kelompok 30 - WordPress.com

Download Report

Transcript kelompok 30 - WordPress.com

KELOMPOK 30:
NGINDIANA ZULVA 104284014
ROFQI IZAN N.
104284055
KETERANGAN HISTORIS
 Hakikat suatu keterangan historis, selalu terdapat
dalam kaitan antara dua deskripsi keadaankeadaaspek logan masa silam.
 Seorang filsuf sejarah membatasi diri pada aspek logis
dan formal dalam suatu keterangan historis, karena isi
keterangan historis bukanlah obyek filsafat sejarah.
 Menurut pendukung Covering Law Model (CLM)
sebuah keterangan historis baru dapat diterima, bila
didukung oleh salah satu atau beberapa hukum
umum.
 Hermeneutika mengatakan, seorang peneliti sejarah
menerangkan masa silam dengan menghayati atau
menempatkan diri sendiri dalam batin para pelaku
sejarah dulu.
 Dalam narativisme, seorang peneliti sejarah
menerangkan masa silam engan menyusunnya
menurut suatu struktur atau dengan mengembangkan
suatu penafsiran.
COVERING LAW MODEL (CLM)
 Pertama kali dirumuskan oleh David Hume, filsuf
Skotlandia (1712-1776).
 Berpendapat bahwa metode ilmu alam dapat
diterapkan pada masyarakat manusia. Contoh: alam
raya tunduk pada hukum2 tertentu, begitu pula
perbuatan mausia yang diatur oleh hukum2 tertentu.
 Auguts Comte (1788-1857) berpendapat tentang
peristiwa yakni hanya ada satu jalan untuk
memperoleh pengetuan yang benar dan dapat
dipercaya, entah apa obyek penelitiannya (alam hidup,
benda mati, sejarah,dll) yakni menerapkan metode2
ilmu eksata.
 Ilmu pengetahuan bertujuan mencari penjelasan2






megenai apa yang terjadi da dalam kenyataan.
Dalam menerangkan suatu perisitwa diperlukan 2 hal:
1. harus mengandaikan pola hukum umum yang
bentuknya sebagai berikut: sederetan peristiwa = C1
(C2,C3,C....) maka terjadi pula peristiwa jenis E.
2. Peristiwa2 C1 dst, memang pernah diamati dalam
kenyataan historis. Skemanya:
(1) C1 (C2,C3<C...)
E
(2) C1 (c2,C3, C...)
(3)
E
Premis (1) merupakan suatu pola hukum, premis (2)
merupakan suatu keadaan yang diamati secara empiris
 Terjadi dalam kenyataan historis. Peristiwa E (yang
menyusul (3)) disebut eksplanandum (yang harus
diterangkan), sedangkan kedua premis (1) dan (2)
merupakan eksplanans (yang menerangkan).
 Pola hukum seolah-olah memayungi atau meliputi apa
yang tertera di belakang (2) dan (3) (sebab akibat)
maka disebut Covering Law Model.
 Peristiwa ialah bila dengan salah satu obyek terjadi







sesuatu. Skemanya:
X (C1,C2,C3,...) XE
X (C1,C2,C3,...)
XE
Skema kedua ini, kita berbicara tentang obyek2 yang
memiliki atau kehilangan sifat2 tertentu.
Supaya CLM dapat ditafsirkan dengan tepat, maka perlu
dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Skema penalaran CLM diasalkan dari logika formal dan
terkenal dengan kaidah “modus ponens”
2. Semua pola hukum ya g muncul pada premis pertama,
harus dipekuat dan diakui oleh semua faka yang kita kenal
relevan atau tidak berlawanan dengan fakta tersebut.
3. Pola-pola hukum selalu mengungkapkan, abahwa
suatu peristiwa tertentu (sebab) disusul oleh suatu
peristiwa lain (akibat).
4. CLM membuka jalan untuk menerangkan peristiwa2,
sejauh peristiwa itu termasuk satu jenis peristiwa
umum tertentu.
5. CLM tidak mengatakan apakah peristiwa itu terjadi
pada masa silam, masa kini, atau masa depan.
6. Harus dicatat sesuatu mngensi sifat dan jangkauan
pola-pola hukum yang dipergunakan dalam CLM.
7. Jangkauan pola hukum yang dipergunakan dalam
CLM oleh W.H dray dan Mandelbaum, dibatsi lagi.
8. Para ahli sejarah jarang menyebut pola hukum umum
yang menjadi dasar penalaran mereka.
PERBAIKAN-PERBAIKAN DALAM CLM
 Dalam sejarah sangat sedikit tulisan yang memenuhi
syarat CLM, karena struktur uraian CLM yang ketat,
dengan struktur uraian historis yang longgar dan
polimorf (beraneka bentuk). Oleh karena itu dusulkan
beberapa perbaikan CLM, yaitu:
 1. Keterangan probabilistis
Merupakan polau-pola hukum dengan kepastian
kepastian statistik, yaitumengaitkan sebeb tertentu
dengan akibat tertentu.
2. Perbaikan yang disulkan oleh Gardiner
Gardiner megusulkan untuk melukiskan masa silam,
harus mencari keseimbangan yang rumit antara yang
bersifat umu dan khas. Sehingga pola2 hukum
membuka jalan bagi untuk mengaitkan deskripsi2
sejarah sedemikian upa dan akhirnya memenuhi
syarat CLM.
3. Perbaikan yang diusulkan Scriven dan White
White mengatakan dalam praktek pengkajian sejarah
pola hukum tidak dapat dipergunakan 100%, namun
hal ini tidak memperkecil ketepatan suatu keterangan
historis.
 Scriven menggunakan “generalisasi normis” atau
kaidah2 umum yang biasa kita gunakan dalam
kehidupan sehari-hari yang norma. Pola2 hukum itu
samar2, tidak terinci, berkaitan dengan peristiwa yang
sepele dan kebal terhadap falsifikasi.
KRITIK TERHADAP CLM
Jarak antara eksplan dan eksplanandum
Sebuah peristiwa tidak pernah diterangkan dala
segala kompleksitasnya namun selalu dalam sebuah
deskripsi (yang paling cocok).
2. Keberatan terhadap pola hukum probabilistis
Hukum probabilistis hanya dapat menerangkan
tentang sesuatau dalam jumlah sekian, tetapi tidak
diterangkan apa yang terjadi dalam kasus-kasus
individual.
1.
3. Sifat formal dalam CLM
CLM merupakan kriteria yang semata-mata formal,
supaya suatu keterangn historis dapat diterima.
Namun, bagaimana keterangan itu de facto ada atau
bagaimana seharusnya ada tidak disinggung oleh
CLM.
4. Keberatan Foucault
Menerangkan bahwa masa silam hendaknya jangan
diterangkan menurut kategori2 yang sudah kita kenal,
jangan dibatasi menurut kerangka-kerangka zaman
kita, melainkan disadari sebagai suatu dunia yang
asing.
HERMENEUTIKA
Dalam bahasa Yunani “hermeneus” berarti penerjemah.
Dalam memahami sebuah teks bahan sejarah kita perlu
membandingkannya dengan pengalaman diri kita sendiri,
agar kita dapat masuk dalam pikiran orang lain, untuk
menerangkan mengapa seseorang atau sejumlah orang
melakukan sejumlah perbuatan.
1
2
1 = penafsiran tentang masa silam
2 = bahan sejarah
3= masa silam sendiri
3
~Tokoh terpenting dalam sejarah hermeneutika
adalah Wilhelm Dilthey (1833-1911)
~Dilthey bukan saja seorang filsuf sejarah yang
berpengaruh,ia juga menulis beberapa telaah historis
yang membuktikan ketajaman observasi dan
penghayatannya.
~ide Dilthey pada tiga konsep inti
ialah”Elebnis,Ausdruck dan Verstehen
~Menurut Dilthey,turut di
tentukan oleh semua
pengalaman yang sampai pada
saat itu pernah kita
miiki,sebaliknya pengalaman
baru itu memberi arti dan
penafsiran baru kepada
pengalaman-pengalaman lama.
 ~Pengalaman mengenai dunia hidupku yang
ditentukan oleh proses timbal balik itupengalaman dalam arti sejati.Oleh Dilthey
disebut Erlebnis.
 mengatakan bahwa bagian-bagian hendaknya
kita tempatkan dalam keseluruhan teks
hendaknya dimengerti dengan bertitik tolak
pada bagian-bagian.
 ~Seorang peneliti sejarah dapat merekonstruksi
kembali.Sambil mempergunakan pengalaman
hidup sendiri,mengaktualkan kembali keadaankeadaan yang dahulu meliputi si pelaku sejarah
ketika ia berbuat,merasakan merasakan emosiemosi dan sebagainya.
 ~Bahwa dengan merekonstruksi kembali
pengalaman hidup seorang pelaku sejarah diatas
panggung batin si peneliti sejarah,akan dihasilkan
kembali efek yang sama seperti dahulu halnya
dengan pelaku sejarah itu.
 ~Dilthey mendekatkan ilmu psikologi,karena
psikologi meneliti bagaimana manusia
mencerna pengalaman-pengalaman oleh karena
itu merupakan ilmu bantuan penting bagi
seorang peneliti sejarah.
 ~Di kemudian,Collingwood mengecam
kepercayaan Dilthey akan ilmu psikologi.di
dalam penelitian hermeneutika,kita tidak boleh
naik banding pada pengetahuan umum dan
ilmiah mana pun.
 ~Rekonstruksi tidak terjadi dengan hanya
mengadakan introspeksi atau berkat adanya
intuisi,melainkan merupakan suatu hasil
penalaran yang dilakukan dengan susah
payah,tetapi terus menerus dan proses penalaran
itu dapat dikontrol.
 ~Hans Georg Gadamer,menerbitkan wahrheit
and metode(kebenaran dan
metode.dikembangkan metode lebih
memperhatikan penafsiran teks-teks daripada
penafsiran perbuatan manusia(pelaku sejarah).
Hermeneutika di inggris
 ~R.G Collingwood (1889-1943),ahli arkeologi dan
filsuf sejarah berkebangsaan inggris.mengatakan
bahwa Masa silam dapat diulangi kembali dalam
batin kita,sehingga pengetahuan berdasarkan
pengalaman masa silam tidak mustahil.