3. pembinaan teknis tatacara pemotongan hewan

Download Report

Transcript 3. pembinaan teknis tatacara pemotongan hewan

Drh Arif Hidayat
Disampaikan pada acara Penyusunan
Draft Standar Penyembelihan Hewan Halal
Bandung, 13 Nopember 2014
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
DINAS PETERNAKAN
Jl. Ir. H. Juanda No 358, Telp/Fax (022) 2501151
Bandung
RUANG LINGKUP
I. DASAR HUKUM
II. PENGETAHUAN DASAR
2.1. Penjaminan ASUH
2.2. Kesejahteraan Hewan
2.3. Fisiologi Daging
2.4. Higien Sanitasi
2.5. Rumah Potong Hewan Ruminansia
2.6. Rumah Potong Hewan Unggas
III. GOOD SLAUGHTERING PRACTICES
IV. PEMBINAAN TEKNIS
I. DASAR HUKUM
• Undang-undang RI No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan disempurnakan menjadi
Undang-undang RI No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan
• Undang-undang RI N0. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
• Undang-undang RI No 18 Tahun 2012 tentang Pangan
• Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
• PP Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan.
• SK. Mentan No. 413/Kpts/TN.3110/7/1992 tentang Pemotongan Hewan
Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya
• SK. Mentan N0. 306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas
dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya
• SK. Mentan No. 557/Kpts/TN.210/1987 tentang Syarat-syarat Rumah
Potong Unggas dan Ijin Usaha Pemotongan Unggas
• SK Mentan No. 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong
Hewan (RPH) Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting
Plant)
• SNI 01-6159-1999 (RPH)
• SNI 01-6160-1999 (RPU)
• Draft Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Penerapan Persyaratan
Rumah Potong Hewan Ruminansia
Beberapa istilah penting :
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) adalah “Segala urusan
yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia”
Kesejahteraan Hewan adalah “Segala urusan yang berhubungan
dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku
alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi
hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan
yang dimanfaatkan manusia”
Produk hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang
masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan
konsumsi, farmakoseutika, pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi
pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia
Produk Pangan Asal Hewan (PPAH) adalah produk hewan yang dapat
dikonsumsi manusia meliputi daging, susu dan telur dalam bentuk segar
maupun bentuk yang telah mengalami pemrosesan atau pengolahan
Produk Hewan Non Pangan (PHNP) adalah produk hewan yang tidak
dikonsumsi oleh manusia melainkan digunakan sebagai bahan baku produk non
pangan. Contoh PHNP antara lain :
a. Bahan baku kulit (kulit mentah, kulit mentah diawet, kulit jadi, dll.
b. Bahan baku pakan ternak (tepung tulang, tepung daging, tepung darah,
tepung bulu, dll).
c. Pakan untuk hewan kesayangan (petfood yang mengandung bahan asal
ruminansia atau unggas).
d. Daging untuk pakan hewan/satwa kebun binatang (daging kangguru).
Bahan baku industri garment (bulu unggas, bulu ruminansia, bulu kuda,
dll).
II. PENJAMINAN
ASUH
UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Pasal 56 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
Kesmavet merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam bentuk:
a. pengendalian dan penanggulangan zoonosis;
b. penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk
hewan;
c. penjaminan higiene dan sanitasi;
d. pengembangan kedokteran perbandingan; dan
e. penanganan bencana.
Pemerintah bertanggung jawab dalam menjamin pangan asal hewan (PAH)
yang beredar untuk konsumsi masyarakat harus memenuhi persyaratan
aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
Pasal 61
Ayat 1
Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus :
a. dilakukan di rumah potong; dan
b. mengikuti cara penyembelihan yang
memenuhi kaidah kesehatan masyarakat
veteriner dan kesejahteraan hewan
- Teknis kehalalan
- Produk hewan
“Halalan
Thoyyibban”
ASUH
PP 95 Tahun 2012 tentang Kesmavet dan Kesejahteraan Hewan
Pasal 11 : Penyembelihan di Luar RPH-R
upacara
keagamaan
upacara
adat
pemotong
an darurat
belum memiliki rumah potong
Hewan
mengalami kecelakaan
kapasitas pemotongan di
rumah potong Hewan yang
ada tidak memadai.
korban Bencana Alam
nonbiologi yang
mengancam jiwanya.
HARUS DIBAWAH PENGAWASAN DOKTER HEWAN BERWENANG
KAB/KOTA
KONDISI YANG DIHARAPKAN
Pemotongan hanya
di RPH atau tempat
yang direkomendasi
kan
Fasilitas Tersedia
• Kesejahteraan Hewan
• Keselamatan Pekerja
• Lingkungan Terjaga
• Memudahkan Pengawasan
dan Pembinaan
SDM Tersedia dan
Terlatih
• ASUH dan Zoonosis
terkendali
III. FISIOLOGI DAGING
Laju penurunan derajat keasaman (pH) post mortem dapat
dibagi menjadi 3 kategori :
(1) Derajat keasaman (pH) menurun secara bertahap dari
7,0 sampai 5,6 ~ 5,7 dalam waktu 6 ~ 8 jam post
mortem dan mencapai pH akhir 5,3 ~ 5,7 dalam waktu
24 jam post mortem (kategori normal).
(2) Derajat keasaman menurun sedikit sekali pada jam-jam
pertama post mortem dan relatif tetap tinggi serta
mencapai pH akhir 6,5 ~ 6,8 sehingga daging bersifat
DFD yaitu Dark (gelap), Firm (keras) dan Dry (kering).
(3) Derajat keasaman menurun relatif cepat sampai 5,4 ~
5,5 pada jam-jam pertama post mortem dan mencapai
pH akhir 5,3 ~ 5,6 sehingga daging bersifat PSE yaitu
Pale (pucat), Soft (tekstur lunak, lembek) dan Eksudatif
(basah).
DAGING PSE :
Pale, Soft, Exudatif
(pucat, lembek, basah)
DAGING NORMAL :
(merah cerah, kenyal, lembab)
DAGING DFD :
Dark, Firm, Dry
(gelap, keras, kering)
IV. KESEJAHTERAAN HEWAN
Kesejahteraan hewan adalah kondisi fisik dan psikologi
hewan yang dipandang dari sudut pemenuhan kebutuhan
dasar dan lingkungannya ::
Bebas
Bebas
Bebas
Bebas
Bebas
dari rasa lapar dan haus
dari rasa tidak nyaman
dari rasa sakit, luka dan penyakit
dari rasa takut dan tertekan
untuk menampilkan perilaku alaminya
Tujuan kesrawan :
Melindungi sumberdaya hewan dari perlakuan orang atau
badan hukum yang dapat mengancam kesejahteraan dan
kelestarian hewan
Pada hakekatnya untuk kesejahteraan manusia
UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Pasal 66
Untuk
kepentingan
kesejahteraan
hewan dilakukan tindakan yang
berkaitan dengan penangkapan dan
penanganan;
pengangkutan;
pemotongan dan pembunuhan;
serta perlakuan dan pengayoman
yang wajar terhadap hewan
Dilakukan secara manusiawi
sehingga hewan bebas dari rasa
lapar dan haus, rasa sakit,
penganiayaan
dan
penyalahgunaan serta rasa takut
dan tertekan
Pasal 67
Penyelenggaraan
kesejahteraan
hewan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah bersama
masyarakat
Pelaksanaan
kesejahteraan
hewan diutamakan pada upaya
peningkatan kesadaran dan
partisipasi masyarakat melalui
pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan
Manfaat Penerapan KESRAWAN
Pada Ternak

Manfaat Pada Hewan:

Manfaat Pada Peternak:

Manfaat Pada Konsumen:
produksi meningkat
karena hewan dipelihara dengan baik
terjaminnya
kontinuitas produksi, meningkatnya skala usaha dan
tumbuhnya kepercayaan konsumen
adanya
jaminan keamanan, kualitas dan kehalalan produk
Arah Kebijakan Kesejahteraan Hewan Produksi
 Penerapan prinsip kesejahteraan hewan produksi
adalah untuk menghasilkan produk hewan yang
aman, sehat, utuh dan halal (ASUH)
 Pedoman Kesrawan OIE (Guidelines OIE) 
diadopsi namun dengan tetap mempertimbangkan
aspek budaya / agama / sosial /ekonomi / adat
masyarakat yang bersifat positif serta keamanan
pangan  Harmonisasi .
 Pelaksanaan kesejahteraan hewan secara
bertahap dengan pola pemberdayaan masyarakat
melalui upaya peningkatan kesadaran dan
partisipasi masyarakat
PENERAPAN KESRAWAN PADA RANTAI PRODUKSI
Kesrawan
Budidaya
( GFP )
Kesrawan
Transportasi
( GTP )
FARM
Pengangkutan /
Pasar Hewan
Kesrawan
Penyembelihan
( GSP )
RPH/RPU
GFP : Good Farming Practices ; GTP : Good Transportation Practices ; GSP : Good Slaughtering Practices
Penempatan dan
pengandangan dilakukan
dengan sebaik-baiknya
sehingga memungkinkan
hewan dapat
mengekspresikan perilaku
alaminya
Pemeliharaan, pengamanan,
perawatan dan pengayoman
hewan dilakukan dengan
sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari
penganiayaan dan
penyalahgunaan.
Pengangkutan hewan dilakukan dengan
sebaik-baiknya sehingga hewan bebas
dari penganiayaan dan penyalahgunaan
Pemotongan dan pembunuhan hewan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan
tertekan, penganiayaan dan
penyalahgunaan
Perlakuan terhadap hewan harus
dihindari dari tindakan penganiayaan
dan penyalahgunaan
Keterangan :
- Manusiawi  tindakan yang merujuk pada etika dan nilai kemanusiaan.
- Penganiayaan tindakan yang memperlakukan hewan diluar batas
kemampuan biologis dan fisiologis hewan
- Penyalahgunaan tindakan memperlakukan hewan secara tidak wajar
dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan tersebut
TINDAKAN YANG MELANGGAR KESRAWAN
DI RPH
•
•
•
•
•
Transportasi yang tidak benar
Menganiaya dan menyakiti hewan serta
membiarkan kelaparan saat pengangkutan
Pemberian air minum yang berlebihan (glonggong)
dengan tujuan meningkatkan berat badan
Memotong bagian-bagian tertentu saat ternak
masih hidup dengan tujuan memudahkan
penyembelihan
Penusukan jantung saat ayam masih hidup dengan
tujuan mempercepat kematian dan pengeluaran
darah.
V. HIGIEN SANITASI
PEMENUHAN SARANA PRASARANA
PERUBAHAN PERILAKU
VI. RPH RUMINANSIA
Rumah Pemotongan Hewan
(RPH)
Kompleks bangunan
dengan desain dan
konstruksi khusus yang
memenuhi persyaratan
tekhnis dan higiene
tertentu serta digunakan
sebagai tempat
memotong hewan
potong bagi konsumsi
masyarakat
KOMPLEKS RPH RUMINANSIA
SISTEM PEMOTONGAN TERNAK
Model I
• Terlalu banyak orang di
dalam ruang RPH
• Sulit pengawasannya
• Cenderung kotor
Model II
• Spesialisasi pekerjaan
• Sedikit orang di dalam
ruang RPH
• Mudah pengawasannya
• Lebih ASUH
VII. RPH UNGGAS
KOMPLEKS RPH UNGGAS
RPH-U (line conveyor system)
Bleeding time ( 3 menit )
VIII. GOOD SLAUGHTERING
PRACTICES (SAPI)
PROSES PEMOTONGAN SAPI
SEBELUM
PENYEMBELIHAN
PENYEMBELIHAN
PASCA
PENYEMBELIHAN
Penanganan ternak yang dibawa masuk ke RPH
Pemeriksaan Ante Mortem
Sanitasi Ruangan dan Higien Personal
Penanganan ternak ke ruang penyembelihan
Penanganan kebersihan hewan
Fiksasi Hewan
Penyembelihan ternak
Pemisahan kepala dan ekstremitas
Penggantungan ternak pasca penyembelihan
Pengulitan ternak
Pengeluaran isi rongga dada dan perut
Pembelahan karkas
Pemeriksaan post mortem
Pemberian cap
Pelayuan
Pemotongan karkas
Penyimpanan daging
Ruang Kotor
Ruang
bersih
Ruang
bersih
1. PENANGANAN TERNAK SAPI YANG DIBAWA
MASUK KE RUANG RPH
2. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM
Mengamati dengan seksama :
• Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang
dilihat dari segala arah.
• Lubang kumlah (hidung, telinga, anus) serta selaput lendir
mulut, mata dan cermin hidung.
• Kulit serta kelenjar getah bening (lymphogladula, lg.)
submaxillaris, parotidea, prae scapularis dan inguinalis.
• Indikasi pemberian hormon dan antibiotika.
• Pengukuran suhu tubuh.
• Dilaksanakan uji laboratorik jika terdapat kecurigaan tentang
adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam
pengamatan.
Hasil pemeriksaan ante mortem adalah suatu keputusan yang
berlaku hanya 24 jam sejak waktu pemeriksaan yaitu :
1. Hewan diijinkan untuk disembelih tanpa syarat jika hewan
tersebut sehat serta tidak bunting atau tidak produktif untuk ternak
betina,
2. Hewan diijinkan untuk disembelih dengan syarat apabila
menderita atau menunjukkan gejala penyakit (tabel 1)
3. Hewan ditunda untuk disembelih karena menderita suatu
penyakit yang belum jelas penyakitnya (dubius); diikuti dengan
tindakan isolasi, pengamatan seksama dan uji laboratorik.
Kandang isolasi harus jauh dari kandang penampungan dan
bangunan utama RPH serta dibangun di bagian yang lebih rendah
dari bangunan lainnya.
4. Hewan ditolak untuk disembelih dan harus dimusnahkan
apabila menunjukkan gejala penyakit hewan menular dan atau
penyakit eksotik (tabel 2)
3. FIKSASI HEWAN
4. PEMINGSANAN HEWAN
5. PENYEMBELIHAN HEWAN
Penyembelihan Hewan
Persyaratan teknis penyembelihan sesuai dengan Fatwa MUI
Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang tajam pada bagian ventral
leher (8-10 cm di belakang lengkung rahang bawah) sehingga trachea,
vena jugularis - arteria communis dan oesophagus terpotong sekaligus.
Skema PENAMPANG MELINTANG LEHER
os cervicalis
a. vertebralis
a. carotis communis
sinistra
a. carotis communis
dextra
v. jugularis dextra
oesophagus
v. jugularis sinistra
trachea
Hilangnya respon otak
(referens)
2 a. Carotis + v. jugularis
 14 detik
2 v. jugularis
 70 detik
Jantung yg diinduksi listrik
 298 detik
Berhentinya kerja jantung
 28 detik
Mati Sempurna : Kematian fungsi otak hilangnya
respon reflek palpebrae / kelopak mata
6. PEMOTONGAN KEPALA DAN EKSTREMITAS
7. PENGULITAN
a
8. Pengeluaran jeroan
9. Pembelahan karkas
10. PEMERIKSAAN POST MORTEM
Keputusan hasil pemeriksaan post mortem yaitu :
1. Daging dapat diedarkan untuk konsumsi jika sehat dan
aman yaitu :
a. Daging berasal dari hewan potong yang tidak menderita
penyakit.
b. Daging berasal dari hewan potong yang menderita penyakit
arthritis,
hernia,
fraktura,
absces,
actinomycosis,
actinobacillosis dan mastitis serta penyakit lain yang
bersifat lokal setelah bagian-bagian yang tidak layak untuk
konsumsi manusia dibuang.
2. Daging dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat
sebelum peredaran jika daging menunjukkan gejala penyakit
tertentu (lihat tabel)
3. Daging dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat
selama peredaran (lihat tabel).
4.
Daging dilarang diedarkan untuk konsumsi karena
berbahaya bagi konsumsi manusia sehingga harus
dimusnahkan (liat tabel).
11. Pemberian cap
IX. GOOD SLAUGHTERING
PRACTICES (AYAM)
PROSES PEMOTONGAN UNGGAS
SEBELUM
PENYEMBELIHAN
PENYEMBELIHAN
PASCA
PENYEMBELIHAN
Penanganan ternak yang dibawa masuk ke RPU
Pemeriksaan Ante Mortem
Sanitasi Ruangan dan Higien Personal
Penimbangan Ternak Unggas (hidup)
Penggantungan unggas (hidup)
Pemingsanan unggas
Ruang sembelih
Penyembelihan unggas
Pencelupan ke dalam air panas
Pencabutan bulu
Ruang
Pemotongan kepala dan leher
pencabutan bulu
Pemotongan ceker
Pemotongan kloaka
Ruang
Pengeluaran jeroan
pengeluaran
Pembuangan kloaka
jeroan
Pencucian
Penirisan
Seleksi
Pemotongan bagian karkas
Pendinginan
Luar
Bangunan
RPU
Ruang kotor
Ruang
bersih
1. PENANGANAN TERNAK AYAM YANG DIBAWA
MASUK KE RUMAH POTONG UNGGAS
2. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM
Mengamati kondisi fisik, suara dan bulu serta gejala klinis.
Dilakukan paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.
Hasil pemeriksaan ante mortem :
• Hewan diijinkan disembelih : Dilakukan hanya pada unggas yang
sehat. Keputusan pemeriksaan ini berlaku 24 jam post pemeriksaan
• Hewan ditolak untuk disembelih :
– Unggas dalam keadaan mati
– Unggas tersebut menderita atau menunjukkan salah satu gejala penyakit
Salmonellosis, Ornithosis, Avian Tuberculosis, ektoparasit pada unggas
Erysipelas pada Unggas.
– Unggas tidak disertai dokumen SKH.
3. PENGGANTUNGAN TERNAK UNGGAS (HIDUP)
4. PEMINGSANAN UNGGAS
5. PENYEMBELIHAN UNGGAS
6. BLEEDING TIME
7. PENCELUPAN KE DALAM AIR PANAS
8. PENCABUTAN BULU
9. Pemotongan kepala dan leher, kloaka,
pengeluaran jeroan
10. PEMERIKSAAN POST MORTEM
Hasil pemeriksaan post mortem daging unggas adalah sebagai berikut :
1. Daging dapat diedarkan dan dikonsumsi tanpa syarat :
a. Daging berasal dari unggas sehat.
b. Daging mengandung residu bahan hayati, bahan kimia, logam berat,
antibiotika dan obat lainnya dibawah ambang batas yang ditetapkan di
Indonesia.
2. Daging dapat dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat sebelum
peredaran :
- Daging berasal dari unggas yang menderita arthritis, fraktura, absces dan
ephitelimia serta penyakit yang bersifat lokal setelah bagian yang tidak
layak dikonsumsi dibuang
3. Daging dilarang diedarkan dan harus dimusnahkan :
a. Daging dengan warna, konsistensi dan bau tidak normal, sepsis,
cachexia, hydrops dan oedema.
b. Daging berasal dari unggas yang menderita Salmonellosis, Ornithosis,
Avian Tuberculosis, Ektoparasitosis, Aspergillosis dan Erysipelas pada
unggas.
c. Daging mengandung residu bahan hayati, bahan kimia, logam berat,
antibiotika dan obat lainnya diatas ambang batas yang ditetapkan di
Indonesia.
10. PENCUCIAN KARKAS
X. KONDISI SAAT INI DI
JAWA BARAT
RPH-R sebanyak 155 unit tersebar di 131 kelurahan/desa, 144 kecamatan
dan 27 kabupaten/kota :
1. RPH-R sebanyak 35 unit :
a. RPH-R Pemerintah 28 unit dimana 3 unit bersertifikat NKV.
b. RPH-R Swasta 7 unit dimana 4 unit bersertifikat NKV.
2. TPH-R sebanyak 120 unit :
a. TPH-R Pemerintah 20 unit
b. TPH-R Swasta 100 unit
RPH-U sebanyak 37 unit :
1. RPH-U skala besar (22 unit), milik swasta, 17 bersertifikat NKV
2. RPH-U skala kecil (15 unit) :
a. RPH-U Pemerintah (13 unit)
b. RPH-U Swasta (2 unit)
TPH-U : belum
identifikasi !
semua
kabupaten/kota
melakukan
RPH Ruminansia
di Jawa Barat
RPH Unggas
Barat
di
Jawa
XI. PEMBINAAN TEKNIS
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
URUSAN
PEMERINTAH
PEMERINTAH PROVINSI
PEMRINTAH
KABUPATEN/KOTA
Keswan dan
Kesmavet
Penetapan
kebijakan
dan pedoman keswan,
kesmavet
dan
kesejahteraan hewan
Penerapan
kebijakan dan
pedoman keswan, kesmavet
dan kesejahteraan hewan
wilayah provinsi.
Penerapan kebijakan dan
pedoman keswan, kesmavet
dan kesejahteraan hewan
wilayah kabupaten/kota
Pembinaan dan pengawasan
praktek
hygiene-sanitasi
produsen Produk Asal Hewan
(PAH).
Pembinaan dan pengawasan
praktek hygiene-sanitasi pada
produsen
dan
tempat
penjajaan PAH.
Sertifikasi dan surveilans Monitoring
penerapan
Nomor Kontrol Veteriner persyaratan hygiene-sanitasi
(NKV) unit usaha PAH yang pada unit usaha PAH yang
memenuhi syarat
mendapat NKV
Pengawasan peredaran lalu Pengawasan lalu lintas produk
lintas produk hewan dari/ke ternak
dari/ke
wilayah
wilayah provinsi dan lintas kabupaten/kota
kabupaten/kota
Pembinaan penerapan
kesejahteraan hewan.
Bimbingan dan penerapan
kesejahteraan hewan.
URUSAN
PEMERINTAH
PEMERINTAH PROVINSI
PEMRINTAH
KABUPATEN/KOTA
Pengaturan
dan
penetapan
norma,
standar
teknis
pelayanan
keswan,
kesmavet
serta
kesejahteraan hewan
Penerapan dan pengawasan
norma
standar
teknis
pelayanan keswan, kesmavet
serta kesejahteraan hewan
wilayah provinsi.
Penerapan dan pengawasan
norma,
standar
teknis
pelayanan keswan, kesmavet
serta kesejahteraan hewan
wilayah kabupaten/kota
Penetapan
standar
teknis minimal RPH dan
RPU, keamanan dan
mutu produk hewan,
laboratorium kesmavet,
satuan
pelayanan
peternakan
terpadu,
rumah sakit hewan dan
pelayanan keswan
Penetapan dan identifikasi
kebutuhan standar teknis
minimal RPH/RPU, keamanan
dan mutu produk hewan,
laboratorium
kesmavet,
satuan pelayanan peternakan
terpadu, rumah sakit hewan
dan pelayanan keswan.
Bimbingan penerapan dan
standar
teknis
minimal
RPH/RPU, keamanan dan
mutu
produk
hewan,
laboratorium
kesmavet,
satuan pelayanan peternakan
terpadu, rumah sakit hewan
dan pelayanan keswan
Pembinaan dan pengawasan
penerapan standar teknis
RPH dan RPU, rumah sakit
hewan/unit pelayanan keswan
terpadu, pet shop, poultry
shop dan distributor obat
hewan.
Bimbingan dan pengawasan
pelayanan keswan, kesmavet
di RPH, tempat pemotongan
hewan sementara, tempat
pemotongan hewan darurat
dan usaha susu.
Pengawasan
urusan
kesejahteraan hewan
URUSAN
PEMERINTAH
PEMERINTAH PROVINSI
PEMRINTAH
KABUPATEN/KOTA
Pembinaan dan pengawasan Bimbingan
pelaksanaan
RPH dan RPU.
standarisasi jagal hewan.
Pemeriksaan
dan Bimbingan
pelaksanaan
pengawasan residu produk pemeriksaan
peredaran
pangan asal hewan.
produk pangan asal hewan
dan
pengolahan
produk
pangan asal hewan
PEMBINAAN TEKNIS
PENERAPAN KESRAWAN
PEMOTONGAN
HEWAN
DAN
1. Simultan dengan pembinaan keswan dan
pangan ASUH sesuai kewenangan provinsi
2. Target 2015 :
a. Terbentuknya Juru Sembelih Halal di RPH-R dan
RPH-U Pemerintah dan Swasta :
b. Terbentuknya RPH-R dan RPH-U sebagai Unit Halal
c. Pembinaan intensif kelompok TPH-U terpilih
SDM
+
SARANA
+
PROSES
=
ASUH
3. Lokasi :
a) Juleha dan Unit RPH Unit Halal :
−
Cluster Kab Bogor (RPH-R Cibinong), Kota Bogor (RPHR Bubulak) dan Kota Depok (RPH-R Tapos)
− Cluster Bandung : Kab Bandung (RPH-R MBC), Kota
Bandung (RPH-R Ciroyom) dan KBB (RPH-R
Padalarang)
− luster Cirebon : Kab Cirebon (RPH-R Batembat), Kota
Cirebon (RPH-R Kalijaga) dan Kab Kuningan (RPH-R
Ancaran)
b) Juleha dan RPH-U Unit Halal : Seluruh RPH-U
Pemerintah dan Swasta
c) TPH-U : kab/kota yang telah mengidentifikasi kelompok
TPH-U, lokasi berdekatan
KEGIATAN :
1. Harmonisasi unit kerja keswan dan unit kerja kesmavet di kabupaten/kota
2. Peningkatan pemahaman keswan dan kesmavet pada pejabat terkait di
kabupaten/kota
3. Koordinasi dengan unit kerja terkait (MUI, Kemenag)
4. Identifikasi Juru Sembelih di semua tempat pemotongan
5. Fasilitasi sarana prasarana halal sesuai kewenangan
6. Penyusunan :
a. SOP Penyembelihan untuk Juleha Sapi
b. SOP Penyembelihan untuk Juleha Ayam
c. Buku Panduan
1. Penetapan petugas pendamping dari kabupaten/kota (counterpart)
2. Peningkatan kapasitas SDM Petugas :
a. Pendidikan dan Pelatihan
b. Sering melihat kegiatan pemotongan hewan, belajar mengidentifikasi titik
kritis
c. Praktek pemeriksaan ante mortem dan post mortem. Mulai palpasi dan
insici.
6. Peningkatan kapasitas pelaku usaha :
a. Sosialisasi kepada pengusaha (jagal) dan pekerja jagal
b. Sertifikasi Juleha
7. Peningkatan Manajemen RPH-R :
a. Dimulai dari hal-hal yang tidak membutuhkan biaya atau sarana
b. Pembentukan Unit Halal
c. Sertifikasi NKV