudah sekali untuk dimengerti). Seperti kewajiban ibadah, keharaman
fah syâ, tauhîd-
nya Sang Pencipta, dan adanya hari akhir. Maka ketika ada dalil
'aqlî qat'î
yang menentangnya, dalil
'aqlî
tersebut nyata kebatilannya. Karena jika tidak, berarti sang pemilih dalil
'aqlî
tersebut telah mendustakan Rasul saw, dan ini merupakan bentuk kekufuran yang
sharih.
Jika yang bertentangan salah satunya
qat 'î
dan satunya lagi
z annî,
maka yang
qat 'î
harus diambil. Walaupun yang terjadi dalil
'aqlî
nya yang
qat 'î
dan dalil
sam'î-
nya yang
z annî.
Jika yang bertentangan tersebut kedua-duanya
zannî,
maka harus dilakukan
tarjîh
paling
râjih
untuk memilih mana yang (kuat) di antara keduanya. Tidak perlu harus selalu dengan mendahulukan
sam'î
atas
'aqlî.
Al-Ghazali :
syar'iyyah
dan
ghair syar'iyyah
Ibn Taimiyyah :
syar'iyyah
dan
'aqliyyah
al-'Utsaimin :
syar'î
dan
naz arî
Oliver Leaman :
'âlam syahâdah
dan
'âlam al-ghâ`ib
Agama jangan diukur oleh akal dan indera saja dengan menafikan wahyu, dan sains jangan dicari-cari pembenarannya dari dalil-dalil agama.
Fardu 'ain:
Ilmu yang berkaitan dengan kewajiban dan larangan yang kena kepada setiap individu (pokok-pokok
'aqîdah, 'ibâdah,
dan
sulûk/akhlâq
)
.
Sementara
fardu kifâyah
adalah yang selebihnya dari itu. Ibn Taimiyyah: "ilmu yang bermanfaat “ adalah ilmu yang bersumber pada wahyu.
Al-Attas: Hubungan antara ilmu agama dan dunia, sangat jelas. Yang pertama menyingkap rahasia
Being
dan Eksistensi, menerangkan dengan sebenar-benarnya hubungan antara diri manusia dan Tuhan, dan menjelaskan maksud dari mengetahui sesuatu dan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Konsekuensinya, kategori ilmu yang pertama harus membimbing yang kedua. Jika tidak, ilmu yang kedua ini akan membingungkan manusia
Klasifikasi Ilmu
Menurut al Farabi (Ihya al ‘Ulum): Ilmu Bahasa Logika Ilmu-ilmu Persiapan: Aritmetika, Geometri, Optika, Ilmu Benda Angkasa, Musik, Ilmu Bobot dan Ilmu Pembuatan Alat Fisika dan Metafisika Ilmu Masyarakat
Klasifikasi Ilmu
Menurut Imam al Ghazali (Ihya ’ Uluumiddin): Tingkat Pertanggungjawaban: Ilmu Fardhu Ain Ilmu Fardhu Kifayah Sumbernya: ‘Ulum Syar’iyyah ‘Ulum ghair Syar’iyyah
Klasifikasi Ilmu
Fungsi Sosial: Ilmu
Mahmudi
Ilmu
Madzmumi
Klasifikasi Ilmu
Menurut Ibn Khaldun: Ilmu-ilmu
syar ’iyyah, naqliyyah atau wadh ’iyyah
Ilmu-ilmu
falsafiyyah, ‘aqliyyah atau thabi’iyah
Klasifikasi Ilmu
Ayat Kauniyyah (Works of Allah) Ayat Qur ’aniyyah (Words of Allah) Ayat Kauniyyah: Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences) Ilmu-ilmu Pengetahuan Sosial (Social Sciences)
Klasifikasi Ilmu (Barat)
Ilmu-ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences) Biologi Antropologi Fisik Ilmu Kedokteran Ilmu Farmasi Ilmu Pertanian Ilmu Pasti Ilmu Alam Ilmu Teknik Ilmu Geologi dll Ilmu-ilmu Pengetahuan Sosial (Social Sciences) Ilmu Hukum Ilmu Ekonomi Ilmu Jiwa Sosial Ilmu Bumi Sosial Sosiologi Antropologi Sosial/Budaya Ilmu Sejarah Ilmu Politik Ilmu Pendidikan Ilmu Komunikasi dll
Klasifikasi Ilmu (Barat)
Ilmu Humaniora: Ilmu Agama Ilmu Filsafat Ilmu Bahasa Ilmu Seni Ilmu Jiwa dll
Klasifikasi Ilmu
Ayat-ayat Qur ’aniyyah (Ulum ad Din): Sirah Nabi Muhammad saw Ilmu-ilmu Sumber Islam: Ulum al Qur ’an Ulum al Hadits Ilmu-ilmu Komponen Islam: Ulum al Aqaid Ulum as Syariah Ulum al Akhlaq Capita Selecta Islamica : Nilai-nilai dan Norma-norma Asasi Islami tentang: Politik, Ekonomi, Sosial, Pendidikan, Lingkungan, Hidup, Seni, Ilmu dll
Klasifikasi Ilmu
Menurut Syed Naquib al Attas: Semua Ilmu datang dari Allah Fardhu Ain : Al Qur ’an, Sunnah, Tauhid, Tasawuf, Psikologi dll Fardhu Kifayah: Sains Kemanusiaan, Sains Natural, Teknologi dll
Tujuan Pendidikan
Menurut Syed Naquib al Attas: Menjadi orang baik di dunia dan akherat Yang menyadari sepenuhnya tanggungjawab dirinya terhadap Tuhan Yang Haq Yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya Yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab Al Insan Kully/Manusia Sempurna: Nabi Muhammad saw
Tradisi Ilmu di Masa Rasulullah saw dan Sahabat
Masa Rasulullah saw
Rasulullah saw telah mendidik sahabat tentang pentingnya ilmu, dunia tulis menulis, dokumentasi dan lain-lain. Prof. Mustafa Azami misalnya menyebut Rasulullah mempunyai 65 sekretaris (dalam bukunya
Kuttabun Nabi
). Jumlah tersebut merupakan hasil penelitian sumber kitab-kitab yang ternama, dan manuskrip-manuskrip yang belum ditemukan oleh ulama sebelumnya.
Masa Rasulullah saw
Azami menyatakan bahwa saat meneliti dan menulis kitab itu, ia memperoleh naskah fotokopi dari kitab yang sangat bernilai, yaitu kitab
al-Intishar lil Qur ’an
karya al Baqilani (w. 403 H). Al-Baqilani mengulas para sekretaris Nabi saw.. Ia menyebutkan nama-nama sekretaris Nabi yang sebagian besar telah dikenal oleh para penulis yang lain. Tetapi, sebagian lainnya tidak terdapat di kitab-kitab yang lain. Bahkan, ada beberapa nama dalam kitab tersebut yang tidak kami temukan di kitab kitab yang beredar dan dikenal mengulas biografi sahabat, seperti kitab
Thabaqat Ibni Sa ’ad, Usudul Ghabah, al-Ishabah,
dan kitab-kitab besar lainnya.
Masa Rasulullah saw
Al-Baqilani berkata, “Nabi saw. mempunyai banyak jamaah yang hebat dan cerdas. Semuanya dikenal sebagai sekretaris beliau, dan berasal dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
” Azami menyebutkan di antara sekretaris Rasulullah saw antara lain: Zaid bin Tsabit yang ditugaskan untuk menulis surat kepada raja-raja, Ali bin Abi Thalib yang bertugas menulis akad-akad perjanjian, al-Mughirah bin Syu ’bah yang menulis kebutuhan-kebutuhan Nabi yang bersifat mendadak, Abdullah ibnul Arqam yang betugas mencatat utang-piutang dan akad lainnya di tengah masyarakat, dan lain-lain.
Dokumentasi Rasulullah saw
Guru Besar Universitas Ibnu Saud ini menyatakan, salinan naskah dari surat-surat Nabi saw. yang dikirimkan ke berbagai pihak di seantero penjuru itu juga dipelihara keberadaannya oleh beberapa sahabat. Misalnya Ibnu Abbas, Abu Bakar bin Hazm, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar ibnul Khaththab. Abu Bakar memiliki naskah surat Nabi saw. tentang masalah sedekah. Sementara Umar menyimpan semua naskah tentang akad-akad perjanjian dan kesepakatan yang diambil dari para tokoh terkemuka. Salinan atau
copy
-an dari surat-surat tersebut sangat berguna mengingat wilayah kekuasaan Islam yang luas.
Tradisi Menulis
Tentang tradisi tulis menulis ini, akhirnya Prof. Azami menyimpulkan: ”Ketika Islam datang, jumlah para penulis masih dibilang minim (di kalangan kaum Quraisy hanya terdapat 17 orang -pen). Tetapi, berkat strategi pengajaran yang diterapkan Nabi saw., ilmu pun tersebar luas dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga, jumlah para sahabat yang menulis untuk Nabi ketika itu mencapai enam puluh orang. Dengan merujuk sumber-sumber yang cukup memadai di tengah-tengah kita sekarang ini, kita dapat menggambar grafik yang luas bagi aktivitas tulis-menulis atau administrasi pada masa Nabi saw.
”
Sekretaris Rasulullah saw
Azami mengkategorikan sekretaris Rasulullah sebagai berikut : Kelompok yang dikenal sebagai sekretaris yang sering menulis, seperti Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka ’ab, Mu’awiyah bin Abu Sufyan
ridhwanullah ‘alaihim ajma’in.
Kelompok sahabat yang ditetapkan sebagai sekretaris, tetapi frekuensi menulisnya tidak sama seperti kelompok pertama. Mereka misalnya Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar ibnul Khaththab, Abu Ayyub al-Anshari, dan lain sebagainya
ridhwanullah ‘alaihim ajma’in.
Kelompok sahabat yang nama-namanya tercantum dalam kitab
al Watsa`iqus Siyasiyyah
dan kitab-kitab lainnya, tetapi kami tidak menemukan penyebutan nama mereka sebagai sekretaris Nabi saw.. Mereka misalnya Ja ’far, al-Abbas, Abdullah bin Abu Bakar
ridhwanullah ‘alaihim ajma’in.
Sekretaris Rasulullah saw
Khusus menulis Al Qur dan Ubay bin Kaab ’an: Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Utsman bin Affan Khusus mencatat harta-harta sedekah: Zubair bin Awwam, Jahm bin al Shalit Masalah hutang dan perjanjian lain-lain: Abdullah bin al Arqam dan al Ala ’ bin Uqbah Mempelajari bahasa asing (Suryani): Zaid bin Tsabit Sekretaris cadangan dan selalu membawa stempel Nabi: Handhalah
Administrasi Rasulullah saw
Pusat administrasi pusat administrasi ( —dalam formatnya yang sederhana—telah dipergunakan pada masa Nabi saw.. Tatkala roda pemerintahan dipegang oleh Sayyidina Umar r.a. dan Daulah Islam telah meluas, maka pengembangan sistem administrasi adalah suatu hal yang sangat penting. Umar r.a. telah menginstruksikan untuk membuat
diwan
) dengan format yang lebih menyeluruh dari format
diwan
sebelumnya. Sebagai bukti,
Diwanul Insya`
(kantor pembuatan surat-surat kenegaraan)
—sebagaimana
dinyatakan al-Qalaqsyandi dimulai pada masa Nabi saw..
—adalah diwan yang pertama kali dibuat dalam Islam. Penggunaannya telah Berkaitan dengan
Diwanul Jaisy
(pusat data personel militer)
,
sebuah keterangan dalam
Shahih al-Bukhari
dijelaskan, “…dari Hudzaifah r.a., ia berkata, ‘Nabi saw. bersabda, ‘
Tulislah bagiku orang yang mengucapkan (ikrar) Islam
.
’ Maka kami pun menuliskannya sebanyak 1500 orang.
”
Surat-surat Rasulullah saw
Rasululullah saw juga terbiasa menyuruh para sahabat agar segera menjawab surat-surat yang masuk kepada pemerintahan-Nya. Ibnul Qasim meriwayatkan dari Malik, ia berkata, “Telah sampai kepadaku sebuah riwayat, bahwa ada sepucuk surat yang sampai kepada Rasulullah saw., ‘
Siapa yang mau menjawab surat ini atas namaku?
’ tanya beliau. Abdullah ibnul Arqam menjawab, ‘Saya.’ Ia pun lekas menulis surat jawaban atas nama Nabi. Kemudian ia membawa surat itu ke hadapan beliau (dan membacakannya). Beliau pun kagum dengan isi surat tersebut lalu meluluskannya.
”
Sejarah Penerbitan
Ziauddin Sardar dan MW Davies dalam bukunya berjudul
Distorted Imagination
menggambarkan penerbitan buku di dunia Islam 10 abad silam, hampir setara dengan pencapaian peradaban Barat saat ini, baik secara kualitas maupun kuantitas. “Hampir 1000 tahun sebelum buku hadir di peradaban Barat, industri penerbitan buku telah berkembang pesat di dunia Islam, ”paparnya.
(Republika, 9 September 2008).
Sejarah Perpustakaan
Sardar menyatakan bahwa di dunia Islam kali pertama perpustakaan umum berdiri. Peradaban Islam pula yang menjadikan perpustakaan sebagai tempat untuk meminjam buku. Tak cuma sebatas itu,
darul al ilm
(perpustakaan) pun menjadi tempat pertemuan dan diskusi. Perpustakaan di era kejayaan Islam juga menjadi sarana pertukaran ilmu antara guru dan murid. Di Baghdad saja saat itu, terdapat sekitar 36 perpustakaan umum, sebelum kota metropolis intelektual itu dihancurkan oleh tentara Mongol. *
Sejarah Islam
Saad bin Jubair berkata: “Dalam kuliah-kuliah Ibn Abbas, aku biasa mencatat di lembaran. Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit sepatuku, dan kemudian di tanganku. Ayahku sering berkata: ” Hapalkanlah, tetapi terutama sekali tulislah. Bila telah sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu.
”
Kemuliaan Menulis
Ibnu Saad mengatakan: “Bangsa Arab Jahiliyah dan permulaan Islam menilai bahwa orang yang sempurna adalah yang dapat menulis, berenang dan melempar panah.
”
Kemuliaan Ilmu
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa pergi mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga.
” (HR Imam Ahmad)
Tradisi Ilmu Rasulullah saw menugaskan Abdullah bin Said bin al Ash untuk mengajarkan tulis menulis di Madinah. Juga Ubadah bin as Shamit mengajarkan tulis menulis ketika itu. Ia berkata bahwa ia pernah diberi hadiah panah dari salah seorang muridnya, setelah mengajarkan tulis menulis kepada Ahli Shuffah.
Madrasah Rasulullah saw Menurut Ibnu Taimiyyah, jumlah orang yang tinggal di dalam Suffah (asrama tempat belajar), mencapai 400 orang. Sedangkan menurut Qatadah, jumlah mereka mencapai 900 orang.
Manfaat Menulis
Sayyidina Ali r.a.: Ikatlah ilmu dengan menuliskannya
Kehebatan Rasulullah, Sahabat dan Ulama terdahulu
Rasulullah berperang sebanyak 80 kali dalam tempo kurang dari 10 tahun, tetapi beliau juga mampu menjadi teladan utama dalam segala keadaan Abu Hurairah masuk Islam usia 60 tahun , dan selalu menyertai Rasulullah sepenuhnya, dan mampu meriwayatkan 5.374 Hadits Anas bin Malik Al-Anshari Al khazraji, pelayan nabi sejak usia 10 th dan terus menyertai nabi selama 20 th. Dia wafat dengan meninggalkan 120 anak. Mampu meriwayatkan 2.286 hadits Abu Bakar Al-Anbari membaca setiap pekan sebanyak 10 ribu lembar. Hingga beliau sering sakit dan membawanya pada kematian karena sering membaca
Syekh Ali Ath-Thantawi membaca 100 bahkan lebih – 200 halaman setiap harinya. Menulis artikel di Media massa lebih dari 13 ribu halaman, sedangkan yang hilang sejumlah itu juga dan Imam Ibnu Jarir Ath Thabari mampu menulis empat puluh halaman kitab setiap harinya, selama 40 tahun dari usianya yang terakhir Sa ’id ibn al-Musayyab (satu dari 7 ahli fiqih di madinah) selalu datang ke masjid sebelum adzan dan tidak pernah ketinggalan takbiratul ihram selama 60 tahun Al-Mazini membaca Risalah asy-Syafi ’i sebanyak 500 kali
Atha ’ ibn Abi Rabah menuntut ilmu di Masjidil Haram dan tidur disana selama 30 tahun Jabir ibn Abdullah ra menempuh perjalanan sebulan penuh dari kota Madinah ke kota ‘Arisy di Mesir hanya demi mencari satu Hadits Ibnu Idris mengkhatamkan Al Qur ’an di rumahnya 4.000 kali Ibnu al-Jauzi menulis lebih dari seribu judul
Imam Ahmad menempuh perjalanan ribuan kilomater untuk mencari satu Hadits, bertani untuk mencari rezeki, masih membawa-bawa tempat tinta pada usia 70 tahun, dan dicambuk penguasa karena membela sunnah sampai bekas cambukan dipundaknya tak terhapus Imam asy-Syafi ’I terjaga semalaman sampai fajar dalam mempelajari satu hadits dan satu masalah. Malam malam beliau isi dengan membaca, sholat, atau belajar Imam al-Bukhari menulis kitab Shahih nya selama 16 tahun dan selalu sholat dua rakaat setiap kali menulis satu Hadits, serta berdoa meminta petunjuk Allah. Sehingga karyanya menjadi contoh teladan, tujuan para ulama dan pemuncak cita-cita
Imam Nawawi (w. 676 H), penulis
Kitab Riyadhush Shalihin, al Majmu ’,
dan
Syarah Shahih Muslim
, disebutkan bahwa beliau setiap hari belajar 8 cabang ilmu dari subuh sampai larut malam. Al-Mizzi, Ibn Katsir, Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Ibn Hajar, al Suyuthi, al-Sakhawi, dan ulama besar lainnya, menyisihkan lebih dari 15 jam per hari untuk membaca dan menulis.
Dari Ilmu Membentuk Peradaban
اَهُل ْصَأ ٍةَب ِ ي َط ٍةَرَجَشَك اةَب ِ ي َط اةَمِل َُّاللّ ُب ِرْضَي َو اَهِ بَر ِن َنوُرَّكَذَت َك لًَث َم ُ هللَّأ َبَر َض َفْيَك َرَت ْم لَأ ِءا َم هسلأ ي ِف اَه ُعْر َفَو ٌتِباَث ْذِإِب ٍني ِح َّلُك اَهَلُكُأ يِتْؤُت َي ْمُهَّلَعَل ِساَّنلِل َلاَثْمَ ْلْا
Ibrahim 24 -25
ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU Peradaban Islam ILMU ILMU ILMU ILMU ILMU
ديحوت
al-Qur’an
Al-QUR’AN DAN SUNNAH SEBAGAI SUMBER PERADABAN
Bala tentara Islam…tidak berbekalkan apa apa secara kultural selain dari Kitab Suci dan Sunnah Nabi.
Tapi karena inner- dynamic-nya, maka ajaran Islam itu telah menjadi landasan pandangan hidup yang dinamis yang kelak…memberi manfaat untuk seluruh umat manusia.
George F Kneller, Science as a Human Endeavor, New York: Columbia University Press, 1978, hal. 3-4
Terbentuknya Madrasah al-Suffah
Materi Tujuan Jumlah murid Tempat : Wahyu dan Hadith, membaca, menulis : Memahami dan mengamalkan Islam : Ratusan : al-Suffah / Serambi Masjid
Lahirnya Komunitas Ilmuwan
1. Abu Hurayrah ( Hadith ) 2. Abu Dharr al-Ghiffari ( Hadith ) , 3. Salman al-Farisi ( Hadith ) , 4. 'Abd Allah ibn Mas’ud ( Hadith ) 5. Ibn Abbas ( Tafsir )
Lahirnya Komunitas Ilmuwan
1. Qadi Surayh (d.80/ 699), 2. Muhammad ibn al-Hanafiyyah (d.81/700), 3. Umar ibn 'Abd al-'Aziz ( d.102/720) (Ulama & Umara) 4. Wahb ibn Munabbih (d.110,114/719,723), (Tasawuf) 5. Hasan al-Basri (d.110/728), (Fiqih dan Aqidah) 6. Ghaylan al-Dimashqi (d.c.123/740), (Aqidah) 7. Ja'far al-Sadiq (d.148/765), (Aqidah dan Fiqih) 8. Abu Hanifah (d.150/767), (Fiqih) 9. Malik ibn Anas (179/796), (Fiqih) 10.Abu Yusuf (d.182/799), (Fiqih) 11.al-Shafi'i (d.204/819) (Fiqih)
Tradisi Ilmu dimasa Umayyah
Insitusi : Masjid Materi : Al-Qur’an dan Bahasa Arab Produk : 1. Pakar Bahasa Arab & Ilmu baru filologi (
philology
) dan leksikografi (
lexicography
).
a. Abu al-Aswad al-Dua’li (w.688) b. al-Khalil ibn Ahmad (w.786), ulama Bashrah yang terkenal dengan kamus bahasa Arab
Kitab al-Ayn
. c. Sibawayh (w.793), penulis buku
al-Kitab.
Tradisi Ilmu dimasa Abbasiyah
Institusi : 1 ) Masjid, Halaqah-halaqah 2) Pusat-2 Studi Dar al-Kutub, Darul Ilmi, 3) Pusat Terjemahan Baytul al-Hikmah Aktifitas : 1) Mengkaji Islam dan menerjemah karya-2 asing (gaji penerjemah sekitar Rp 3.750.000) per bulan + emas seberat buku) 2) Mentransformasi konsep asing ke dalam Islam 3) Mengembangkan Sains Islam
Keutamaan Ilmu
Abu alAswad alDuali, murid Ali bin Abi Talib mengatakan: “Para raja adalah penguasa penguasa (yang memerintah) manusia, sedangkan 8 para ulama adalah penguasa penguasa (yang memerintah) para raja.
”
Keutamaan Ilmu
Muadz bin Jabal ra berkata: “Tuntutlah ilmu, sebab menuntutnya untuk mencari keridhaan Allah adalah ibadah, mengetahuinya adalah khasyah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah dan mendiskusikannya adalah tasbih. Dengan ilmu, Allah diketahui dan disembah, dan dengan ilmu pula Allah diagungkan dan ditauhidkan. Allah mengangkat (kedudukan) suatu kaum dengan ilmu, dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dan Imam bagi manusia, manusia mendapat petunjuk melalui perantaraan mereka dan akan merujuk kepada pendapat mereka.
”
Al Qur ’an
ُميِكَحْلا ُميِلَع ْلا َتْنَأ َكَّنِإ اَنَتْمَّلَع ا َم َّلَِإ اَنَل َمْلِع َلَ َكَناَحْبُس اوُلاَق ) 32 ( َنوُّنُظَي َّلَِإ ْم ُه ْنِإ َو َّيِناَمَأ َّلَِإ َباَت ِكْلا َنوُمَلْعَي َلَ َنوُّيِ مُأ ْمُهْنِم َو ) 78 ( ) 179 ( َنوُق َّتَت ْمُكَّلَعَل ِباَبْلَ ْلْا يِلوُأ اَي ٌةاَيَح ِصاَصِقْلا يِف ْمُكَل َو اَم َو َِّاللّ َلوُسَر َمَي ْرَم َنْبا ىَسي يِفَل ِهيِف اوُفَل اًنيِقَي ُهوُل ِع َحيِسَمْلا اَنْلَتَق اَّنِإ ْمِهِل ْوَق َو َتْخا َنيِذَّلا َّنِإ َو ْمُهَل َهِ بُش ْنِكَل َو ُهوُبَلَص اَم َو ُهوُلَتَق َتَق اَم َو ِ نَّظلا َعاَبِ تا َّلَِإ ٍمْلِع ْنِم ِهِب ْمُهَل اَم ُهْنِم ٍ كَش ) 157 (
ُمَلْعَأ َوُه َك َّبَر َّنِإ ٍمْلِع ِرْيَغِب ْم ِهِئا َوْهَأِب َنوُّل ِضُيَل اًريِثَك َّنِإ َو ) 119 ( َنيِدَتْعُمْلاِب ٍمْلِع ِرْيَغِب َساَّنلا َّل ِضُيِل اًبِذَك َِّاللّ ىَلَع ىَرَتْفا ِنَّمِم ُمَلْظَأ ْنَمَف ) 144 ( َن ي ِمِلاَّظلا َم ْوَقْلا يِدْهَي َلَ َ َّاللّ َّنِإ ُهْدُبْعاَف ُهُّل ُك ُرْمَ ْلْا ُعَج ْرُي ِهْيَلِإ َو ِض ْرَ ْلْا َو ِتا َواَمَّسلا ُبْيَغ ِ َّ ِلِلّ َو ) 123 ( َنوُلَمْعَت اَّمَع ٍل ِفاَغِب َكُّبَر اَم َو ِهْيَلَع ْلَّك َوَت َو ُّلُك َداَؤُفْل ا َو َرَصَبْلا َو َعْمَّسلا َّنِإ ٌمْلِع ِهِب َكَل َسْيَل اَم ُفْقَت َلَ َو ) 36 ( ًلَوُئْسَم ُهْنَع َناَك َكِئَلوُأ
) 52 ( ىَس ْنَي َلَ َو يِ بَر ُّل ِضَي َلَ ٍباَتِك يِف يِ بَر َدْنِع اَهُمْلِع َلاَق ٍناَطْيَش َّلُك ُعِبَّتَي َو ٍمْلِع ِرْيَغ ِب ِ َّاللّ يِف ُلِداَجُي ْنَم ِساَّنلا َنِم َو ) 3 ( ٍدي ِرَم ٍباَتِك َلَ َو ىًدُه َلَ َو ٍمْلِع ِرْيَغ ِب ِ َّاللّ يِف ُلِداَجُي ْنَم ِساَّنلا َنِم َو ) 8 ( ٍريِنُم
Islamisasi
“Islamization is the liberation of man first fr om magical, mythological, animistic, natio nal cultural tradition opposed to Islam, and then from secular control over his reas on and his language.
” (Lihat Syed Muha mmad Naquib al Attas, Islam and Secularism, hal. 44. 38
Khatimah
Sayidina Ali : “Barangsiapa yang paling baik pendengarannya, ia paling banyak mengambil manfaat.
”