AGAMA-AGAMA DUNIA

Download Report

Transcript AGAMA-AGAMA DUNIA

Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
1
 Majlis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI) merupakan
sebuah organisasi terbesar Agama Buddha yang terhimpun dalam wadah
WALUBI, yang lebih terkenal dengan sebutan aliran Buddha Maitreya.
Dikatakan aliran Budha Maitreya karena dalam latar pemujaannya di setiap
Vihara, selain menghormati Hyang Budha Sakyamuni selaku guru pendiri
Agama Budha, Budha Maitreya sangat dijunjung tinggi bahkan menjadi
sentral sraddha (keyakinan), sila (disiplin diri), dan samadhi (meditasi) dalam
segenap perjuangan pembinaan diri dari pengikutnya. Aliran Budha Maitreya
Indonesia dipelopori oleh Maha Sesepuh Maitreyaawira (Alm), seiring dengan
didirikannya Vihara Budha Maitreya perdana di kota Malang (Jawa Timur)
tahun 1950. Sebagai organisasi keagamaan Budha, MAPANBUMI memiliki
peran dan tanggung jawab yang amat besar terhadap bangsa dan negara di
dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Maka itu
MAPANBUMI mengemban kewajiban untuk membina umatnya agar beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Budha, dan Bodhisatva serta
memiliki budi pekerti yang luhur. Selain mengamalkan Dharma agama, umat
MAPANBUMI juga senantisa diarahkan untuk mengamalkan Dharma negara
dengan memberikan dedikasi dan pengabdian yang setulus-tulusnya kepada
bangsa dan negara tanpaDosen
membedakan
ras, dan suku.
Pembimbing: Siti agama,
Nadroh, M.Ag
2
 Di atas bumi kita ini akan dibangun sebuah tatanan baru yang damai sentosa, rukun,
tentram dan bahagia, serba cukup, tiada duka, tiada luka dan lain sebagainya. Figur yang
diharapkan merealisasikan cita-cita yang agung ini adalah Maitreya. Di Cina, Maitreya
dikenal sebagai Budha Tertawa. Dalam sastra Budhis tercatat bahwa Maitreya adalah
Manusia Budha berikutnya yang akan datang ke dunia setelah 5.670.000.000 tahun
parinibananya Budha Gautama. Kini Maitreya sedang mengamalkan Bodhisatva Dharma
di Tusita. Beliau adalah seorang Bodhisatva yang menolak memasuki Nirwana (keadaan
transendental bebas dari semua penderitaan). Pemujaan Maitreya sebenarnya sudah
mulai berkembang sejak abad ke-2 dan pratima Maitreya yang terlihat dewasa ini pun
ada berbagai versi ada yang duduk bersila (sedang membabarkan dharma di Tusita), ada
yang berkontemplasi (sedang merrenungi keadaan umat manusia), ada versi Tathagata
(mencapai penerangan sempurna di bawah pohon puspa naga). Pratima-pratima yang
dibuat dalam berbagai macam gaya menunjukan pemujaan yang luas terhadap Maitreya.
Rupa maitreya yang dikenal secara populer adalah yang berperut gendut dan tertawa
lebar.
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
3
 Sejarah kelahiran Budha Maitreya dan AjaranNya
 Budha Gautama bukanlah Budha yang pertama di dalam masa dunia ini (masa
dunia atau kalpa, satu kalpa lamanya kurang lebih 4.320.000.000 tahun). Budha
sebelumnya adalah Budha Kakusanda, Budha Konagamana, Budha Kassapa, dan
Budha yang akan datang adalah Budha Metteya (Maitreya). Dalam Cakkavati
Sihanada Sutta, Sutta ke-26 dari Dhiga Nikaya dikatakan bahwa :
 “Pada saat itu kota yang sekarang merupakan Varanasi akan menjadi sebuah
ibukota yang bernama Ketumati, kuat dan makmur, dipadati oleh rakyat
berkecukupan. Di Jambudvipa akan terdapat 84.000 kota yang dipimpin oleh
Ketumati sebagai ibukota. Dan pada saat itu orang akan memiliki kehidupan
sepanjang 84.000 tahun, di kota Ketumati akan bangkit seorang raja bernama
Sankha, seorang Cakkavati (raja dunia), seorang raja yang baik, penakluk keempat
penjuru. Dan pada saat itu orang akan berpengharapan hidup hingga 84.000 tahun
itulah muncul di dunia seoarang yang terberkahi, arahat, sammasambudha yang
bernama Maitreya. Aliran Budha Maitreya ini memandang sesuatu hidup ini luar
biasa dan dalam Budisme Maitreya sesuatu yang hidup ini disebut Dharma Hati
atau Hakekat Rohani.
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
4
 1. Maitreya di Zaman Pra Budha Sakyamuni
 Sejak berkalpa-kalpa tahun yang lalu, Budha Maitreya telah
menjalin jodoh Ilahi, jodoh Budha, jodoh Ketuhanan
dengan segenap umat manusia. Di zaman Pra-Budha
Sakyamuni sebagai Sarvajna Prabha Manusya Deva dan
dalam Sutra Budhis beliau berpantang daging. Beliau
mengajarkann maître (kasih), karuna (belas kasih sayang),
mudita (simpati) dan Upekha (keseimbangan batin)
sebagai catur pramita untuk membimbing umat manusia.
Karena panggilan cinta kasih terhadap segenap umat
manusia. TZU CHI (Menebar Cinta Kasih & Welas Kasih
Kepada Semua Makhluk).
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
5

2. Maitreya di Zaman Budha Sakyamuni
Pada zaman Budha Sakyamuni, Bodhisatva Maitreya merupakan salah satu murid dari
sang Budha. Beliau tidak membina dengan penegasan cara duduk bermeditasi, namun mendapat
afirmasi dari Budha Sakyamuni bahwa ia akan mencapai Kebudhaan. Bodhisatva Maitreya adalah
manusia Budha setelah Budha Sakyamuni, sehingga disebut Budha yang akan datang. Masa lalu
Budha Maitreya adalah Bhodisatva Maitreya. Dan pada masa itu Bodhisatva Maitreya
menegakkan Ikrar Yang Agung, bertekad merubah dunia yang penuh kekacauan menjadi dunia
yang damai. Sabda Sang Budha dalam Sutra Maha Ratna Kuta (Ta Pao Ci Kung) Bab 88
(pertemuan Maha Kasyapa), suatu ketika Junjungan Dunia menjalarkan tanganNya yang
membiaskan cahaya kemilauan. Dengan dengan jari dan telapak tanganNya yang bersinar
bagaikan bunga teratai, beliau mengusap ubun-ubun Bodhisatva Maitreya sambil bersabda
Wahai Maitreya! Demikianlah kupesankan kepadmu nanti masa 500 tahun kelima, saat
lenyapnya Dharma sejati, engkau harus melindungi Tri Mustika Budha, Dharma, Dan Sangha.
Jangan sampai lenyap dan terputus. Seketika itu juga Trisahasra Maha Sahasra Lokyadatu (alam
semesta) dipenuhi cahaya terang dan diikuti enam bentuk suara gemuruh yang dahsyat. Semua
makhluk suci dan dewa serentak menghormati Bodhhisatva Maitreya dengan sikap hormat. Saat
itu Bodhisatva Maitreya segera berdiri sambil menampakkan bahu kanannya dan berlutut
menghormati sang Budha dengan sikap hormat. Junjungan Dunia, demi keselamatan semua
makhluk aku telah menerima penderitaan laksana kalpa yang tak terhitung, apalagi kini Thagata
telah menyampaikan pesan Dharma sejati, bagaimana mungkin tidak terima? Wahai Junjungan
Dunia! Kini aku berjanji masa yang akan datang akan kubabarkan Dharma Anuttara Samma
Sambodhi yang telah Thagata capai
perjuangan
berlaksa-laksa
kalpa yang tak terhitung. 6
Dosen dalam
Pembimbing:
Siti Nadroh,
M.Ag

3. Maitreya di Zaman pasca Budha Sakyamuni

Sebagai Biksu Berkantong

Budha Maitreya pernah terlahir sebagai Bhiksu Berkantong, lahir di kabupaten Feng Hua daerah
Zhi Jiang Ming Zhou (China), asal-usul keluarga yang tidak diketahui. Pada masa akhir
pemerintahan Liang Bhiksu berkantong menetap di kuil Yue Lin. Saat menghembuskan nafas
terakhir beliau berkata : “Maitreya oh Maitreya telah menjelma banyak sekali tak terhingga, ber
tujuan membimbing manusia, namun umat manusia tidak mengenalnya. Dan pratima Budha
Maitreya yang dikenal saat ini sebagai Budha sukacita adalah Bhiksu berkantong.

Sebagai Patriat Cin Kung

Budha Maitreya terlahir sebagai Patriat Cin Kung atau disebut dengan Sang Lugu Cin Kung (18531925 M), sekaligus sebagai jalan perintis ajaran Maha Tao Maitreya sekarang ini. Patriat Cin Kung
mentransmisikan silsilah kepatriatan kepada kedua Guru Agung yaitu Budha Cang Thin Ran
(Bapak Guru Agung) dan Bodhisatva Yue Hui (Ibu Guru Suci) Ssetelah tiba di Indonesia M.S.
Maitreyawira berjuang keras untuk membangun Vihara dan pada tahun 1950 diresmikanlah vihara
pertama Chiao Kuang di kota Malang, Jawa Timur.dan terus berkembang sampai akhirnya pada
tahun 1982 M.S Maitreyawira menulis mandat yang mengangkat Sesepuh Fuh Ik Chun (Sesepuh
Gautama Harjono) sebagai Pemimpin wadah Ketuhanan di Indonesia menggantikan beliau. Pada
tahun 1983 M.S Maitreyawira kembali ke sisi tuhan dalam usia 90 tahun. Selama 30 tahun lebih
baliau berjuang merintis dan mengembangkan Wadah Ketuhanan di Indonesia, budi kasihnya
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
7
menerangi semua umat Maitreya di Indonesia.
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
8
 Waktu pelaksanaan sembahyang tiga kali sehari yaitu
pagi sekitar pukul 06.30, kemudian siang hari pukul
12.00 dan sore hari pukul 18.30 Dalam pemahaman
Maitreya pukul 12.00 itu masa transisi baik dari hawa
positif maupun hawa negatif.yang semuanya
bertujuan agar kita merasa dapat kontak langsung
dengan tuhan melalui lampu sinar suci. Dan hal lain
yang dapat kita rasakan jika sembahyang di Wihara
yaitu : Dapat menjalin hubungan persaudaraan,
bersosialisasi, dan kita dapat menaklukan sifat malas
yang ada dalam diri kita.
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
9
 Perlengkapan yang harus digunakan
dalam pelaksanaan Bhakti puja yaitu :
 Tiga Pelita
 12 batang dupa
 Tiga cangkir yang berisi air putih, the
dan cangkir kosong
 Bagan yang berisi 12 batang dupa
 Kemudian ada buah-buahan.
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
10
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
11
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
12
Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, M.Ag
13