MODUL-15-Optik - smpawahidhasyim2rejoso

Download Report

Transcript MODUL-15-Optik - smpawahidhasyim2rejoso

MODUL- 15
Science Center
Universitas Brawijaya
 Dasarnya adalah gelombang
Elektromagnetik, bahwa cahaya adalah
gelombangn EM yang arah getarnya
terdiri dari medan listrik dan medan
magnet yang saling tegak lurus.
 Dari suatu sumber , akan dipancarkan
gelombang ke segala arah dengan muka
gelombang berbentuk bola (kulit bola).
1
 3 x 108 m/s
Kecepatan gelb. Cahaya di udara : c 
00
 Indeks bias – didefinisikan sebagai perbandingan kecepatan
cahaya di udara /vacuum dengan kecepatan cahaya di medium
x tsb.
c

nx 

vx
x
untuk udara :
nx > 1
n = 1.
Dengan : c =  f
Gelombang yang direfleksi, berarti jarak :
CB = AD = kecepatan jalar x waktu
Jarak CB = vu.
AD = vx . t
C
i
Dalam DABC dan DABD
A
B
D
r
BC
BC
cos  
 AB 
AB
cos 
AD
AD
cos  
 AB 
AB
cos 
v U .t
BC
AD
v x .t



cos  cos 
cos  cos 
Karena cos  = sin i dan cos  = sin r, maka :
Vu
Vx
c
c

 Vu .sin r  Vx .sin i 
sin r 
sin i
sin i sin x
Vx
Vu
atau : nx sin r = nu sin i
Hukum Snellius
n2
Jika sudut datang diubah-ubah,
maka sudut sinar bias juga akan
berubah, sehingga pada suatu saat
sudut sinar bias besarnya 900.
q
n1
Sudut kritis
Jika sinar datang dari medium yang
indeks biasnya besar menuju medium
yang indeks biasnya kecil, maka
sinar bias akan menjauhi grs normal.
Sudut sinar datang dengan sudut bias
900 disebut sudut kritis/batas
n2
q
n1
n1 Sin qc = n2 Sin 900.
n
di titik P :
n sin i1 = n’ sin r1
di titip Q :
n’ sin i2 = n sin r2.
i1
P
n’
r1
d
i2
R
Q
Dari gambar : r1 = i2
Sin i 1
Sin r 2
= Sin r
Sin
i
1
Sin r1
Sin i22
atau :
r2
d
i1 = r2
n
Sehingga sinar terjadi deviasi atau
pergeseran sebesar d :
i1
P
n’
r1
d
i2
R
Q
r2
d
PR
Cos r1 
PQ
PR
d
 PQ 

Cos r1
Cos r1
QS d
- r1 ) (i 1 - r1 )
d   Sin (i1Sin
PQ Cos r
1
Jika suatu sinar polychromatis di datangkan pada
salah satu sisi prisma, maka sinar yang keluar
merupakan sinar monochromatis. Peristiwa ini
disebut Dispersi.
Berdasarkan eksperimen :
merah, jingga, kuning,
A
hijau,biru, nila , ungu
i
f
dx = (nx – 1 ) A
Sudut yang terbentuk antara sinar-sinar dengan
penyimpangan terkecil hingga penyimpangan
terbesar disebut sudut dispersi. (f)
f = (nu – nm) A
Jarak Semu Dari benda Jika
Dilihat Tegak Lurus Permukaan
Datar
x
tg i  ,
y
n
r
tg i
x/y
y'


tg r
x / y'
y
x
y’
i
n’
x
tg r 
y'
y
dari hukum Snellius :
n’ sin i = n sin r
sin i
n

sin r
n'
Jarak Semu Dari benda Jika
Dilihat Tegak Lurus Permukaan
Datar
Untuk sudut-sudut yg kecil
sin i  tg i & sin r  tg r
n
r
tg i
sin i

tg r
sin r
x
y’
i
n’
y
sin i y'

sin r y

n
y' 
y
n'
n
y'

n'
y
i
B
r
P

S
g

P’
R
S’
n’ > n
n
n’
x-vertex
PP’-sb utama
Untuk sinar-sinar yang paraxial, maka berlaku sudut-sudut
,  dan g kecil, shg berlaku : sin     tg 
Di titik B , hukum Snellius :
n sin i = n’ sin r
i= +g
n sin (+g) = n’ sin (g - )
r=g-
atau
n  + n g = n’ g - n’
n tg  + n tg g = n’ tg g - n’ tg 
nh
nh
n' h
n' h



S  d R  d R  d S'd
Oleh karena sinar paraxial, d = 0
n
n
n' n'



S
R
R
S'
n n ' (n ' n )
 
S S'
R
Persamaan untuk refraksi
pada Perm. Speris.
Untuk sinar yang direfleksi, maka berlaku
sudut datang = sudut pantul
i
i
i
P

r
g

R
S
n
n’
2i= +
= i + g
i =  - g
2i= +i+g
i=+ g
Maka berlaku :  + g =  - g
Untuk sinar-sinar yang paraxial , 
 + g =  - g atau tg  + tg g = tg  - tg g
h
h
h
h



S  d R  d S'd R  d
karena d  0
h h h h
  
S R S' R
1 1
2
 
S S'
R
. . . (A)
i
R
S
i
g


 =  + i i =  + i
g =  + i i = g - 
 -  = g - 
S’
tg  - tg  = tg g - tg 
h
h
h
h



R  d S  d S'd R  d
Karena d  0
1 1 1 1
  
S S S' R
1 1 2
. . . (B)
 
S S' R
Kedua persamaan (A) & (B) ini dapat dituliskan dalam satu
bentuk persamaan. Tetapi dengan syarat permakaian tertentu :
1 1 2
 
S S' R
Syarat :
1. Jika P’ dibelakang permukaan lengkung, maka S’
dimasukkan tanda negatip.
2. Jika pusat kelengkungan dibelakang permukaan lengkung,
maka R d imasukkan negatip.
a. Akibat Refraksi
n
n’
h
h’
s
s‘
Semua sinar dianggap paraxial :
h
h'
tg i  ,
tg r  
S
S'
tg i  sin i
tg r  sin r
tg i
h/S
h S'


tg r - h' /S'
h' S
dari hukum Snellius : n sin i = n’ sin r,
tg i sin i

tg r sin r
maka 
h S' n'

h' S n
n S'
M
n' S
h'
n S'


h
n' S
a. Akibat Refleksi
n
n’
h
s
h h'
tg i  
S S'
s‘
S'
M
S
Jika suatu sinar datang dari titik tak hingga, maka titik
tempat jatuhnya sinar yang direfleksi atau di refraksi
disebut Titik Focus.
Jika sinar datang dari suatu titik sehingga menghasilkan
sinar refleksi dan refraksi sejajar sumbu utama maka
tempat asal sinar disebut Titik Focus.
f
f
A1
A2
Jika dua buah prisma
dilengketkan seperti
pada gambar maka
sinar yang keluar juga
bisa terurai menjadi
sinar monokromatis.
Tetapi ada salah satu sinar yang tidak mengalami deviasi
(d = 0). Susunan prisma yang demikian disebut
Prisma Pandang Lurus (Direct Vision).
A1
Dispersi total = 0
ftot = 0 = f1 - f2
A2
0 = (n’u – n’m) A1- (n’’u – n’’m) A2.
A1 n  n

A2 n  n
''
u
'
u
''
m
'
m
 LENSA : Suatu medium optik yang dibatasi oleh
dua batas permukaan (satu permukaan
lengkung – satu datar atau kedua-duanya
permukaan lengkung.
 Lensa yang demikian disebut Lensa Tebal.
 Jika ukuran lensa diabaikan dibandingkan
dengan ukuran-ukuran yang lain (mis : jari-jari,
jarak lensa ) , maka disebut lensa tipis.
R2
R1
P’
P
C1
n
S1
P’’
C2
n’
n
S’1
S2
S’2
t
Jika n = 1, maka pada permukaan lengkung I berlaku prsamaan :
1 n ' n '1


S' S1'
R1
… (1)
Pada permukaan lengkung II, berlaku :
dengan S’1 + S2 = t … (3)
n' 1 1  n'
 ' 
S2 S2
R2
… (2)
(tebal lensa).
Jika dalam perhitungan dengan menggunakan persamaan I diperoleh
S’1 negatip, maka untuk mencari S2 juga tetap menggunakan
persamaan (3), dengan S’1 dimasukkan tanda (-). negatip.
(1) + (2) 
 1
1
n'
n'
1
1 





 (n '1)

S1 S'1 S2 S'2
 R1 R 2 
 1
1
n' t
1
1 



 (n '1)



S1 S'1 S2 S'2
 R1 R 2 
f
f
f
f
Untuk lensa tipis, maka berdasarkan persamaan (4) diperoleh :
 1
1
1 

 (n 'n )

f
 R1 R 2 
Jika medium disekitar lensa adalah udara (n = 1), maka
 1
1
1 

 (n '1)

f
 R1 R 2 
Jadi titik focus lensa disebelah kanan dan kiri mempunyai besar
yang sama :
y

f2
P
f1
x
f
S
y
y'
tg    
x
f

P’
y’
x’
f
S’
y
y'
tg    
f
x'
tg  y/x  y' / f
f x'




tg  y/f  y' / x '
x f
f2 = x x’
Untuk lensa tipis :
dan
 1
1 1
1 

  (n '1)

S S'
 R1 R 2 
 1
1
1 


 (n '1)


f
 R1 R 2 
1
1
1


f
S S'
Perbesaran Lateran didefinisikan sebagai perbandingan tinggi
bayangan dibagi tinggi benda
y'
f
M 
y
x
y'
x'
atau M   
y
f
dapat pula dirumuskan :
tg   y' / f
y' s'

 
tg 
y/f
y s
y'
s'
M 
y
s
P’
P
Dx
f
f
Dx’
Gambar ini memperlihatkan suatu anak panah yang ditidurkan
pada sumbu lensa dengan panjang Dx
Perbesaran bayangan yang terjadi disebut perbesaran longitudinal
dari persamaan : xx’ = f2, maka :
2
f
x' 
x
maka
f2
x' 
x
Sehingga untuk perubahan sebesar Dx’, berlaku hubungan :
f2
Dx '  - 2 Dx
x
Dx '
f2
  2  M 2
Dx
x
Dengan M – perbesaran Lateral
Dx '
 M 2
Dx
``
A
S=
E
h
H
B
D
h’
C
G
F
f
S2
S’1
bidang utama
Dalam D ABG dan D CDG :
AB DC

'
S1
 S2
Dalam D EHF dan D DCF :
h h'
 '
f S2

…. (2)
h
h'
… (1)

'
S1  S2
h
(1)
( 2)
h
S1
f

h'
S 2
h'
f
S'2

'
S1
S2
S'2
'

S
f  S1' .  2
 S2



Pada mata terdapat suatu bagian yang fungsinya sebagai
suatu lensa, biasa disebut Lensa Mata.
Lensa ini dapat diatur ketebalannya. Daya pengaturan tebal
tipisnya lensa mata disebut Daya Akomodasi.
Jika seseorang karena kelemahan daya akomodasinya dan
tidak dapat melihat benda yang jauh di titik takk hingga,
maka kerusakan /cacat mata yang demikian disebut
Myopi (rabun Jauh).
Sebaliknya jika tidak dapat melihat benda yang letaknya
pada jarak titik dekat mata normal, maka cacat mata
yang demikian disebut Hiperopi (rabun dekat)
Lensa Positip
1 1 1
Besar focus lensa :
 
S S' f
1 1 1


f 25 S'
Dengan S = 25 dan S’ – jarak
titik dekatnya yang dimasukkan
nilai negatip (-)
Lensa Negatip
Besar focusnya :
1 1
1


S S' f
1
1


Karena S =  , maka
f
S'

Perbesaran yang dipunyai adalah
Perbesaran Sudut.
y
25
’
y
s=f
tg '
g
tg 
tg '
g

tg 
y
f
y
25
25

f
dengan f dalam cm.
Objektip (+)
y
Perbesaran total = m .g
Oculer (+)
y’
y' 25 S'ob 25
M  m.g  .

.
y f oc Sob f oc
dengan m - perbesaran lensa objektip
dan g - perbesaran lensa oculer
Objektip (+)

Oculer (+)
F1=F2
y’
Perbesaran sudut :
’
tg '
g
tg 
g -
y'
f2
y'
f1
f1

f2