Menyelamatkan Aset dan SDA Negara Dari Kendali Asing

Download Report

Transcript Menyelamatkan Aset dan SDA Negara Dari Kendali Asing

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
UNTUK KEDAULATAN NEGARA
Marwan Batubara
Solo 25 September 2010
OUTLINES
LATAR BELAKANG
PERMASALAHAN
PROGRAM & REKOMENDASI
PENUTUP
LATAR BELAKANG
Indonesia kaya dengan berbagai jenis SDA:
- Mineral
- Batubara
- Gas & CMB
- Minyak Mentah
- Panas Bumi
- Hutan/Kayu
- Ikan/Ptensi Laut
- Dll
Potensi SDA belum dikelola & dimanfaatkan secara
efektif & optimal
Pengelolaan & pemanfaatan SDA: mengabaikan
konstitusi & prinsip-prinsip GG
Potensi SDA Tidak mampu menciptakan
kemandirian nasional dan kesejahteraan rakyat
LATAR BELAKANG
Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan SDA kian
mengarah pada liberalisasi mutlak, tercermin dalam regulasi
yang kian liberal
Sikap pemerintah berpihak pada asing di berbagai kasus
sengketa pengelolaan aset negara dan SDA
Terdapat tekanan asing yang berpengaruh kuat pada sikap
dan kebijakan yang dihasilkan pemerintah
 Masalah: Kemandirian & Dominasi Asing
LATAR BELAKANG
Prinsip perekonomian negara sesuai dengan konstitusi UUD
1945 :
– Pasal 33 Ayat 2 : ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara”
– Pasal 33 Ayat 3 : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat”
Rumusan ini secara jelas membatasi praktik ekonomi pasar
dan menolak liberalisasi mutlak di Indonesia
Liberalisasi mutlak memiliki ekses negatif dan tidak sesuai
dengan karakter jiwa bangsa
PERMASALAHAN:
Kebijakan
Sejalan dengan penguasaan asing, pengelolaan SDA sarat
praktik KKN oknum pejabat, pengusaha, dan pihak asing
Rendahnya komitmen pemerintah untuk mewujudkan
kemandirian dan pengembangan potensi perekonomian
nasional
– Dalam berbagai kasus (Blok Cepu, Blok Semai, Natuna, dsb)
pemerintah tidak berpihak pada BUMN, dan justru memihak asing
– Pemerintah menyia-nyiakan sejumlah kesempatan untuk menguasai
saham-saham perusahaan tambang strategis yang didivestasi
(Freeport, Newmont, INCO, KPC, dsb)
PERMASALAHAN:
Kebijakan
Penyimpangan ke arah liberalisasi mulai terjadi secara
bertahap sejak berkuasanya Orde Baru
Pada tahun 1967, terbit UU No. 1/1967 tentang PMA yang
antara lain menyatakan (Pasal 6 Ayat 1) :
”Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing
secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara
dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut: a. pelabuhanpelabuhan; b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi; d. pelayaran; e. penerbangan; f. air minum; g. kereta
api umum; h. pembangkitan tenaga atom; i. Mass media”
Namun, UU ini telah memperbolehkan asing untuk
memiliki saham sampai 5%
PERMASALAHAN:
Kebijakan
Pada tahun 1968 terbit UU No. 6 Tahun 1968, yang
mencantumkan ketentuan antara lain (Pasal 3 ayat 1) :
“Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51%
daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh
negara dan/atau swasta nasional”
Sesuai UU ini asing sudah boleh memiliki saham hingga
49%
PERMASALAHAN:
Kebijakan
Pada tahun 1994, Pemerintah menerbitkan PP No. 20/1994,
memuat ketentuan (Pasal 5 Ayat 1) :
“Perusahaan yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf a dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak , yaitu pelabuhan,
produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik umum, telekomunikasi,
pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan
tenaga atom dan mass media”
Dalam Pasal 6 Ayat 1 dinyatakan :
“Saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf a sekurang-kurangnya 5% dari seluruh modal disetor perusahaan
pada waktu pendirian”
Berdasarkan ketentuan ini, kebijakan investasi telah
memperbolehkan asing untuk memiliki saham hingga 95%
PERMASALAHAN:
Kebijakan
Infrastructure Summit dan BUMN Summit pada tahun 2005
melalui Kantor Menko Perekonomian menyatakan semua
proyek infrastruktur terbuka bagi investor asing dengan motif
membuat laba sebesar-besarnya, tanpa pengecualian.
Bahkan, juga dinyatakan lambat laun semua kegiatan
ekonomi diserahkan kepada swasta, melalui penjualan BUMN
kepada swasta
Pada November 2006 Menhub Hatta Rajasa menyatakan
akan membuka pintu lebar-lebar bagi investor asing untuk
membangun dan mengoperasikan pelabuhan di Indonesia
PERMASALAHAN:
Kebijakan
Penyelewengan terhadap konstitusi:
Liberalisasi sektor ekonomi, termasuk sektor
strategis yang menyangkut hajat hidup orang
banyak, telah terjadi secara mutlak di Indonesia.
Padahal di negara-negara asalnya, konsep ini
sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk
meminimalkan ekses-ekses negatifnya
PERMASALAHAN:
Kasus Cepu
Blok Cepu memiliki sekitar 2,6 miliar barel minyak dan 14,91
triliun kaki kubik (TCF) gas. Total pendapatan yang dapat
dihasilkan mencapai 165,74 miliar dolar AS atau sekitar Rp
1600 triliun
Ditetapkannya ExxonMobil sebagai pengendali operasi Blok
Cepu, padahal Pertamina mampu, menunjukkan
ketidakberdayaan pemerintah menghadapi tekanan asing
PERMASALAHAN:
Kasus Cepu
Beberapa permasalahan hukum di Blok Cepu
– Diberikannya kontrak Blok Cepu kepada HPG pada masa rezim Orde
Baru telah memiliki indikasi KKN, karena Pertamina saat itu telah
melakukan persiapan eksplorasi dan eksploitasi
– Terjadi pengingkaran kontrak semula dengan dialihkannya saham
HPG kepada asing (Ampolex) melalui amandemen TAC
– ExxonMobil (yang membeli saham Ampolex dan sisa saham HPG)
tidak melaksanakan POD yang telah disetujui Pertamina, sehingga
kontrak seharusnya putus dengan sendirinya
PERMASALAHAN:
Kasus Cepu
Intervensi AS dalam perundingan Blok Cepu
– November 2004, Presiden Bush di Santiago (Chili)
meminta Presiden SBY untuk mengaktifkan kembali
kontrak-kontrak migas di Indonesia, termasuk Blok Cepu
– Mei 2005, Wapres Dick Cheney di New York mengulangi
permintaan Bush kepada SBY
– September 2005, Bush bertemu SBY pada Sidang APEC,
dan pada waktu berdekatan KKS Blok Cepu
ditandatangani pada 17 September setelah sebelumnya
SBY memimpin Rapat Kabinet langsung dari New York
melalui video conference
PERMASALAHAN:
Kasus Cepu
Intervensi AS dalam perundingan Blok Cepu
– November 2005, Bush kembali mengingatkan SBY untuk
menyelesaikan negosiasi Blok Cepu pada Sidang APEC di
Busan, Korea Selatan
– 14 Maret 2006, Menlu Condoleezza Rice menuntaskan
dominasi tekanan AS melalui kunjungan ke Indonesia
tepat sehari sebelum penandatanganan JOA
PERMASALAHAN:
Kasus Natuna
Blok Natuna merupakan salah satu sumber cadangan gas
terbesar di dunia, dengan potensi mencapai 46 triliun kaki
kubik atau 1.270 miliar meter kubik gas (sesuai data
ExxonMobil)
ExxonMobil meraup seluruh bagi hasil (100% : 0%) dari Blok
Natuna, sedangkan pemerintah hanya menerima pendapatan
dari pajak
Kontrak Blok Natuna sangat tidak adil dan dicurigai sebagai
bentuk KKN yang dilakukan rezim Orde Baru
PERMASALAHAN:
Kasus Natuna
ExxonMobil tidak melaksanakan kewajiban mengajukan
program pengembangan lapangan untuk memastikan
kelayakan komersial lapangan (sesuai PSC Section II pasal
2.2 B). Sehingga sesuai ketentuan, kontrak Exxon sudah
berakhir sejak 9 Januari 2005
Pemerintah justru membuka peluang bagi ExxonMobil untuk
menguasai kembali Blok Natuna dengan melakukan
renegosiasi kontrak
Sikap pemerintah menunjukkan bentuk superioritas asing
terhadap Indonesia, mengingat keputusan renegosiasi
diambil menjelang kedatangan Bush
PERMASALAHAN:
Kasus Freeport
Wilayah Ertsberg dan Grasberg di Papua yang dikelola PT
Freeport merupakan daerah pertambangan dengan cadangan
emas terbesar di dunia (ketiga terbesar untuk
tembaga). Cadangan emas kawasan ini sekitar 40 juta ons
emas, 25 milyar pon tembaga, dan 70 juta ons perak. Nilai
secara keseluruhan mencapai sekitar 40 milyar dolar AS
(sesuai kurs harga emas pada tahun 1997)
PT Freeport mulai beroperasi sejak tahun 1967 atas izin
pemerintahan Orde Baru dengan ditandatanganinya Kontrak
Karya Generasi I (KK I) untuk konsesi selama 30 tahun
Saat ini Freeport telah memperoleh KK II Generasi V yang
memperpanjang konsesi kontrak hingga 2041
PERMASALAHAN:
Freeport
PT Freeport hanya memberi royalti bagi pemerintah senilai
1% untuk emas dan 1,5 - 3,5% untuk tembaga. Royalti ini
jauh lebih rendah dari negara lain, yang biasanya
memberlakukan 6% untuk tembaga, serta 5% untuk emas
dan perak
Penerimaan pemerintah dari pajak, royalti, dan dividen PT
Freeport hanya seperempat dari keuntungan yang diperoleh
PT Freeport :
– Tahun 1996, pemerintah hanya menerima 479 juta dolar AS,
sedangkan Freeport menerima 1,5 miliar dolar AS
– Tahun 2005, pemerintah hanya menerima 1,112 miliar dolar AS,
sedangkan Freeport 4,179 miliar dolar AS
PERMASALAHAN:
Kasus Tangguh
Proyek LNG Tangguh di Teluk Bintuni (Papua) :
– British Petroleum/BP (Inggris) mengambil alih secara paksa tanahtanah adat masyarakat tanpa memberikan ganti rugi yang layak (Rp 15
per meter persegi)
– BP juga dinilai bertanggung jawab atas meninggalnya 48 bayi yang
diduga mengalami keracunan gas saat dilakukannya operasi seismik
pada tahun 2002
Harga jual Gas Tangguh:
– Dijual Murah kepada China & Korea (US$ 3,35/mmbtu
– Lebih murah dari harga gas eceran di Indonesia
– Renegosiasi Harga oleh Menko Perekonomian gagal
PERMASALAHAN
Kasus-kasus Lain:
–
–
–
–
–
–
–
–
Tambang Timah Babel
Tambang Emas Batu Hijau Newmont NTB
Royalti Batubara
Tambang Air Aqua-Danone
Tambang Gas Semai V papua
Tambang Tembaga INCO Sulawesi
PLTP Karaha Bodas
Dll.
PROGRAM & REKOMENDASI
Pemerintah harus menyadari kekeliruan sikap dan arah
kebijakannya untuk mencegah pengurasan SDA oleh asing
Pemerintah perlu meluruskan kembali dasar-dasar kebijakan
ekonominya sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 33 UUD
1945
Konstitusi menghendaki negara mengambil peran dominan
dalam pengelolaan SDA agar hasil-hasilnya dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan
rakyat
PROGRAM & REKOMENDASI
Konstitusi menegaskan penolakannya terhadap liberalisasi
dengan melarang penguasaan aset-aset kekayaan strategis
negara oleh asing/swasta
Konstitusi menyerukan agar perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, dengan
menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan tidak
saling mematikan, melakukan proteksi terhadap kehidupan
perekonomian rakyat, serta menjamin tumbuh kembangnya
potensi-potensi ekonomi lokal
PROGRAM & REKOMENDASI
Pemerintah harus mencanangkan adanya program
perbaikan mendasar dan konsisten menjalankannya
Prilaku konspiratif & koruptif penguasa dengan
pengusaha (termasuk asing) harus dihilangkan
Pengelolaan dan pemanfaatan SDA untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat harus diwujudkan
terutama melalui BUMN dan BUMD
Road Map pengembangan BUMN harus disusun
agar menguasai pengelolaan SDA secara dominan
PROGRAM & REKOMENDASI:
Sektor Migas
•
•
•
•
Revisi UU Migas dengan menerbitkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang
Migas
Mengubah status BP Migas dari Badan Hukum Milik Negara
(BHMN) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Tidak memperpanjang kontrak-kontrak ladang migas yang
akan habis masa kontraknya, dan mengalihkan
pengelolaan ladang-ladang migas yang masih produktif
tersebut kepada BUMN
Konsisten melakukan konversi penggunaan minyak (BBM)
ke energi lainnya seperti gas, batu bara, dan bio fuel
PROGRAM & REKOMENDASI:
Sektor Migas
•
•
•
•
Membentuk institusi sejenis Bulog dalam bidang energi
untuk mengatur ketersediaan migas di tengah-tengah
masyarakat
Melakukan pemisahan terhadap UU Migas, menjadi UU
tentang Minyak dan UU tentang Gas, mengingat secara
karakteristik keduanya berbeda
Mengatur secara tegas cost recovery melalui PP dan
mendefinisikannya secara jelas di dalam kontrak
Mengusut tuntas dugaan penyelewengan cost recovery
yang merugikan negara
PROGRAM & REKOMENDASI:
Sektor Pertambangan





Merenegosiasi kontrak-kontrak pertambangan di Indonesia yang tidak
mencerminkan keadilan dan tidak memberikan manfaat optimal bagi
negara dan masyarakat
Tidak memperpanjang kontrak pertambangan yang telah dan akan
habis masa kontraknya, terutama kontrak pertambangan yang dipegang
oleh investor asing
Lebih mendahulukan dan memberdayakan perusahaan nasional,
terutama BUMN dan BUMD dalam pengelolaan kekayaan tambang
Memberlakukan ketentuan mengenai DMO yang mewajibkan
perusahaan tambang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
(terutama terkait pasokan batu bara bagi PLN)
Melibatkan daerah penghasil dalam pengelolaan sumber daya tambang
di wilayahnya, terutama antara lain melalui : penggunaan tenaga kerja
lokal, pengembangan wilayah dan usaha setempat, serta kepemilikan
saham untuk daerah
PENUTUP
Penyelamatan dan pemanfaatan sumber daya alam
serta masa depan ekonomi Indonesia bergantung
pada komitmen semua pihak, khususnya para
penyelenggara negara, untuk melaksanakan
konstitusi secara konsisten dan konsekuen.
Amanat konstitusi dijalankan dengan melalui perbaikan
kebijakan, regulasi dan program-program yang
mengutamakan kedaulatan negara, kemandirian dan
kepentingan rakyat, serta pengembangan BUMN
TERIMA KASIH