MEDIA SEBAGAI INDUSTRI

Download Report

Transcript MEDIA SEBAGAI INDUSTRI

MEDIA SEBAGAI INDUSTRI

Sejarah Media Massa Tumbuh Menjadi Industri

1. Pada era 1980-an masuk modal atau kapital dalam industri media massa, dan pada saat itu media massa mengalami kemajuan teknologi dan juga kesejahteraan yang sangat pesat.

2. Media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan menanamkan pandangan tertentu kepada khalayak. Tidak hanya dalam urusan politik dan ekonomi, tapi juga menyangkut masalah budaya, kesenian, bahkan ke hal yang ringan seperti gaya hidup, sehingga bidang industri lah pihak yang diuntungkan.

Pengertian Media Massa Sebagai Industri

Artinya

Media merupakan sarana yang dapat menciptakan lapangan kerja, barang, jasa, serta dapat menghidupkan industri lain yang terkait.

Manajemen Media Massa Sebagai Industri

Model Pasar (Croteau dan Hoynes, 2001)

Media massa sebagai tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat berdasarkan atas hukum permintaan dan persediaan.

Media layaknya barang dan jasa dan bisnis media beroperasi sebagai “dual product” market / pasar dengan dua produk.

Pasar dengan dua produk artinya produk yang sama sekali berbeda untuk dua jenis pembeli yang sama sekali berbeda. Dalam kenyataan, konsumen yang direspon oleh perusahaan media adalah pengiklan, bukan orang yang membaca, menonton, atau mendengarkan media. Ini tentu saja dapat menjelaskan bagaimana acara-acara di televisi misalnya, tampil hampir seragam.

Apabila hasil riset menyatakan banyak orang yang menontonnya maka pengiklan akan memasang iklan pada slot acara tersebut, yang berarti pemasukan, sehingga tidak ada alasan untuk stasiun televisi untuk mengubahnya.

   

Trend Yang Berlaku Pada Struktur Industri Media

Pertumbuhan Integrasi Globalisasi Pemusatan Kepemilikan Perubahan dalam struktur media serta prakteknya berpengaruh nyata pada isi media.

Pengejaran keuntungan menjuruskan media pada homogenisasi dan trivialisasi (membuat sesuatu yang tidak penting).

Perkembangan Media Massa Sebagai Industri Di Indonesia

Perkembangan media massa di Indonesia cukup menakjubkan. Data yang dikutip Sendjaja (2000), menunjukkan kondisi sebagai berikut:

a) Bidang pertelevisian

Saat ini terdapat 13 stasiun televisi swasta, yaitu TVRI, RCTI, TPI, SCTV, ANTEVE, INDOSIAR, METRO TV, TRANS TV, TV ONE, GLOBAL TV, TV 7, DAI TV, dan O CHANNEL.

Di samping itu kini telah beroperasi 7 televisi berlangganan satelit, 6 televisi berlangganan terrestrial, dan 17 televisi berlangganan kabel.

b) Dunia penyiaran radio

Penyiaran radio juga mengalami kemajuan meskipun tidak sepesat televisi. Hingga akhir tahun 2002, terdapat 1188 Stasiun Siaran Radio di Indonesia. Jumlah itu terdiri atas 56 stasiun RRI dan 1132 buah Stasiun Radio Swasta.

c) Rumah produksi (Production House/PH).

Sebelum krisis ekonomi, tercatat ada 298 perusahaan PH yang beroperasi di mana sekitar 80% di antaranya berada di Jakarta.

Pada saat krisis, khususnya antara tahun 1997-1999, jumlah PH yang beroperasi menurun drastis sampai sekitar 60%. Pada tahun 2003, bisnis PH secara perlahan kembali bangkit yang antara lain didorong oleh peningkatan jumlah Televisi Swasta.

d) Dunia bisnis media penerbitan

khususnya surat kabar dan majalah, mengalami peningkatan dalam hal kuantitas.

Pada tahun 2000, dari laporan MASINDO, terdapat 358 media penerbitan. Jumlah tersebut terdiri atas 104 surat kabar, 115 tabloid, dan 139 majalah. Hal menarik dalam penerbitan media massa cetak ini adalah semakin beragamnya pelayanan isi yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan segmen khalayak pembacanya atau “spesialisasi” sebagai upaya menembus situasi kompetisi yang semakin ketat.

Contoh Media Massa Sebagai Industri

Amerika Serikat

Hollywood telah berhasil menjadi kiblat perfilman internasional. Amerika Serikat berusaha membangun pandangan bahwa negara mereka adalah negara terkuat, superhero, penyelamat dunia.

Mereka melakukan hegemoni melalui film-film mereka yang ditonton sebagian besar masyarakat dunia.

Contoh : Armageddon, Independence Day, Mars Attack, dll. Disini Amerika Serikat selalu digambarkan sebagai sosok “jagoan”. Usaha-usaha mereka digambarkan bukan hanya untuk menyelamatkan bangsanya sendiri, tetapi untuk menyelamatkan dunia.

Dan lagi-lagi, mereka berhasil melakukan usaha penyelamatan tersebut. Kita sebagai penonton seolah-olah terdoktrin bahwa bangsa Amerika adalah pelindung dunia, dan setiap tindakan yang dilakukan adalah untuk kepentingan seluruh bangsa di dunia.

 

Fashion

Sebuah gaya busana baru dikatakan “ngetren” jika selebriti atau kalangan yang diekspos media memakai gaya busana tersebut. Selama ini tidak ada yang berhak menyandang gelar trendsetter karena kita hanya mencontoh gaya busana yang terus menerus muncul di media, kemudian saling mengikuti satu sama lain. Tren tersebut bersemi untuk sementara, sampai media mengekspos gaya busana yang baru. Media lah yang menjadi komandan what’s in and what’s out.

Konsep ketampanan dan kecantikan

Beberapa tahun yang lalu, ketika film Meteor Garden mengalami sukses besar, remaja putri memiliki kesepakatan baru mengenai konsep “tampan”. Pria yang dikatakan tampan adalah pria berwajah oriental, dengan rambut semi gondrong. Contoh lain produsen sabun Lux secara bergantian menampilkan bintang bintang iklan yang cantik, berkulit putih, tentunya banyak pria bersepakat bahwa wanita yang cantik adalah yang berkulit putih, keturunan eropa atau amerika.

berambut panjang,

 

Sinetron-sinetron remaja

Berhasil menciptakan pergeseran nilai dalam kehidupan remaja di kota-kota besar. Saat ini gaya hidup, sikap, sifat, kata-kata banyak diikuti oleh anak muda melalui sinetron di televisi.

Koran

Berhasil menciptakan peluang kerja untuk para khalayak, misalnya Kompas melalui forum klasika dimana terdapat banyak lowongan pekerjaan di berbagai bidang industri, dan terdapat kolom otomotif, properti dan ragam lainnya.

Undang – Undang Industri Bisnis

Undang Undang penanaman modal tahun 1969, merupakan dasar tumbuhnya hukum menjadi industri bisnis searah.

Merupakan perubahan dan penambahan atas ketentuan pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl.1847: 23).

Perubahan mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

Disahkan di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1971, oleh Presiden Republik Indonesia, SOEHARTO.

Undang – Undang Industri Bisnis

Pasal I Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl.1847:23) diubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Hanya pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara. Setiap pemegang saham sekurang-kurangnya berhak mengeluarkan satu suara.

(2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanyak jumlah saham yang yang dimilikinya.

(3) (4) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanyak kelipatan dari harga nominal saham yang terkecil dari perseroan terhadap keseluruhan jumlah harga nominal dari saham yang dimiliki pemegangnya. Sisa suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.

Pembatasan mengenai banjaknya suara yang berhak dikeluarkan oleh pemegang saham dapat diatur dalam akta pendirian, dengan ketentuan bahwa seorang pemegang saham tidak dapat mengeluarkan lebih dari enam suara apabila modal perseroan terbagi dalam seratus saham atau lebih dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara apabila modal perseroan terbagi dalam kurang dari seratus saham.

tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak sebagai kuasa dalam pemungutan suara.

(5) Pasal II.

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Undang – Undang Industri Bisnis

Puncaknya adalah UU NO. 20/1994, yang isinya ketetapannya adalah:

“PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIKAN SAHAM DALAM PERUSAHAN YANG DIDIRIKAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING”

Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 19 Mei 1994, oleh Presiden Republik Indonesia, S O E H A R T O.

DAFTAR BACAAN

EFFENDY, ONONG UCHYANA. Dinamika Komunikasi. Penerbit Remaja Rosdakarya Bandung, 1992.

JEFKINS, FRANK. Periklanan . Penerbit Erlangga, Jakarta, Cetakan pertama, 1996.

Modul Komunikasi Massa Sebagai Sebuah Pengantar, by Erman Anom, Ph. D.

Http://INDUSTRI_BUDAYA_DI_ERA_DIGITAL.htm

Http://Komunikasi Massa « Slamet Mulyana.htm

http://www.waena.org/index.php