Transcript PAJAK PPh Pasal 21 Pajak Mhs
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012
PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
SPDN
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran lain dengan nama/bentuk apapun
1. Pekerjaan; 2. Jasa; 3. Kegiatan yang dilakukan orang pribadi
SPLN
PPh Pasal 26
Pemotong PPh Pasal 21/26 • pemberi kerja yang terdiri dari: a. orang pribadi dan badan; b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut.
• bendahara atau pemegang kas pemerintah • dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan-badan lain • orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa • Penyelenggara kegiatan
Pemberi Kerja Bukan Pemotong PPh Pasal 21/26 • Kantor perwakilan negara asing • Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan • Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Penerima Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26 • pegawai; • penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya; • bukan pegawai; • anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai; • mantan pegawai; • peserta kegiatan: – Peserta perlombaan – Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja – Peserta/anggota kepanitiaan – Peserta pendidikan, pelatihan dan magang – Peserta kegiatan lainnya
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21/26 • • • • • • • • • penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur penghasilan penerima pensiun secara teratur uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun; penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas imbalan kepada bukan pegawai; imbalan kepada peserta kegiatan; imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama; imbalan kepada mantan pegawai; penarikan dana pensiun oleh pegawai.
Termasuk: Natura/Kenikmatan dari: • Wajib Pajak PPh Final • Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Penghitungan Besarnya Penghasilan Uang rupiah sesuai dengan yang diterima/diperoleh Uang asing Kurs Menteri Keuangan Natura/kenikmatan a n Harga Pasar
Penghasilan yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 21/26 • Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa • Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah • Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja • Zakat/sumbangan wajib keagamaan badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah dari • Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh
PPh Pasal 21: Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala
Setiap Masa Pajak, kecuali Masa Pajak terakhir Masa Pajak terakhir
Perkiraan Penghasilan Neto yang akan diterima selama setahun, Penghasilan teratur sebulan dikali 12 Selisih antara PPh yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama setahun dengan PPh yang telah dipotong masa masa sebelumnya
Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan
Disetahunkan Tidak Disetahunkan
1. WP OP DN meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia selamanya; 2. Orang asing mulai bekerja di Indonesia pada tahun berjalan untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan; 3. Karyawan pindah cabang 1. WP OP DN mulai bekerja pada tahun berjalan; 2. WP OP DN pindah kerja ke pemberi kerja yang lain
Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai tetap Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi Dibayar Pemberi Kerja Dikurangi dengan 1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp6.000.000 per tahun atau Rp500.000 per bulan 2. Iuran pensiun, THT/JHT yang dibayar sendiri Penerima pensiun Uang Pensiun Berkala Dikurangi dengan Biaya Pensiun, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp2.400.000 per tahun atau Rp200.000 perbulan Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan) Dikurangi PTKP Penghasilan Kena Pajak Dikenakan Tarif Pasal 17
Rp24.300.000, PTKP: PMK 162/PMK.011/2012 Untuk diri Wajib Pajak Rp2.025.000, Rp2.025.000, Tambahan utk WP Kawin Tambahan anggota untuk keluarga setiap sedarah semenda keturunan dalam lurus serta garis anak angkat yg menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender
Kawin
Hanya untuk diri sendiri PTKP Karyawati
Kawin Suami tidak berpenghasilan
1. Diri sendiri; 2. Status kawin; 3. Tanggungan maks 3.
Tidak Kawin
1. Diri sendiri; 2. Tanggungan maks 3.
menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/ memperoleh penghasilan
Tarif
Sampai dengan Rp 50 juta
5%
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
15%
Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta
25%
Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Di atas Rp 500 juta
30%
PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Satuan, Borongan Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah Upah Kumulatif satu bulan melebihi Rp 7.000.000
Upah/Uang Saku Harian ≤ 200.000
Tidak Dipotong > 200.000
Dikurangi 200.000
Dipotong 5% Upah kumulatif > Rp2,025 jt s.d. Rp7 jt sebulan Upah sehari dikurangi PTKP sehari Tarif PPh 21 = 5% Dikali 12 Dikurangi PTKP Setahun Penghasilan Kena Pajak Dikenakan Tarif Ps 17 PPh Ps 21 Setahun Dibagi 12 PPh Pasal 21 Sebulan
CONTOH PENGHITUNGAN PEGAWAI HARIAN, TENAGA HARIAN LEPAS PENERIMA UPAH SATUAN/BORONGAN SI POLAN MENERIMA UPAH HARIAN SEBESART Rp 210.000 PERHARI PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ADALAH : UPAH SEHARI DIKURANGI BATAS PENGHASILAN YANG TIDAK KENA PAJAK Rp210.000 – Rp200.000 = Rp10.000
PPh 21 terutang : 5% x Rp10.000 = Rp500 JIKA SI POLAN TIDAK MEMILIKI NPWP MAKA DIPOTONG PPh 20% LEBIH TINGGI SEHINGGA MENJADI : 5% X 20% X Rp10.000 = Rp600
Penghitungan PPh Pasal 21
ATAS PENGHASILAN BERUPA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN, DAN UANG SAKU HARIAN DIBAYAR BULANAN JIKA WP TDK MEMILIKI NPWP MAKA TARIFNYA 20% LEBIH TINGGI DIKURANGI PTKP SEBULAN PKP SEBULAN PKP DISETAHUNKAN X TARIF PPh Ps.17
PPh SETAHUN PPh SEBULAN
CONTOH PENGHITUNGAN PEGAWAI HARIAN, TENAGA HARIAN LEPAS PENERIMA UPAH SATUAN/BORONGAN
Polan (belum menikah) pada bulan Juli 2009 bekerja selama 11 hari kerja pada sebagai upah harian pada penambahan ruang SD Negeri 007 Jakarta Utara dengan menerima upah sebesar Rp140.000,00 per hari. PPh Pasal 21 terutang: Penghasilan per hari Batas penghasilan bruto yang tidak dikenakan PPh atas upah Sehingga tidak terutang PPh Pasal 21 Rp140.000,00 Rp150.000,00 Pada hari ke-10 dalam bulan Juli (bulan yg sama), Polan telah menerima penghasilan melebihi Rp1.320.000,00, yaitu Rp140.000,00 x 10 = Rp1.400.000,00. Maka PPh Pasal 21 atas penghasilan Polan dihitung sebagai berikut: PPh Pasal 21 terutang: Penghasilan 10 hari PTKP 10 hari 10 x (Rp15.840.000,00/360) Penghasilan harian terutang PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 yg harus dipotong pada hari-10 ( 5% x Rp960.000,00) Rp1.400.000,00 Rp 440.000,00 Rp 960.000,00 Rp 48.000,00 Apabila Polan juga mendapat upah yg jumlahnya sama pada hari ke-11 maka Pasal 21 yang terutang : 11 x Rp140.000,00 Rp1.540.000,00 PTKP 11 hari {11 x (Rp15.840.000,00/360)} Rp 484.000,00 Penghasilan harian terutang PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 (5% x Rp1.056.000,00) Dit.P2Humas
Rp1.056.000,00 Rp52.800,00 PPh Pasal 21 yg sudah dipotong s.d hari ke-10 Rp48.000,00 - Rp4.800,00 Apabila Polan tidak memiliki NPWP, maka akan dipotong Bendahara 20% lebih tinggi dari tarif 5% atau menjadi dikenakan tarif 6% 18
TENAGA AHLI YG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (BUKAN PEGAWAI) TERDIRI DARI : - PENGACARA - AKUNTAN - ARSITEK - DOKTER - KONSULTAN - NOTARIS - PENILAI - AKTUARIS MENERIMA PENGHASILAN BERUPA HONORARIUM, KOMISI, FEE, DAN IMBALAN SEJENISNYA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN DASAR PENGENAAN & PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ADALAH 50% DARI JUMLAH PENGHASILAN BRUTO DIPOTONG PPH PS.21 DENGAN TARIF PASAL 17 DARI DASAR PENGENAAN & PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TARIFNYA 20% LEBIH TINGGI
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
Contoh 1 dr. Slamet Taramandi (tenaga ahli), menerima honorarium sebesar Rp 10.000.000, Penghitungan PPh Pasal 21 5% x (50% x Rp10.000.000) = 5% x (Rp5.000.000) = Rp250.000
PPh Pasal 21 adalah tarif Pasal 17 UU PPh dari Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Jika Dr. Slamet tidak punya NPWP 5% x (50% x Rp 10.000.000)x 120% = Rp300.000, 5% x (Rp5.000.000) x 120% = Rp300.000, Contoh 2 Benny Ganteng SH, LLM (memiliki NPWP) menerima honorarium sebagai pengacara sebesar Rp100.000.000, Penghitungan PPh Pasal 21 : 5% x (50% x Rp100.000.000) =
20
IMBALAN KEPADA BUKAN PEGAWAI YANG TIDAK MEMILIKI NPWP ATAU DIBAYARKAN TIDAK BERKESINAMBUNGAN* HONORARIUM, KOMISI, FEE, DAN IMBALAN SEJENISNYA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN APAPUN DITERIMA BUKAN PEGAWAI
•
SENIMAN, OLAHRAGAWAN;
•
PENASEHAT, PENGAJAR, PELATIH, PENCERAMAH, PENYULUH & MODERATOR,
•
PENGARANG PENELITI, DAN PENERJEMAH;
•
PEMBERI JASA DLM SEGALA BDG TERMASUK TEKNIK, KOMPUTER DAN SISTEM APLIKASINYA TELEKOMUNIKASI,, ELEKTRONIKA, FOTOGRAPHI, EKONOMI DAN SOSIAL
•
AGEN IKLAN;
•
PENGAWAS, PENGELOLA PROYEK;
• • • • • •
ANGGOTA PANITIA, PESERTA PENDIDIKAN, PELATIHAN & MAGANG DLL; PEMBAWA PESANAN/PENEMU LANGGANAN/PERANTARA DISTRIBUTOR PERUSAHAAN MULTILEVEL MARKETING ATAU DIRECT SELLING PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI YG TDK BERSTATUS SBG PEGAWAI; PENJAJA BARANG DAGANGAN YG TDK BERSTATUS PEGAWAI; DAN/ATAU PENERIMA PENGHASILAN BUKAN PEGAWAI LAINNYA JIKA WP TDK MEMILIKI KONFERENSI, NPWP MAKA TARIFNYA 20% LEBIH DIPOTONG PPh Ps.21 DENGAN PERTEMUAN ATAU KUNJUNGAN KERJA, PESERTA TARIF Ps. 17 DARI JUMLAH BRUTO TINGGI * JIKA MEMILIKI NPWP ATAU IMBALAN YG DIBERIKAN
21
MAKA LIHAT KETENTUAN PADA HALAMAN 12
CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
Contoh 1 Benny adalah penyanyi menerima honorarium sebesar Rp 10.000.000,- atas Penghitungan PPh Pasal 21 5% x Rp10.000.000) = Rp500.000, Jika Benny tidak memiliki NPWP, penghitungan PPh Pasal 21 : (5% x 120%) x Rp10.000.000,- = Rp600.000
Contoh 2 Polan adalah pelawak menerima honorarium sebesar Rp50.000.000, Penghitungan PPh Pasal 21 : 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000, Jika Polam tidak memiliki NPWP, penghitungan PPh Pasal 21 : (5% x 120) x Rp50.000.000 = Rp3.000.000
berkesinambungan
PPh Pasal 21: Bukan Pegawai
Berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) Tidak berkesinambungan
(50 % x Ph Bruto) PTKP sebulan, Dihitung secara kumulatif (50 % x Ph Bruto) Dihitung secara kumulatif (50 % x Ph Bruto) Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
Dewan Komisaris/ Pengawas non Pegawai tetap
PPh Pasal 21: Lainnya
Mantan Pegawai
honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur
Peserta program Pensiun yang masih Berstatus pegawai
penarikan dana pensiun Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto
PPh Pasal 21: Peserta Kegiatan
Tarif Pasal 17 UU PPh
Penghasilan Bruto Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah
PEGAWAI TETAP TIDAK TETAP BULANAN HARIAN PENSIUNAN BERKALA BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN BERKESINAMBUNGAN exc Psl 13 (1) TIDAK BERKESINAMBUNGAN KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI PESERTA KEGIATAN Ph NETO - PTKP Ph BRUTO - PTKP Ph BRUTO – 200 RIBU Ph BRUTO(>2,025jt s.d.7jt) – PTKP Harian Ph BRUTO(>7jt) – PTKP Ph NETO - PTKP ((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan) Kumulatif (50% X Ph Bruto) Kumulatif 50 % x Ph Bruto Ph Bruto Kumulatif Ph Bruto
Penerima Penghasilan Tidak ber-NPWP Setelah pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember PPh Pasal 21 sebesar 120% lebih tinggi daripada PPh Pasal 21 yang seharusnya (20% lebih tinggi)
Ber-NPWP
sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Diperhitungkan oleh pemotong dengan PPh Pasal 21 bulan bulan selanjutnya Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final
Ketentuan Khusus 1. Uang Pesangon 2. Uang Manfaat Pensiun 3. THT/JHT yang dibayarkan sekaligus PP 68 Tahun 2010 Penghasilan bersumber dari APBN/D yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota, TNI/Polri, dan Pensiunannya PP 80 Tahun 2010
PPh Pasal 26 Tarif Pasal 26: 20 % Penghasilan Bruto Memperhatikan Ketentuan P3B
Penerima penghasilan Saat dilakukannya pembayaran atau saat terutangnya penghasilan Saat terutang PPh Pasal 21/26 Pemotong akhir bulan dilaku kannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan
Kewajiban Pemotong • • • • • • • Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak Wajib Menyimpan Ketentuan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 • • • Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala: – dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2) – diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau pegawai berhenti Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala: – Dibuat setiap kali ada pemotongan – Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21
Kewajiban Penerima Penghasilan • • • • Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum Mulai Tahun Kalender Berikutnya
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan Rp 8.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000 Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 10.000.000 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah Rp 12.000.000
(kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000
A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan
Gaji sebulan Pengurangan : Biaya Jabatan (5% xRp 8.000.000) Iuran Pensiun Penghasilan Neto sebulan Rp Rp 400.000
200.000
Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 7.400.000,00 ) PTKP setahun : - untuk diri sendiri - tambahan WP kawin Rp Rp 24.300.000
2.025.000
Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 50.000.000,00 15% x Rp 12.475.000,00 = Rp = Rp Rp 2.500.000
1.871.000
4.371.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 4.371.000,00 : 12 = Rp 364.250
Rp 8.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp 600.000
7.400.000
88.800.000
26.325.000
62.475.000
B.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
Gaji sebulan Pengurangan : Biaya Jabatan (5% xRp 10.000.000) Iuran Pensiun Penghasilan Neto sebulan = Rp = Rp Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 9.300.000,00 ) PTKP setahun : - untuk diri sendiri - tambahan WP kawin Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 setahun : Rp Rp 5% x Rp 50.000.000,00 15% x Rp 35.275.000,00 = Rp = Rp Rp PPh Pasal 21 sebulan Rp 7.791.000,00 : 12 PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2013 seharusnya adalah : 6 x Rp 649.250,00 PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni 2013 6 x Rp 364.250,00 (dari perhitungan contoh A)
PPh Pasal 21 untuk uang rapel
Rp 500.000
200.000
24.300.000
2.025.000
2.500.000
5.291.000
7.791.000
649.250
Rp 10.000.000
Rp Rp Rp 700.000
9.300.000
111.600.000
Rp Rp 26.325.000
85.275.000
Rp Rp Rp 3.895.500
2.185.500
1.710.000
C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus
Gaji setahun (12 x Rp 10.000.000,00) Bonus Penghasilan bruto setahun Pengurangan : Biaya Jabatan (5% xRp 140.000.000,00) = Rp 7.000.000,00 *Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Iuran Pensiun (12 x Rp 200.000,00) Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus PTKP setahun : - untuk diri sendiri - tambahan WP kawin Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus : 5% x Rp 50.000.000,00 15% x Rp 55.275.000,00 Rp Rp = Rp = Rp 24.300.000
2.025.000
2.500.000
8.291.250
10.791.250
*PPh Pasal 21 setahun dibulatkan PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B)
PPh Pasal 21 atas Bonus
Rp Rp 6.000.000
2.400.000
Rp Rp Rp 10.791.000
7.791.000
3.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp 120.000.000
20.000.000
140.000.000
Rp Rp 8.400.000
131.600.000
26.325.000
105.275.000
Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Rifki Zain seorang PNS golongan IVa di Kantor Imigrasi Medan berdasarkan data pada bulan Maret 2013 Rifki Zain memperolah gaji perbulan Rp.2.822.200,00, tunjangan jabatan Rp.540.000,00 perbulan dan mempunyai 3 orang anak.
Pada tanggal 25 Maret 2013 Kantor Imigrasi Medan honor tim kepada Rifki Zain sebesar Rp.1.200.000,00.
membayar Mendapatkan rapel kenaikan gaji pada bulan Juli 2013 karena kenaikan gaji Rp.2.906.200,00.
berkala sehingga gaji Rifki Zain menjadi Pada Bulan Kementerian Agustus Agama 2013 ditugaskan Provinsi di Sumatera Kantor Utara Wilayah dengan memperoleh tunjangan jabatan Rp.3.000.000,00 per bulan dan dari Kantor Imigrasi Medan hanya mendapatkan gaji dan tunjangan selain tunjangan jabatan.