Dasar-Dasar Antena - Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU

Download Report

Transcript Dasar-Dasar Antena - Teknik Elektro UIN SUSKA RIAU

Teddy Purnamirza
Jurusan T. Elektro UIN Suska Riau
(Sebagian besar materi kuliah ini bereferensi ke
www.antena-theory.com)
Apa itu antena
 Pasti sudah tahu..
 Biasanya kita familiar dengan antena TV, antena radio,
antena parabola, antena hp?, dll
 Antena adalah suatu perangkat yang mengubah sinyal
listrik menjadi sinyal gelombang elektromagnetik,
sehingga sinyal tersebut dapat disalurkan lewat ruang
bebas, atau sebaliknya.
Pengirim
Penerima
Frekuensi
 Konsep yang sangat penting dalam teori antena
 Antena mengirim dan menerima gelombang
elektromagnetik (GEM)
 Contoh GEM adalah sinyal yang diterima/dikirim hp,
termasuk juga cahaya
 Mata kita sebenarnya adalah antena yang menerima
GEM cahaya pada frekuensi tertentu
 Frekuensi tertentu ini dilihat oleh mata sebagai warna
Frekuensi
 Semua GEM berpropagasi dengan
kecepatan yang sama di udara. Dgn kec
300.000 km/detik atau ditulis 3 x 108
km/detik
 GEM adalah medan listrik yang bercampur
dengan medan magnet yang menjalar di
mediaum apa saja, dalam bentuk apapun
 GEM dasar adalah sinus
 GEM bervariasi terhadap posisi dan
terhadap waktu
Frekuensi
•
•
•
•
•
Gelombang periodik, yang berulang setiap T detik
Gelombang periodik, yang berulang setiap  meter
Frekuensi adalah jumlah siklus gelombang selama 1 detik
Hubungan f = 1/T
Seberapa cepat orang berjalan ditunjukkan oleh langkah
(panjang gelombang) dikalikan laju mereka melangkah
(frekuensi), maka ditulis :
c= f 
Frekuensi
 Karena kecepatan GEM sama pada suatu medium,
maka semakin besar frekuensi maka akan semakin
kecil panjang gelombang, atau sebaliknya
 Semua bentuk sinyal, sebenarnya adalah gabungan
dari sinyal-sinyal sinus yang memiliki frekuensi yang
berbeda-beda.
Frekuensi
 Sinus dengan T=2*pi dan amplituda 0.3
Frekuensi
 Frekuensi sinyal 2 kali sinyal pertama
Frekuensi
 Frekuensi sinyal 3 kali sinyal pertama
Frekuensi
 Frekuensi sinyal 4 kali sinyal pertama
Frekuensi
 Teori ini benar untuk seluruh bentuk sinyal
 Secara umum, GEM tidak terdiri dari sejumlah
frekuensi yang diskrit, tapi lebih berupa jangkauan
frekuensi yang kontinyu
 Jangkauan frekuensi ini disebut juga dengan Pita
frekuensi
Frekuensi
Cek program Matlab berikut:
t=0:0.05:6;
f=1/3;
y1=0.3*sin(2*pi*f*t);
y2=0.6*sin(2*pi*(2*f)*t);
y3=0.25*sin(2*pi*(3*f)*t);
y4=0.3*sin(2*pi*(4*f)*t);
z1=y1+y2;
z2=z1+y3;
z3=z2+y4;
plot(t,y1); figure; plot(t,y1);hold on; plot(t,z3,'r')
figure; plot(t,y2); hold on; figure; plot(t,z1); hold on; plot(t,z3,'r')
figure; plot(t,y3); hold on; figure; plot(t,z2); hold on; plot(t,z3,'r')
figure; plot(t,y4); hold on; figure; plot(t,z3,'r')
Frekuensi (Latihan)
 Buatlah program Matlab yang menghasilkan 4 sinyal
yang memiliki frekuensi sbb:
 Sinyal 2 memiliki frekuensi 2 kali frekuensi sinyal 1
 Sinyal 3 memiliki frekuensi 3 kali frekuensi sinyal 1
 Sinyal 4 memiliki frekuensi 4 kali frekuensi sinyal 1
 Amplitudo maks sinyal 1=4
sinyal2=2
sinyal3=3.5
sinyal4=1.25
Pita Frekuensi
 Sinyal yang beroperasi pada frekuensi yang sama, jika
bercampur dapat saling mengganggu, baik mengganggu
sebagai noise bagi sinyal lainnya atau menjadi sinyal yang
saling melemahkan. Hal ini biasanya ini disebut dengan
interferensi
 Itulah mengapa setiap sinyal yang beroperasi pada daerah
yang sama mesti memiliki frekuensi yang berbeda
 Contoh: Seluler HP beroperasi pada 1850-1900 MHz,
televisi 54-216 MHz, radio FM 87-108 MHz
 Ini disebut dengan spektrum, dan spektrum ini
penggunaannya diatur oleh negara
 Bandwidth (Lebar Pita Frekuensi) suatu sinyal adalah
frekuensi dimana energi sinyal berada. Misalnya sinyal
yang memiliki energi yang berada pada frekuensi 40
sampai 50 MHz, adalah memiliki bandwidth 10 MHz
Pita Frekuensi
Frequency Band Name
Frequency Range Wavelength (Meters)
Application
Extremely Low Frequency
(ELF)
3-30 Hz
10,000-100,000 km
Underwater Communication
Super Low Frequency
(SLF)
30-300 Hz
1,000-10,000 km
AC Power (though not a
transmitted wave)
Ultra Low Frequency
(ULF)
300-3000 Hz
100-1,000 km
Very Low Frequency (VLF)
3-30 kHz
10-100 km
Navigational Beacons
Low Frequency (LF)
30-300 kHz
1-10 km
AM Radio
Medium Frequency (MF)
300-3000 kHz
100-1,000 m
Aviation and AM Radio
High Frequency (HF)
3-30 MHz
10-100 m
Shortwave Radio
30-300 MHz
1-10 m
FM Radio
300-3000 MHz
10-100 cm
Television, Mobile Phones, GPS
Super High Frequency
(SHF)
3-30 GHz
1-10 cm
Satellite Links, Wireless
Communication
Extremely High Frequency
(EHF)
30-300 GHz
1-10 mm
Astronomy, Remote Sensing
Visible Spectrum
400-790 THz
(4*10^14-7.9*10^14)
380-750 nm
(nanometers)
Human Eye
Very High Frequency
(VHF)
Ultra High Frequency
(UHF)
Pola Radiasi (Radiation Pattern)
 Didefenisikan sebagai variasi daya yang dipancarkan
oleh antena sebagai fungsi arah
 Pola radiasi ini diukur pada medan jauh, biasanya
diplot dalam desibel (dB)
Pola Radiasi (Radiation Pattern)
 Biasanya digambarkan juga dalam 2 dimensi agar lebih
mudah dianalisa
Z
y
x
Pola Radiasi (Radiation Pattern)
 Bentuk lain dari pola radiasi dalam 2 dimensi:
 Elevation () adalah sudut yang diukur dari sumbu z
dan bertambah jika bergerak turun kebawah
 Azimuth () adalah sudut yang diukur dari sumbu +x
dan bertambah jika bergerak berlawanan arah jarum
jam
Pola Radiasi (Radiation Pattern)
 Pola radiasi disebut isotropik jika memiliki pola/besar
daya yang sama pada semua arah. Antena ini tidak ada
dalam kenyataannya
 Omnidireksional : jika memiliki pola radiasi sama ke
segala arah pada suatu bidang tertentu, contohnya
gambar pola radiasi yang sebelum ini. Contoh antenna
nya adalah dipole dan antena slot
 Direksional: jika memiliki pola radiasi yang tidak
simetri, yaitu memiliki satu puncak pada arah
tertentu, artinya sebagian daya sinyal diarah kan pada
arah ini, contoh antenanya antena piringan (disk) dan
antenna slot waveguide
Pola Radiasi (Radiation Pattern)
 Contoh pola radiasi antena direksional
Pola Radiasi (Contoh)
x = cos()2 sin() cos( ), y = cos()2 sin() sin( ), z = cos()2 cos()
1
z
fx =inline('cos(theta)^2*sin(theta)*cos(phi)');
fy = inline('cos(theta)^2*sin(theta)*sin(phi)');
fz = inline('cos(theta)^2*cos(theta)');
0.5
figure
ezmesh(fx,fy,fz,[0 2*pi 0 pi],100)
0
colormap([0 0 0])
axis equal
set(gca,'xdir','reverse','ydir','reverse')
-0.5
-1
-0.2
y
0
0.2
0.2
0
-0.2
x
Pola Radiasi (Contoh)
1
0.9
0.8
0.7
Field Pattern
set(0,'defaultfigurecolor','w')
N=12;
d=.25;
th=-pi/2:.01:pi/2;
an=th*180/pi;
AF1=abs(sin(N*pi*d*sin(th))./(N*(pi*d*sin(th))));
figure;plot(an,AF1,'k')
xlabel('\theta')
0
ylabel('Field Pattern')
330
30
axis([-90 90 0 1])
300
grid on
figure;polar(th,AF1,'k')
0.2 0.4
view(90,-90)
270
240
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-80
150
180
-40
-20
0

60
0.6
0.8
1
90
120
210
-60
20
40
60
80
Pola Radiasi (Contoh)
tend=pi/2;
set(0,'defaultfigurecolor','w')
fx=inline('abs(sin(3*pi*sin(theta))/(3*pi*sin(theta)))*sin(theta)*cos(phi)');
fy=inline('abs(sin(3*pi*sin(theta))/(3*pi*sin(theta)))*sin(theta)*sin(phi)');
fz=inline('abs(sin(3*pi*sin(theta))/(3*pi*sin(theta)))*cos(theta)');
figure;
ezsurf(fx,fy,fz,[pi,-pi,0,tend],100)
shading interp
colormap(gray)
brighten(.5)
axis square
axis equal
axis([-.5 .5 -.5 .5 0 1])
set(gca,'XDir','reverse','YDir','reverse')
view(-63,24)
camlight(20,-20,'infinite')
material dull
lighting phong
grid off
axis off
title .
Daerah Medan
 Medan disekitar antena dibagi tiga:
 Medan dekat reaktif
 Medan dekat radiasi atau daerah Fresnel
 Medan jauh atau daerah Fraunhofer
 Daerah yang paling penting adalah medan jauh
 Karena antena efeknya dianalisa pada daerah ini
 Medan Jauh
 Daerah jauh dari antena
 Pola radiasi tidak berubah bentuknya terhadap jarak
 Didominasi oleh medan radiasi
 Medan E dan H orthogonal satu sama lain
 Arah propogasi searah dengan bidang gelombang
 R > 2D2/ ; R>> D ; R>> 
Daerah Medan
Daerah Medan
 Daerah Medan dekat reaktif
 Didominasi medan reaktif, artinya medan E dan H
berbeda fasa 90 derajat
 R < 0.62 (D3/ )
 Daerah Medan dekat radiasi
 Daerah antara medan jauh dan medan dekat reaktif
 Medan reaktif tidak mendominasi, medan radiasi
muncul
 Pola radiasi dapat berubah terhadap jarak
 0.62 (D3/ ) < R < 2D2/
 Medan ini bisa ada bisa tidak, tergantung dari nilai R
dan panjang gelombang
Daerah Medan (kesimpulan)
Pengarahan (Direktivitas)
 Mengukur seberapa mengarahkah pola radiasi sebuah




antena.
Antena yang meradiasi sama segala arah memiliki
pengarahan nol dB atau 1 kali
Pola radiasi antena ternormalisai dapat ditulis dalam
fungsi koordinat spherical F(,)
Pola radiasi antena ternormalisasi sama dengan pola
radiasi tapi magnitudenya yang terbesar diset menjadi
1
Pengarahan
Pengarahan (Direktivitas)
 Nampaknya rumusnya rumit, tapi ini sangat
sederhana sebenarnya
Nilai pola radiasi ternormalisasi
maksimum
Daya rata-rata yang diradiasikan pada seluruh
arah
Pengarahan (Direktivitas)
 Contoh: terdapat dua antena, dengan pola radiasi sbb:
antena 1
antena 2
 Gambarkanlah pola radiasi kedua antena tersebut!
 Perhatikan bahwa pola radiasi tersebut hanya sebagai
fungsi elevasi
 Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa antena 2 lebih
mengarah dibanding antena 1
Pengarahan (Direktivitas)
 Menggunakan rumus pengarah, dapat dihitung nilai






pengarahan kedua antena diatas yaitu
Antena 1 = 1,273 (1.05 dB)
antena 2= 2.707 (4.32 dB)
Semakin tinggi pengarahan maka semakin fokus suatu
antena
Antena 2 menerima daya 2.707 kali lebih kuat pada puncak
pengarahan antena dibandingkan daya yang diterima oleh
antena isotropik.
Bagaimana dengan antena 1?
Antena hp seharusnya memiliki pengarahan yang rendah,
karena sinyal dapat datang dari sembarang arah.
Sedangkan antena satelit harusnya memiliki pengarahan
yang tinggi, karena menerima sinyal pada arah tertentu.
Bagaimana dengan antena TV?
Pengarahan (Direktivitas)
Tipe antena
Short Dipole Antenna
Typical
Directivity
1.5
Typical
Directivity (dB)
1.76
Half-Wave Dipole Antenna
1.64
2.15
Patch (Microstrip) Antenna
3.2-6.3
5-8
10-100
10-10,000
10-20
10-40
Horn Antenna
Dish Antenna
 Biasanya antena yang kecil akan memiliki pengarahan yang rendah, jika
kita menggunakan antena dengan ukuran 0.25 -0.5 , biasanya akan
mendapat pengarahan kecil dari 3 dB
 Kita tidak dapat membuat antena kecil dari 0.25  tanpa mengorbankan
efisiensi dan bandwidth antena
 Sebaliknya, antena dengan ukuran besar (>> ), maka antena ini akan
memiliki pengarahan yang tinggi, seperti antena parabola dan antena
horn
Pengarahan (direktivitas) contoh
 Tentukan pengarahan untuk antena dengan pola
radiasi sebagai berikut:
U(,) = E02 sin2/2
Efiesiensi Antena
 Berhubungan dengan daya yang disalurkan oleh antena
dan daya yang diradiasikan oleh antena
 Semakin tinggi efisiensi antena berarti semakin banyak
daya yang inputkan ke antena yang diradiasikan oleh
antena tersebut
 Antena dengan efisiensi rendah berarti lebih banyak daya
yang diserap oleh antena dan menjadi loss (hilang) dalam
antena, atau dipantulkan balik karena impedansi yang
tidak match, dibandingkan banyaknya daya yang
diradiasikan.
 Beberapa jenis loss pada antena:
 Loss konduksi disebabkan konduktivitas antena
 Loss diaklektrik disebabkan konduktivitas dalam bahan
diaklektrik antena
Efiesiensi Antena
 Efisiensi antena ditulis sebagai perbandingan antara
daya yang diradiasikan dan daya yang dicatukan ke
antena:
 Efisiensi 50 % berarti daya yang diradiasikan adalah




setengah dari daya yang dicatukan ke antena
Efisiensi 50 % ditulis juga 0.5 atau -3 dB
Efesiensi diatas juga disebut efesiensi radiasi
Ada juga istilah efisiensi total yaitu: efesiensi radiasi
dikalikan dengan loss missmatch impedansi antena
loss missmatch impedansi antena adalah loss yang
disebabkan tidak match-nya impedansi antena dengan
impedansi perangkat yang terhubung dengan antena
Efiesiensi Antena
 Jika






adalah efisiensi total, loss antena karena impedansi
mismatch, dan efisiensi radiasi antena maka :
biasanya antara 0 dan 1 sehingga efisiensi total selalu lebih
kecil dari efisiensi radiasi
efisiensi bisa mendekati 100% untuk antena piringan (dish),
antena horn, dan dipole setengah lamda jika tidak bendabenda lossy disekitar nya
Antena HP, antena WiFi biasanya memiliki efisiensi 20-70%
Loss biasanya disebabkan elektroniks dan materi disekitar
antena yang cendrung menyerap daya yang diradiasikan oleh
antena dan mengubahnya menjadi panas, dan mengurangi
efisiensi antena
Antena radio mobil, efesiensinya sangat rendah yaitu 1 %,
karena antena ini lebih kecil dari setengah lamda
Antena ini tetap digunakan karena stasiun AM memancarkan
daya yang tinggi
Penguatan (Gain) Antena
 Gain adalah seberapa banyak daya ditransmisikan pada
arah puncak radiasi dibandingkan dengan sumber
isotropik
 Istilah gain lebih sering dipakai dalam hal praktis
dibandingkan pengarahan
 Gain 3 dB berarti daya yang diterima oleh antena adalah
3 dB (dua kali lipat) lebih tinggi dibandingkan daya
yang diterima oleh sebuah antena isotropik
 Gain sering juga sebagai fungsi sudut arah, tetapi jika
tidak diketahui sudut arahnya , itu artinya gain pada
arah puncak radiasi.
Penguatan (Gain) Antena
 Jika G adalah Gain, maka:
 Gain antena bisa mencapai 40-50 dB untuk
antena parabola (disc), bisa juga serendah
1,76 dB, tapi secara teori tidak pernah lebih
kecil dari 0 dB.
 Tetapi gain antena bisa sangat kecil
dikarenakan loss yang tinggi dan efesiensi
yang rendah, bisa sampai sebesar -10 dB
Lebar Pancaran (beamwidth)
 Misalnya sebuah antena memiliki pola radiasi
 Gambarnya berbentuk sbb:
Lebar Pancaran (beamwidth)
 Pancaran utama (main beam) adalah daerah disekitar arah
radiasi maksimum (daerah diantara puncak radiasi dan 3
dB). Disebut juga main lobe. Mainlobe pada gambar
berpusat di 900
 Pancaran sisi (sidelobe) adalah pancaran yang lebih kecil
dari pancaran utama. Biasanya pancaran sisi ini mengarah
kearah yang tidak diinginkan, dan tidak pernah bisa
dihilangkan, yang bisa adalah diminimumkan. Side loba
gambar adalah 450 dan 1350
 Lebar pancaran setengah daya (Half Power beamwidth)
adalah jarak sudut dimana magnitude dari pola radiasi
berkurang 50% (-3dB) dari puncak pancaran utama. Pada
gambar pola berkurang -3dB pada 77.7 dan 102.3 derajat,
sehingga HPBW adalah 102.3-77.7 = 24.6 derajat
Lebar Pancaran (beamwidth)
 Null to Null beamwidth (lebar pancaran nol ke nol)
adalah jarak sudut dimana magnitude dari pola radiasi
berkurang sampai nol. Pada gambar , pola berkurang
sampai nol adalah pada 60 dan 120 derajat, sehingga
NNBW adalah 120-60 =60
 Level pancaran sisi (sidelobe) digunakan untuk
menentukan karakteristik pola radiasi. Level Sidelobe
adalah nilai maksimum dari sidelobe, yang pada
gambar adalah -14.5 dB
Impedansi Antena
 Impedansi antena adalah hubungan antara tegangan
dan arus pada input antena
 Inpedansi 50 ohm berarti jika ada teganan sinus 1 volt
pada input antena, arus akan memiliki amplituda
1/50=0.02 amper. Karena impedansi real maka arus
dan tegangan akan satu fasa
 Jika impedansi Z= 50+j*50 ohm, magnitude impedansi
adalah
dan fasa
 ini artinya arus akan tertinggal 450 dari tegangan
Impedansi Antena
 Jika ada tegangan (dgn frekuensi f) pada input antena
 maka arus akan :
 Jadi konsep impedansi sederhana saja, yaitu nilai yang




menghubungkan tegangan dan arus
Nilai real dari impedansi merepsentasikan daya yang
diradiasikan oleh antena keluar atau daya yang diserap
oleh antena.
Nilai imajiner memrepresentasikan daya yang
disimpan pada medan dekat
Antena dengan nilai real saja (imaginer=0), disebut
resonant
Impedansi antena akan berubah terhadap frekuensi
Impedansi Antena
 Frekuensi rendah
 Jika kita menggunakan frekuensi rendah, saluran
transmisi dari transmiter atau receiver ke antena adalah
“pendek”
 “Pendek” dalam istilah antena adalah “relatif terhadap
panjang gelombang”
 Pada frekuensi 60 Hz, panjang gel 3100mil, sehingga
saluran transmisi bisa dikatakan pendek bahkan
diabaikan
 Akan tetapi, pada frekuensi 2 GHz, panjang gel 15 cm,
sehingga sedikit penambahan panjang saluran transmisi
pada antena akan dianggap sebagai “panjang”
 Biasanya panjang saluran yang lebih kecil dari 10 kali
panjang gelombang, dinyatakan sebagai saluran pendek
Impedansi Antena
 Jika sebuah antena dihubungkan dengan sumber
tegangan, dimana ZA adalah impedansi antena dan ZS
adalah impedansi sumber. Rangkaian ekivalen adalah
sbb:
 Daya yang dialirkan ke antena dapat dihitung pakai
konsep teori rangkaian dimana P=I x V
Impedansi Antena
 Dari persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa jika ZA




sangat kecil dibanding ZS, maka tidak ada daya yang
masuk ke antena, begitu juga jika ZA sangat besar
dibanding ZS, maka tidak ada daya yang masuk ke antena
Untuk mendapatkan transfer daya maksimum dari sumber
ke antena, maka nilai ideal untuk impedansi antena adalah
ZA=ZS*
Tanda * menyatakan konyugat kompleks, jadi jika
ZS=30+j*30, maka untuk mendapatkan transfer daya
maksimum ZA=30-j*30
Biasanya impedansi sumber adalah real, sehingga
diperlukan ZA=ZS
Impedansi adalah salah satu parameter penting dalam
disain antena
Impedansi Antena
 Frekuensi tinggi
 Pada frekuensi rendah, panjang saluran transmisi tidak
menjadi masalah
 Pada frekuensi tinggi, ketika panjang saluran transmisi
adalah beberapa kali panjang gelombang, teori
rangkaian listrik sudah tidak berlaku.
 Sebagai contoh: short-circuit akan memiliki impedansi
nol, tapi pada frekuensi tinggi sebuah short-circuit pada
jarak ¼*lamda akan memiliki nilai impedansi tidak
hingga
 Impedansi antena harus match dengan impedansi
saluran transmisi dalam rangka transfer daya
maksimum
Impedansi Antena
 Impedansi akan diukur pada ujung saluran transmisi
(dengan impedansi karakteristik Zo dan panjang L).
Ujung saluran transmisi disambung pada antena dgn
impedansi ZA seperti gambar
 Berdasarkan teori saluran transmisi, impedansi input
Zin adalah
Impedansi Antena
 Terlihat bahwa Zin adalah fungsi jarak L sehingga
analisa menjadi sulit
 Tetapi ada kemudahan, yaitu jika sebuah antena
match dengan saluran transmisi (ZA=Zo), maka
impedansi input tidak tergantung dari jarak L
 Jika antena tidak match, maka impedansi input akan
bervariasi terhadap jarak L, dan jika impedansi input
tidak match dengan impedansi sumber, maka daya
akan banyak yang dipantulkan balik ke sumber,
sehingga daya tidak banyak yang ditransfer sampai ke
antena
 Loss seperti ini disebut ketidaksesuaian impedansi
(impedance mismatch)
Impedansi Antena
 Parameter yang biasa digunakan untuk menggambarkan
seberapa match antena terhadap saluran transmisi atau
sumber adalah VSWR (voltage standing wave ratio)
 VSWR selalu > 1, nilai 1 mengindikasikan tidak ada
mismatch loss (antena secara sempurna match dengan
saluran transmisi), semakin tinggi VSWR maka akan
semakin tinggi mismatch loss
 VSWR = 3 berarti 75% daya tersalur keantena (1.25 dB
mismatch loss), VSWR=7 berarti 44% daya tersalur
keantena (3.5 dB mismatch loss)
 Day a yg dipantulkan oleh antena pada saluran transmisi
akan bercampur dengan daya yang menuju antena, ini
menghasilkan gelombang tegangan berdiri (voltage
standing wave) yang nilainya diukur oleh parameter VSWR
Lebar Pita (bandwidht) Antena
 Menggambarkan jangkauan frekuensi pada mana
atena dapat secara baik meradiasikan atau menerima
sinyal
 Biasanya bandwidth ditentukan dari VSWR. Sebagai
contoh, sebuah antena dikatakan beroperasi pada
frekuensi 100-400 MHz dengan VSWR<1.5

 Pernyataan diatas berdampak bahwa koefesien
pantulan adalah kurang dari 0.2 disepanjang
jangkauan frekuensi. Karenanya, hanya 4% daya yang
dipantulkan ke sumber. Alternatif return loss (loss
membalik) = S11= 20*log10(0.2)=-13.98 dB
Lebar Pita (bandwidht) Antena
 ini bukan berarti 96% daya yang dikirim ke antena
dapat seluruhnya diradiasikan dalam bentuk GEM,
tetapi juga tergantung dari loss
 Pola radiasi juga bervariasi terhadap frekuensi, namun
tidak terlalu
 Kriteria lain dalam menentukan bandwidth adalah
polarisasi dalam suatu jangkuan frekuensi
 Sebuah antena dapat dinyatakan memiliki polarisasi
circular dengan axial ratio (rasio sumbu) < 3dB dari
1.4-1.6 GHz.
Polarisasi Gelombang
 Sebuah GEM bidang (plane GEM) dinyatakan merambat kearah
tertentu (dimana tidak ada variasi medan pada dua arah orthogonal
lainnya)
 Pada kasus ini, medan listrik dan medan magnet tegak lurus satu sama
lainnya dan terhadap arah rambatnya
 Sebagai contoh:
 Medan E mengarah ke +x, dan medan H ke arah +y, kedua medan
tersebut merambat ke arah +z
Polarisasi Gelombang
 Polarisasi adalah arah medan E selama propagasi
 Misalnya medan E pada (x,y,z)=(0,0,0) sebagai fungsi
waktu untuk gelombang bidang pada persamaan
sebelumnya. Amplituda diplot pada gambar berikut:
Polarisasi Gelombang
 Terlihat E berosilasi magnitudenya dalam arah-x,
karena medan E membentuk garis tunggal, maka
medannya disebut terpolarisasi linear.
 Jika x sejajar dengan bumi, maka disebut terpolarisasi
horizontal (h-pole)
 Jika tegak lurus dengan bumi, maka disebut
terpolarisasi vertikal (v-pole)
 Persamaan berikut medan E memiliki komponen x
dan y
 Yang berikut adalah juga polarisasi
linear seperti gambar disamping
Polarisasi Gelombang
 Polarisasi circular adalah medan E berubah-ubah




membentuk lingkaran
Misalnya persamaan medan
Komponen x dan y berbeda fasa 90 derajat
Jika medan diamat pada (x,y,z)=(0,0,0) maka plot E
terhadap waktu sbb:
Kriteria polarisasi circular
 Medan E harus memiliki 2
komponen saling tegak lurus
 kedua komponen harus
punya magnitude yang sama
 Kedua komponen harus beda
90 derajat
Polarisasi Gelombang
 Jika medan pada gambar berubah berlawanan jarum
jam maka disebut dengan Right Hand Circularly
Polarized (RHCP) dan jika searah jarum jam maka
disebut Left Hand Circularly Polarized (LHCP)
 Polarisasi Elip memiliki dua komponen yang saling
tegak lurus yang berbeda fasa 90 derajat, tapi tidak
memiliki amplituda yang sama, misalnya
Polarisasi Gelombang
 Polarisasi elip ditentukan oleh eccentricity, yg
didefenisikan sebagai rasio amplituda sumbu mayor
terhadap sumbu minor, dalam persamaan sebelumnya
didapat 1/0.3 = 3.33
 Polarisasi elip juga ditentukan oleh arah sumbu mayor,
pada kasus diatas adalah sumbu x
 Polarisasi circular dan linear adalah kasus khusus dari
polarisasi elip, dimana jika eccentricity =1 maka
membentuk polarisasi circular, dan jika eccentricity
tidak hingga maka membentuk polarisasi linear
Polarisasi Gelombang
 Polarisasi elip ditentukan oleh eccentricity, yg
didefenisikan sebagai rasio amplituda sumbu mayor
terhadap sumbu minor, dalam persamaan sebelumnya
didapat 1/0.3 = 3.33
 Polarisasi elip juga ditentukan oleh arah sumbu mayor,
pada kasus diatas adalah sumbu x
 Polarisasi circular dan linear adalah kasus khusus dari
polarisasi elip, dimana jika eccentricity =1 maka
membentuk polarisasi circular, dan jika eccentricity
tidak hingga maka membentuk polarisasi linear
Polarisasi Antena
 Adalah polarisasi dari medan yang diradiasikan oleh
antena, yang dilihat pada medan jauh
 Antena terpolarisasi horizontal tidak dapat
berkomunikasi dengan antena terpolarisasi vertikal
 Dua antena bisa berkomunikasi jika memiliki
polarisasi yang sama
 Jika dua antena terpolarisasi linear berkomunikasi,
dimana terdapat perbedaan sudut sebesar , maka
terjadi ketidakcocokan polarisasi (polarization
mismatch) yang direpresentasikan oleh polarization
loss factor (PLF)
Polarisasi Antena
 Polarisasi ini juga alasan, mengapa kadangkala dengan
memiringkan hp kita dapat meningkatkan penerimaan sinyal
karena pada dasarnya hp polarisasinya linear
 Polarisasi circular lebih diinginkan karena tidak ada loss apabila
ada polarization mismatch, antena GPS dan satelit
menggunakan polarisasi circular
 Jika antena polarisasi circular berkomunikasi dengan antena
polarisasi linear atau sebaliknya, maka akan terjadi missmatch
loss sebesar 0.5 (-3dB), ini karena sebenarnya polarisasi circular
memliki 2 komponen orthogonal, maka antena polarisasi linear
akan hanya menangkap sinyal yang sephasa dengannya
 Loss factor polarisasi biasanya juga disebut efisiensi polarisasi,
faktor mismatch antena, atau faktor penerimaan antena
Daerah efektif (Effective area)
 Parameter yang berguna untuk menghitung daya terima
sebuah antena adalah daerah efektif
 Misalnya sebuah sinyal GEM memiliki polarisasi yang sama
dengan polarisasi antena penerima tiba di antena tersebut,
dimana GEM tersebut datang pada arah penerimaan
radiasi maksimum, maka daerah efektif menggambarkan
daya yang ditangkap dari GEM tersebut
 Misalnya W adalah densitas daya GEM (W/m2), P daya
pada terminal antena, maka:
 Sehingga area efektif merepresentasikan berapa banyak
daya yang ditangkap dari GEM dan di salurkan ke antena
Daerah efektif (Effective area)
 Hubungan antara daerah efektif dan gain adalah
 Daerah efektif dapat diukur pada sebuah antena
dengan membandingkan sebuah antena yang
diketahui daerah efektifnya, atau dengan menghitung
menggunakan gain yang diukur dan persamaan diatas
Formula Transmisi Friis
 Formula ini digunakan untuk menghitung daya yang
diterima dari sebuah antena (G1), ketika ditransmisikan
dari antena lain (G2) yang terpisah dengan jarak R dan
beroperasi pada frekuensi f
 Asumsikan bahwa daya PT dialirkan ke antena pengirim.
Asumsikan antena nya omnidireksional, lossless dan
antena penerima berada jauh dari antena pengirim. Daya p
dari GEM yang tiba di antena penerima adalah:
Formula Transmisi Friis
 Jika antena pengirim memiliki gain pada arah antena
penerima GT, maka persamaan nya menjadi:
 Jika antena penerima memiliki daerah efektif AER,
maka daya yang diterima oleh antena penerima adalah
 Karena daerah efektif dapat dinyatakan sebagai
maka daya terima menjadi:
Formula Transmisi Friis
 Formula ini disebut juga formula transmisi Friis. Formula
ini menghubungkan gain antena, free space loss daya
terima dan daya kirim
 Bisa juga dinyatakan sebagai :
 Atau dalam bentuk lain yaitu:
PR= PT+GT+GR-LFS ; semua komponen dalam dB
 Dimana LFS = 32.45 + 20 log f (MHz) + 20 log d (km)
 Semakin tinggi frekuensi dan jarak maka path loss semakin
tinggi
 Ini alasan mengapa seluler bekerja dibawah 2 GHz, karena
antenanya harus omnidireksional, dimana gain rendah,
makanya tidak boleh frekuensi terlalu tinggi karena loss
akan tinggi
Formula Transmisi Friis
 Komunikasi gelombang milimeter pada 60 GHz hanya
dimungkinkan sementara ini untuk dalam jarak dekat
dimana pengirim dan penerima saling menghadap (point
to point)
 Mengenai band untuk 4G pada 700 MHz, maka operator
akan senang karena frekuensi lebih rendah, sehingga loss
rendah, sehingga untuk daya yang sama bisa mencakup
daerah yang lebih luas
 Tapi tentunya handphone perlu antena yang lebih panjang
karena frekuensi rendah berarti panjang gelombang
bertambah, sehingga dimensi antena harus ikut bertambah
 Jika kedua antena penerima dan pengirim tidak match
polarisasinya maka persamaan Friis menjadi
Temperatur antena
 Menggambarkan seberapa banyak antena menghasilkan




noise yang akan ditambahkan kepada sinyal yang diterima
atau dikirim
Temperatur antena bergantung pada bentuk gain dan
panas lingkungan sekitar antena
Terdapat istilah distribusi temperatur T(,) yaitu
temperatur pada setiap arah dari antena pada koordinat
spherical, sebagai contoh langit malam = 4Kelvin
Sehingga temperatur antena berbeda-beda tergantung
kepada mana antena mengarah.
Jika sebuah antena memiliki pola radiasi R(,), maka
temperatur antena:
Temperatur antena
 Persamaan tadi menyatakan bahwa temperatur disekitar
antena diintegralkan keseluruh sphere, yang dikalikan
dengan pola radiasi antena.
 Karenanya, antena isotropik akan mempunyai temperatur
noise yang merupakan rata2 semua temperatur disekitar
antena
 Untuk antena dengan sangat mengarah, temperatur antena
hanya tergantung pada temperatur pada arah antena
menghadap
 Daya noise yang diterima antena pada temperatur TA dapat
dinyatakan sbb:
Temperatur antena
 K adalah konstanta Boltzmann’s 1.38 x 10-23 (J/K)
 Penerima juga memiliki temperatur TR , maka temperatur
total sistem (antena + penerima) menjadi Tsys = TA + TR
 Sebuah paramter yang sering disebutkan dalam spesifikasi
sebuah antena adalah rasio gain antena terhadap
temperatur antena atau temperatur total sistem
 Ditulit sebagai Noise Figure G/T (dB/K)
Antena dua-kutub pendek (short
dipole antenna)
 Paling sederhana, kawat yang open-circuit
 Pendek artinya jika dibandingkan dengan panjang
gelombang
 Dikatakan pendek jika
 Distribusi arus listrik di antena
 Arus listrik dapat di plot sbb:
Antena dua-kutub pendek (short
dipole antenna)
 Pola radiasi antena pada medan jauh:
 Hanya memiliki komponen




dan
Kedua medan ini orthogonal dan sama fasa
Kedua medan ini tegak lurus terhadap arah propagasi
Perbandingan keduanya adalah yang merupakan
impedansi instrinsik ruang bebas
Medan berkurang dengan bertambahnya jarak
Antena dua-kutub pendek (short
dipole antenna)
 Medan berbanding lurus terhadap L, mengindikasikan







semakin panjang dipole semakin banyak daya radiasi
Medan berbanding lurus dengan arus , artinya semakin
besar arus semakin besar daya
menggambarkan variasi gelombang terhadap jarak
Medan juga berosilasi terhadap waktu pada frekuensi f
menggambarkan variasi medan terhadap ruang,
seperti apa gambarnya?
Direktivitas antena hanya bergantung pada
Nilainya 1.5 (1.76 dB), dimana sangat rendah
Karena hanya fungsi
maka tidak ada variasi dalam
arah azimuth, sehingga antena ini omnidirectional
Antena dua-kutub pendek (short
dipole antenna)
 Polarisasi antena adalah linear, jika dilihat pada bidang x-y,
polarisasi antenna adalah vertikal
 Impedansi antena bergantung pada radius kawat
 Impedansi terdiri dari 3 komponen: resistansi radiasi, resistansi
loss, dan reaktansi (imajiner)
 Contoh jika a=0.001
dan panjang L=0.05 , frekuensi f=3
MHz, bahannya kuningan dengan konduktivitas =59.600.000
S/m
 Resistansi radiasinya adalah 0.49 ohm, resistansi loss=4.83
miliohm, reaktansi =1695 ohm, sehingga input resistansi
Z=0.49+j1695
 Ini berarti antena ini sangat tidak matching dengan saluran
transmisi, meskipun reaktansi 1695 dapat dihilangkan, tapi
resistansi 0.49 ohm sangat jauh dari 50 ohm
Antena dua-kutub (dipole antenna)
 Dianggap antena dipole dengan radius yang sangat
tipis.
 Dipole antena mirip dengan dipole antena pendek,
yang berbeda adalah ukuran antena dipole tidak
“pendek” dibandingkan dengan panjang gelombang
sinyal
 Antena dipole dengan panjang L disepanjang sumbu z,
dengan pusat pada z=0, maka persamaan arus yang
mengalir adalah:
Antena dua-kutub (dipole antenna)
 Perhatikan bahwa arus ber osilasi terhadap waktu
dalam bentuk sinus
 Berikut adalah gambar distribusi arus untuk dipole
dengan panjang /4 dan diple dengan panjang 
 Perhatikan bahwa nilai maksimum Io tidak dapat
dicapai untuk antena dengan panjang kurang dari /2
Antena dua-kutub (dipole antenna)
 Perhatikan bahwa untuk dipole sangat kecil, impedansi input adalah
kapasitif (reaktansi negatif dan resistansi yang sangat kecil)
 Semakin besar dipole, impedansi meningkat, juga reaktansi
meningkat.
 disekitar 0.5 , antena memiliki impedansi real, atau disebut juga
resonan
Antena dua-kutub (dipole antenna)
 Pola radiasi antena dipole
 Pola radiasi ternormalisasi:
Antena dua-kutub (dipole antenna)
 Lebih mengarah dibandingkan antena dipole pendek
(sesuai dengan teori bahwa semakin besar antena
maka pengarahan semakin meningkat)
 Pola radiasi tidak berubah terhadap azimuth
Antena dipole panjang 1 
Antena dipole panjang 1 .5
Antena dua-kutub (dipole antenna)
 Pengarahan antena dipole sebagai fungsi panjang
antena
Antena dipole ½ 
 Kasus khusus dari antena dipole
 Antena yang beroperasi pada 600 MHz, maka  =c/f
=0.5 m, maka 1/2 =0.25 m
 Antena ini memiliki pusat pada tengah antena seperti
gambar berikut:
 Impedansi input adalah Zin=73+j42.5 ohm
Antena dipole ½ 
 Persamaan medan listrik
 Direktivitas = 1.64 (2.15dB)
 HPBW = 780
 Jika panjang antena dikurangi sedikit menjadi 0.48 
maka impedansi input menjadi Zin=70 ohm (ini yang
diinginkan dalam praktis)
Antena dipole broadband
 Secara teori, bandwidth antena dapat dibuat semakin
tinggi dengan menambah volume antena
 Untuk antena dipole, bandwidth ditingkatkan dengan
menambah radius antena (A)
 Untuk antena dengan panjang 1.5 m, dimana 1/2 
adalah pada 100 MHz, terdapat 3 kasus berikut
 A=0.001 m (1/3000  )
 A=0.015 m (1/100  )
 A=0.05 m (1/30  )
 S11 seperti gbr sebelah:
 Perhatikan bahwa : Semakin
tebal dipole maka bandwidth
akan semakin tinggi
Antena satu kutub (monopole)
 Adalah setengah dari antena dipole
 Diletakkan diatas bidang ground
 Gambar a adalah antena monopole, gambar b adalah antena
ekivalen-nya (yang didapat menggunakan teori bayangan (image
theory))
 Impedansi monopole adalah setengah impedansi dipole Zin =
36.5 + j21.25 Ohms
 Pengarahan antena monopole adalah dua kali lipat antena
dipole, sehingga jika pengarahan dipole panjang 2L adalah D1 dB
maka pengarahan monopole panjang L adalah D1+3 dB
Antena satu kutub (monopole)
 Luas bidang ground sangat mempengaruhi bentuk
pola radiasi antena monopole
 Misalnya sebuah monopole, dengan luas bidang
ground berdiameter 3  adalah sbb:
 Perhatikan bahwa pola radiasi antena
masih berupa omnidireksional, tapi
arah radiasi maksimum tidak lagi
berada pada bidang x-y, tapi telah
bergeser ke arah elevasi atas
 Semakin luas bidang ground, maka arah radiasi
maksimum semakin mendekati bidang x-y
Antena dipole terlipat (Folded
dipole antena)
 Merupakan antena dipole yang ujungnya dilipat dan
disambung dengan ujung yang lain
 Biasanya d sangat kecil dibandingkan L