Unduh - Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Timur

Download Report

Transcript Unduh - Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Timur

PENINGKATAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA GUNA MEWUJUDKAN KESATUAN BANGSA

DR. H. Abdul Aziz, MA

Peneliti Utama Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI RI Workshop Peningkatan Wawasan Multikultural Bagi Guru Agama Se Kalimantan Timur Samarinda, 30 Mei 2012 1

INDONESIA

2

Pendahuluan

• • • • Indonesia adalah negara yang berpenduduk majemuk dari segi suku bangsa, budaya, dan agama. Penduduk Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di berbagai wilayah. Penduduk Indonesia menganut agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, bahkan juga ratusan aliran/kelompok keagamaan.

Kemajemukan seperti itu berpotensi ganda: Positif dan negatif. Perbedaan dalam kemajemukan sangat mudah menjadi ketegangan, konflik dan kekerasan sosial apabila tidak dikelola secara baik.

Diperlukan strategi untuk menciptakan dan memelihara suasana kebebasan beragama dan kerukunan umat beragama guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman, damai, sejahtera, dan bersatu.

3

Keragaman suku-bangsa

4

Keragaman Suku-Bangsa dan Bahasa

Estimasi luas wilayah Indonesia: Pemerintah: 1.9 juta km2 dan wilayah laut 7.9 juta km2, termasuk zone ekonomi eksklusif . Sumber akademis Barat: total wilayah 2,027,087 km2, plus 3,166,163 km2 wilayah lautan (tambah 5,100 km2 arah timur-barat dan 1,888 km2 arah utara-selatan) Populasi: Keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan USA , yaitu 238,452,952 pada Juli 2004, dengan pertambahan 1.5% per tahun, 69% tinggal perdesaan. Jawa dihuni lebih 120 juta orang atau + 945 orang per km2 (masuk terpadat ukuran dunia). Kepadatan di luar Jawa + 90 orang per km2.

Identitas Etnis: + 350 kelompok etnis, 180 ada di Papua; Jawa 41,7 % penduduk, Sunda 15,4 %, Melayu 4,1%, China 3,7% Madura 3,3 %, Batak 3,0 %, Bugis 2,7 %, Banjar 2,3%. Ada +725 bahasa dan dialek . Terbesar adalah Jawa, Sunda, Melayu. +13 bahasa digunakan oleh lebih dari 1 juta orang: bahasa Minang, Bali, Aceh, Betawi, Sasak, Lampung, Rejang, Cirebon. 5

Tujuan Pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan kesejahteraan umum, 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

6

Kutipan Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” 7

Visi dan Misi Kementerian Agama Visi :

“Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera dan cerdas serta menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia ” ( Permenag no. 8 tahun 2006)

Misi

1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama.

2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.

3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.

4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.

5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.

8

Dua Kebijakan Besar untuk Menjaga Kerukunan Umat Beragama

1. Memberdayakan masyarakat, kelompok-kelompok agama, serta pemuka agama untuk menyelesaikan sendiri masalah kerukunan umat beragama (KUB). 2. Memberikan rambu-rambu dalam pengelolaan kerukunan umat beragama.

9

Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Beragama

1. pembentukan dan peningkatan efektivitas forum kerukunan umat beragama; 2. pengembangan sikap dan perilaku keberagamaan yang inklusif dan toleran; 3. penguatan kapasitas masyarakat dalam menyampaikan dan mengartikulasikan aspirasi-aspirasi keagamaan melalui cara cara damai; 4. peningkatan dialog dan kerjasama intern dan antarumat beragama, dan pemerintah dalam pembinaan kerukunan umat beragama; 5. … 10

Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Beragama

5. peningkatan koordinasi antarinstansi/lembaga pemerintah dalam upaya penanganan konflik terkait isu-isu keagamaan; 6. pengembangan wawasan multikultur bagi guru-guru agama, penyuluh agama, siswa, mahasiswa dan para pemuda calon pemimpin agama; 7. peningkatan peran Indonesia dalam dialog lintas agama di dunia internasional; dan 8. penguatan peraturan perundang-undangan terkait kehidupan keagamaan, seperti perlunya penyusunan undang-undang tentang perlindungan dan kebebasan beragama. 11

UPAYA-UPAYA MENDORONG KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

1. Memperkuat landasan/dasar-dasar (aturan/etika bersama) tentang kerukunan internal dan antar umat beragama 2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi yang ideal untuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi 3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung kerukunan hidup intern dan antar umat beragama 4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia 5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan 6. Mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap unsur dan lapisan masyarakat 7. Menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu hendaknya hal ini dapat dijadikan mozaik yang dapat memperindah kehidupan beragama. 12

KEGIATAN-KEGIATAN KEMENTERIAN AGAMA DALAM RANGKA MENINGKATKAN KERUKUNAN INTERN DAN ANTARUMAT BERAGAMA

1. Meningkatkan pemahaman keagamaan yang moderat 2. Melakukan perubahan paradigma pendekatan dalam membangun kerukunan antar umat beragama dari pendekatan formal, struktural menjadi pendekatan humanis-kultural 3. Penanganan daerah konflik 4. Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) 5. Orientasi pemberdayaan tenaga rekonsiliasi 6. Peningkatan wawasan multikultural bagi para guru agama 7. Peningkatan wawasan kerukunan bagi para penyiar agama 8. Perkemahan pemuda lintas agama 9. Temu karya pemuda lintas agama 13

FAKTOR-FAKTOR

YANG DAPAT MENGGANGGU KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

FAKTOR-FAKTOR NON KEAGAMAAN

1. Kesenjangan ekonomi; 2. Kepentingan politik; 3. Konflik sosial dan budaya,

FAKTOR-FAKTOR

beragama)

KEAGAMAAN

(yang dapat mengganggu kerukunan umat

1. Penyiaran agama; 2. Bantuan keagamaan luar negeri; 3. Perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda; 4. Pengangkatan anak; 5. Pendidikan agama; 6. Perayaan hari besar keagamaan; 7. Perawatan dan pemakaman jenazah; 8. Penodaan agama; 9. Kegiatan kelompok sempalan; 10. Transparansi informasi keagamaan,

11. Pendirian rumah ibadat.

14

FAKTOR-FAKTOR

NON KEAGAMAAN

1.

2.

3.

Konflik Ambon yang berlangsung beberapa tahun beberapa waktu yang lalu, menurut kajian Badan Litbang dan Diklat, ternyata bukanlah konflik agama melainkan konflik akibat perebutan sumber-sumber ekonomi dan politik lokal. Faktor agama baru ikut serta setelah para tokoh konflik melakukan jalan pintas dalam mencari pendukung dengan menarik garis perbedaan keagamaan, dan dengan menjadikan simbol-simbol keagamaan sebagai sasaran konflik. Konflik antar etnik di Sampit beberapa waktu yang lalu, juga bukan konflik agama, melainkan konflik ekonomi dan etnik yang kebetulan berhimpoitan dengan identitas penganutan keagamaan masing-masing kelompok yang terlibat. Konflik akibat perebutan sumber-sumber ekonomi dan poltik dapat berkembang sehingga berskala besar dan berlangsung pada waktu yang lama. 15

FAKTOR-FAKTOR

KEAGAMAAN

1. Konflik akibat faktor-faktor yang bersifat keagamaan di Indonesia cenderung berskala kecil dan bersifat lokal, sehingga dengan mudah dapat dilokalisir dan diatasi bersama dengan negosiasi dan mediasi.

2. Konflik akibat faktor-faktor yang bersifat keagamaan di Indonesia cenderung bersifat sementara dari segi waktu. Biasanya karena kurangnya komunikasi antar umat beragama pada tingkat grassroot. Ketika komunikasi terwujud maka konflik pun segera selesai. 16

Perdebatan mengenai Kebebasan Beragama

1. Pihak yang menekankan pasal 28E UUD 1945 dan semua pasal-pasal perundangan yang sejalan dengan itu, serta mengabaikan Pasal 28J UUD 1945 dan pasal-pasal peraturan perundangan lain yang sejalan.

2. Pihak yang menyadari bahwa selain Pasal 28E juga dalam UUD itu juga ada Pasal 28J yang memberi kemungkinan pembatasan melalui UU, dan pasal pasal peraturan perundangan lain yang sejalan dengan itu.

3. Dalam perbincangan tentang kebebasan beragama, seringkali tidak dibedakan antara hak beragama orang per orang dengan perbuatan atau kegiatan dan penafsiran keagamaan yang berdampak kepada hak dan kebebasan beragama orang lain yang bersifat mengusahakan dukungan umum, yang berarti telah menjangkau ranah publik.

17

Pasal 28 E UUD 1945

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

18

Pembatasan Kebebasan Beragama (?) Pasal 28 J UUD 1945

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

19

BAB HAK ASASI MANUSIA - UUD 1945 berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain serta tunduk kepada pemba-tasan UU (Pasal 28J)

mempertahankan hidup dan kehidupan (Pasal 28A) tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dan bebas dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28I) hidup sejahtera lahir dan bathin, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapat perlakuan khusus (Pasal 28H)

H

AK

A

SASI

M

ANUSIA

membentuk keluarga, keturunan dan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B) mengembangkan dan memajukan diri, serta mendapat pendidikan dan manfaat dari IPTEK (Pasal 28C) pengakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D) perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda serta bebas dari penyiksaan (Pasal 28G) berkomunikasi dan memperoleh informasi (Pasal 28F)

kebebasan beragama, meyakini kepercayaan, memilih kewarga negaraan, memilih tempat tinggal, kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat (Pasal 28E)

20

Pasal 18

International Covenant on Civil and Political Rights

Diratifikasi menjadi

UU No. 12 Tahun 2005 Ayat (1) dan (2)

1. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran.

2. Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.

21

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Pasal 22

(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang agamanya masing-masing dan untuk beribadat memeluk menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 55

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali. 22

Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional tentang

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; b. mendapatkan pelayanan pendidikan… dst.

Penjelasan Pasal 12 Ayat (1) huruf a:

Pendidik dan/atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi dan/atau disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3).

23

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 70

Dalam menjalankan hak dan kewajiban, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pasal 73

Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

24

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA (yo. UU No. 5 Tahun 1969)

Pasal 1

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. (PNPS No. 1 Tahun 1965) 25

Pasal 2

Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

(PNPS No. 1 Tahun 1965) 26

Pasal 3

Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.

(PNPS No. 1 Tahun 1965) 27

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pasal yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156a

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

28

Pasal 156 KUHP

Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti, tiap-tiap bagian rakyat Indonesia, yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena rasnya, negeri asalnya, agamanya, tempat asalnya, keturunannya, kebangsaannya atau kedudukannya menurut hukum tata negara.

29

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 22

, Kewajiban Daerah: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI; b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan kehidupan Demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan g. menyediakan fasilitas sosial & fasilitas umum yg layak h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i. menyusun perencanaan & tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di Daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk & menerapkan peraturan Per-UU-an sesuai dgn kewenangannya; dan o. kewajiban lain yg diatur dlm peraturan Per-UU-an

CONTOH KASUS PENODAAN AGAMA YANG TELAH DIVONIS PENGADILAN

Kegiatan “Konser Do’a” yang dilakukan oleh 41 orang yang menamakan diri Lembaga Pelayanan Mahasiswa Islam (LPMI) di Hotel Asida Batu, Malang, pada 19-21 Desember 2006, dinilai telah menodai agama tertentu. Kegiatan tersebut meresahkan masyarakat karena dalam kegiatan yang melibatkan umat Islam dan Nasrani tersebut terdapat unsur yang menistakan kitab suci suatu agama. Kegiatan ini juga dinilai dapat memicu konflik SARA dan menodai hubungan antar agama di Indonesia.

Pengadilan Negeri (PN) Malang, Jawa Timur, telah menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap 41 terdakwa,dengan dasar hukum Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama yang ada di Indonesia.

31

Yurisprudensi

2.

3.

4.

5.

6.

Kasus-kasus penodaan agama di Indonesia telah diputuskan di berbagai Pengadilan Negeri di Indonesia dan telah mendapat kekuatan hukum yang tetap, seperti: 1.

Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.677/PID.B/ 2006/ PN.JKT.PST, tanggal 29 Juni 2006 dalam perkara Lia Eden, Kasus Abdurrahman yang mengaku Imam Mahdi, Kasus Arswendo Atmowiloto, Kasus penistaan kitab suci di Malang (2006, dikenai Pasal 156a), 7.

8.

Kasus Saleh di Situbondo (1996, dikenai Pasal 156a), Kasus Mangapin Sibuea, Pimpinan Sekte Pondok Nabi Bandung (2004, dikenai Pasal 156a), Kasus Mas’ud Simanungkalit (2003, dikenai Pasal 156a), Puluhan kasus penodaan agama di NTT, khususnya dalam kasus penistaan roti suci (hostia) di lingkungan umat beragama Katholik, dan sejumlah kasus lainnya.

32

Informasi Lapangan:

“Apakah Bapak/Ibu setuju jika dikatakan bahwa negara memberikan perhatian yang serius atas kondisi multikulturalisme di Indonesia ?” Ragu Ragu/Tdk Jelas 14,29% Tdk Setuju 28,57% Setuju 57,14%

33

Apakah Bapak/Ibu setuju dengan tindakan seseorang/sekelompok untuk menutup atau merusak rumah ibadah kelompok lain dengan alasan apapun?

Setuju, 6.67% Ragu-Ragu/Tdk Jelas , 6.67% Tidak Setuju , 86.67%

34

Sumber:

1. Prof. Atho Muzhar, MA, PhD. : Kebijakan Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Presentasi pada Rakor Kanwil Kemenag Kepri di Batam, 12 April 2010 2. Prof. Dr. H. Abdul Jamil, MA.: Dinamika dan Prospek Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Presentasi Seminar 9 Maret 2011. 3. “Ethnic Groups in Indonesia”, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Ethnic_groups_in_Indonesia 4. Library of Congress, Federal Research Division: “Country Profile Indonesia”, dalam http://lcweb2.loc.gov/ 5. Direktorat Agama dan Pendidikan Bappenas: Kajian Peran

Lembaga Sosial Keagamaan dalam Pengembangan Wawasan

Multikulturalisme, presentasi seminar, Jakarta, 18 Desember 2007.

bersatu kita utuh, bercerai kita runtuh”

TERIMA KASIH