VI SEJARAH AL-QUR`AN

Download Report

Transcript VI SEJARAH AL-QUR`AN

V
SEJARAH AL-QUR'AN
A. Pemeliharaan al-Qur'an Masa Nabi
Allah menghendaki al-Qur'an yang diturunkan itu terpelihara keorisinalannya.
Sejarah mencatat ada dua cara pemeliharaan al-Qur'an yaitu menghafal dan
menuliskannya.
Di setiap turun wahyu, Nabi selalu memanggil para penulis wahyu untuk
menghafal dan mencatat wahyu yang turun, hafalan dan penulisan itu sesuai
dengan lafadz yang disampaikan oleh Nabi.
Para penulis wahyu bagi Nabi ketika periode Makkah, antara lain:
Abdullah bin Abi Sarh,Abu Bakar,Umar bin Khaththab
Usman bin Affan,Ali bin Abi Thalib
Zubair bin Awwam,Khalid dan Aban bin Sa'id bin Ash
Handhalah bin Rabi‘,Syurahbil bin Hasanah
Abdullah bin Rawahah,
Sedangkan para penulis wahyu periode Madinah, antara lain:
Ubay bin Ka'ab
Zaid bin Tsabit
• Dalam pencatatan wahyu, para penulis harus mengikuti pedoman
yang telah digariskan ol eh Nabi, antara lain mereka tidak
dibenarkan menulis sedikit pun apa yang disampaikan Nabi selain
al-Qur'an. Di samping itu, Nabi juga menetapkan letak setiap ayat
bersama suratnya masing-masing.
• Bahan-bahan yang digunakan untuk mencatat wahyu-wahyu yang
turun adalah benda-benda yang dapat ditulis dan mudah didapatkan
waktu itu, seperti ar-riqa' (batu, pelepah kurma, tulang dan
sebagainya).
• Cara kedua yang digunakan dalam pemeliharaan al-Qur'an adalah
melalui hafalan. Para sahabat umumnya menghafal al-Qur'an,
namun mereka yang menghafal keseluruhannya tidak banyak,
antara lain Ubay bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu
Zaid, Abu Darda', Sa'ad bin Ubaid, Usman bin Affan dan lain-lain.
• Jumlah sahabat yang menghafal sebagian besar al-Qur'an banyak
sekali. Mereka inilah yang disebut al-Qurra' atau al-Huffadz yang
ketika memerangi Musailamah al-Kadzdzab banyak di antara
mereka yang mati terbunuh sebagai syuhada'.
• Melalui dua cara inilah, hafalan dan tulisan, al-Qur'an sampai
sekarang tetap terpelihara keorisinalannya.
B. Pembukuan al-Qur'an Masa Abu Bakar
• Setelah Nabi Wafat tahun 11 H. Abu Bakar diangkat
menjadi khalifah mengantikannya.
• 1.Kaum muslimin banyak yang murtad.
• 2.Tidak mau membayar zakat.
• 3.Ada beberapa orang yang mengaku nabi palsu yang
memberontak terhadap Abu Bakar, seperti Musailamah
al-Kadzdzab, Aswad al-Ansi, Saja'ah binti al-Haris dan
lain-lain.
• Akibatnya
ketenteraman
masyarakat,
stabilitas
keamanan dan politik terancam. Semua itu memaksa
khalifah mengambil tindakan tegas dan keras.
• Akhirnya pecahlah perang yang sengit di Yamamah
melawan pasukan Musailamah. Berguguranlah korban di
kedua belah pihak. Di antara para sahabat Nabi yang
gugur, terdapat 70 orang mereka yang hafal al-Qur'an.
• Sejarah mencatat, Umarlah orang yang pertama
tanggap terhadap kematian para penghafal al-Qur'an itu.
• Ia berasumsi, bila pertempuran semacam ini sering
terjadi maka akan hilang sebagian besar al-Qur'an dan
keutuhannya menjadi terancam sebab al-Qur'an di masa
Nabi baru sampai pada tahap pencatatan pada berbagai
benda dan dihafal oleh para sahabat, belum sempat
dibukukan, jadi masih terpencar-pencar, baik dalam
dada para penghafalnya, maupun dalam catatan-catatan
para penulis wahyu.
• Jadi cukup beralasan bila Umar khawatir terhadap
eksistensi al-Qur'an akan terancam dengan makin
banyaknya para penghafal al-Qur'an yang meninggal
dunia.
• Mengingat kondisi yang kritis ini, Umar mengusulkan
kepada khalifah Abu Bakar supaya al-Qur'an yang
sudah ditulis di masa Nabi itu dihimpun dalam satu kitab.
• Pada mulanya Abu Bakar menolak dengan alasan, Nabi tidak
pernah melakukannya. Ia khawatir, kalau-kalau perbuatan tersebut
menyeleweng dari garis yang telah ditetapkan Nabi. Akhirnya
setelah melalui diskusi yang relatif lama antara kedua tokoh itu,
Allah membukakan hati Abu Bakar menerima dan melaksanakan
gagasan Umar tersebut. Lalu ia memanggil Zaid bin Tsabit, salah
seorang penulis wahyu yang berpengetahuan luas dan jujur, untuk
meneliti kembali naskah-naskah al-Qur'an yang telah ditulis ketika
Nabi masih hidup. Pada mulanya ia menolak seperti Abu Bakar.
Ketika inilah Zaid berkata "memindahkan sebuah gunung jauh lebih
mudah bagiku dari pada meneliti dan menghimpun al-Qur'an". Tapi
setelah melalui proses yang agak lama untuk meyakinkan Zaid,
maka Allah membukakan hatinya untuk menerima gagasan itu dan
akhirnya ia mau melaksanakan perintah khalifah tersebut.
• Dalam melaksanakan tugas itu Zaid dan Umar senantiasa
berpedoman kepada garis yang ditetapkan oleh Abu Bakar, yaitu
tidak dibenarkan menerima dan menuliskan sesuatu dari kitab Allah
kecuali bila didukung oleh dua saksi, yaitu hafalan dan tulisan.
• Dengan menggunakan pedoman tersebut, akhirnya Zaid berhasil
menghimpun al-Qur'an dalam bentuk buku yang kemudian diberi
nama Mushhaf. Kemudian disimpan di rumah Abu Bakar. Setelah
beliau wafat, disimpan di rumah Umar, dan sepeninggal Umar
disimpan di rumah Hafshah, putri Umar, yang juga salah seorang
mantan istri Nabi.
• Tidak diingkari bahwa selain mushhaf yang resmi ini, juga ada
mushhaf-mushhaf lain yang disusun oleh sahabat-sahabat Nabi
seperti Mushhaf Ibnu Mas'ud, Mushhaf Ali, Mushhaf Ubay bin Ka'ab
dan sebagainya. Namun semua itu bersifat pribadi, sebaliknya
mushhaf yang resmi ini untuk memenuhi kepentingan umat secara
keseluruhan. Itulah sebabnya mushhaf mereka tidak memiliki ciri-ciri
yang dijumpai pada mushhaf Abu Bakar, yang antara lain:
• 1.Ketelitian penulisannya
• 2.Khusus memuat ayat-ayat yang tidak dimansukh bacaannya
• 3.Mendapat kesepakatan dari para umat/sahabat atas keaslian dan
kemutawatirannya
• 4.Dapat dibaca dalam tujuh huruf/dialek.
•
C. Standarisasi al-Qur'an Masa Usman
Nabi memberikan kelonggaran kepada para sahabat untuk membaca alQur'an lebih dari satu huruf/dialek sesuai dengan yang diajarkan oleh
malaikat Jibril demi memudahkan ummat membaca dan menghafalnya.
Dispensasi yang diberikan itu kemudian menimbulkan berbagai bacaan di
kalangan sahabat. Lalu mereka meyebar ke seluruh wilayah Islam untuk
mengajarkan al-Qur'an kepada umat. Mereka mengajarkan al-Qur'an sesuai
dengan qiraat yang mereka terima dari Nabi. Penduduk Syam menerima
qiraat dari Ubay bin Ka'ab, Kufah mengikuti qira'at Ibnu Mas'ud dan yang
lain menurut qira'at Abu Musa al-Asy'ari, dan sebagainya. Perbedaan qira'at
tersebut pada masa Nabi dan terus ke masa pemerintahan Umar belum
menimbulkan dampak negatif di tengah masyarakat karena para sahabat
memahami dengan baik latar belakang terjadinya perbadaan itu. Tapi
kerukunan itu tidak bertahan lama, sekitar 6 tahun setelah Usman menjadi
khalifah mulai timbul persoalan yang berekor menjadi percekcokan yang
tajam di tengah masyarakat, bahkan antara satu aliran qira'at dengan yang
lain saling mengkafirkan karena masing-masing pihak meyakini
qiraatnyalah yang benar dan yang lain salah seperti yang terjadi antara
penduduk Syam dan Iraq. Terjadinya pertengkaran yang tajam seperti itu
erat hubungannya dengan makin jauhnya mereka dari masa Nabi, sehingga
mereka tidak dapat memahami dan menghayati dengan baik apa yang
membuat qiraat itu bervariasi. Hal ini diperburuk lagi dengan makin
heteroginnya umat karena berbagai suku bangsa berbondong-bondong
masuk agama Islam dengan latar belakang yang berbeda-beda. Maka
sangat masuk akal bila timbul pertikaian yang tajam di kalangan mereka
sebagai akibat logis dari perbedaan qiraat yang dapat membuat pengertian
ayat menjadi rancu.
• Adalah Hudzaifah bin al-Yaman mengusulkan kepada kholifah
Usman agar beliau berkenan membentengi umat dari makin
melebarnya perpecahan di kalangan mereka dengan menyatukan
mereka pada satu mushhaf induk yang akan dijadikan satu-satunya
pedoman di seluruh wilayah negara yang pada waktu itu telah
membentang luas mulai dari daerah-daerah Persia sampai ke Afrika
utara. Atas usulan tersebut, khalifah segera meminjam mushhaf Abu
Bakar yang disimpan di rumah Hafshah dan berjanji akan
mengembalikannya lagi setelah dipakai.. kemudian ia membentuk
tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit dengan anggota-anggota
Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash, dan Abdul haris bin Hisyam.
Tugas tim ini adalah meneliti kembali ayat-ayat al-Qu'an dengan
menjadikan mushhaf Abu Bakar sebagai standar.
• Penulisan al-Qur'an pada tahap ini bukan sekedar menyalin
Mushhaf Abu Bakar , melainkan sekaligus menyatukan
penulisannya ke dalam bahasa Quraisy karena al-Qur'an memang
diturunkan dalam bahasa tersebut.
• Dengan menerapkan kriteria yang digariskan Khalifah Usman itu,
maka tim tersebut berhasil membuat beberapa mushhaf. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa jumlah mushhaf itu ada tujuh
buah. Kemudian dikirim ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain,
Bashrah, dan Kufah, serta satu disimpan di rumah Khalifah di
Madinah sebagai pegangan Khalifah yang kemudian terkenal
dengan sebutan "Mushhaf al-Imam".
• Seiring dengan pengiriman mushhaf-mushhaf tersebut, Khalifah
Usman memerintahkan supaya dimusnahkan semua shuhuf dan
mushhaf lain yang tidak sama dengannya termasuk mushhaf pribadi
para sahabat seperti Mushhaf Ibnu Mas'ud, Mushhaf 'Aisyah,
Mushhaf Ali, Mushhaf Ubay bin Ka'ab, Mushhaf Salim, Maula Abu
Hudzaifah dan sebagainya.
•