radikalisme dalam perspektif kriminologi

Download Report

Transcript radikalisme dalam perspektif kriminologi

RADIKALISME DALAM
PERSPEKTIF KRIMINOLOGI
Paper
Disampaikan Pada Lokakarya
“Kemitraan Antara Polri dan Masyarakat Dalam
Penanganan Radikalisme”
Dalam Rangka HUT Bhayangkara Ke-65 POLRI
Oleh
Saut P. Panjaitan
( Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya )
Pangkal Pinang, 23 Juni 2011
RADIKALISME DALAM PERSPEKTIF
KRIMINOLOGI
Radikalisme
(Radicalism)
• Paham / aliran yang ‘radikal’ dalam politik.
• Paham / aliran yang menginginkan perubahan/ pembaharuan
sosial dan politik dengan cara yang drastis, atau kalau perlu
dengan kekerasan.
• Sikap ekstrim dalam aliran politik.
• Kegiatan yang bertujuan merubah sistem sosial politik secara
drastis.
• Kelompok yang mempunyai keyakinan
ideologi tinggi dan fanatik yang mereka
perjuangkan
untuk
menggantikan
tatanan nilai dan sistem yang berlaku.
• Dalam kegiatannya sering menggunakan
Kriteria
Radikal
aksi-aksi kekerasan, dan bahkan kasar,
terhadap kelompok masyarakat lainnya
yang dianggap bertentangan dengan
keyakinan mereka.
• Secara sosio-kultural dan sosio-religius,
mereka mempunyai ikatan kelompok
yang kuat dan menampilkan ciri-ciri
penampilan diri dan ritual yang khas.
Sidney Jones menyatakan :
• … radikalisme lebih terbuka pada era sekarang, tetapi bibit-bibit
radikalisme tertanam pada mereka yang melawan rejim represif
Soeharto….
• Contohnya, radikalisme pada masa Orde Baru terjadi pada
peristiwa Tanjung Priok 1984. Para Pelaku radikalisme berangkat
ke Afganistan untuk ikut berperang melawan Uni Sovyet pada
masa itu, sekaligus dipersiapkan untuk melawan rejim represif
Soeharto.
• Kaum radikal memandang dunia secara hitam putih, dan
menganggap mereka yang paling benar.
Sifat Radikalisme
diwujudkan dengan cara :
a. Kekerasan (violent)
b. Tanpa kekerasan (non-violent)
•
a.
Penyebab Timbulnya
Radikalisme /
Ekstrimisme
b.
c.
Didorong oleh rasa ketidak adilan dan kekecewaan akibat tata
sosio-ekonomis dan sosio-politis, yang sifatnya :
diskualifikatif, dicirikan dengan sulitnya mendapatkan akses ke
dunia kerja akibat ketidak mampuan bersaing karena rendahnya
keterampilan dan pendidikan;
Dislokasi sosial-ekonomis, dalam bentuk termarginalisasikannya
kaum miskin dari sumber daya ekonomi, sosial, dan kultural;
Deprivasi sosio-politis, dapat berupa proses pemiskinan
masyarakat kelas bawah, lebih besar melalui lembaga-lembaga
ekonomi yang sifatnya monopolitik, adanya konglomerasi dan
masuknya modal asing yang berkolusi dengan elit penguasa lokal
atas penguasaan sumber-sumber ekonomi dan politis.
Muncul radikalisasi individual / kelompok di Asia yang
mengatasnamakan :
- Ideologi perubahan atau keyakinan teokratis,
- dengan tafsir sempit, miopik, dan sepihak.
- yang secara radikal dan brutal justru disalahgunakan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan radikal dan ekstrim.
Perbuatan radikal dan ekstrim inilah yang akhirakhir ini dinamai dengan teror / terorisme.
• Radikalisme yang diwujudkan melalui cara-cara kekerasan (terorisme), yang
berarti “menakuti-nakuti” (to terrify) atau Terrere (Bahasa Latin) yang berarti
“menimbulkan rasa gemetar atau cemas”, atau Irhab (Bahasa Arab) yang berarti
intimedasi atau Khaafa (Bahara Arab) yang berarti takut.
• Pada awalnya terorisme mempunyai konotasi positif, yaitu dipergunakan
oleh negara / pemerintah untuk menegakkan gagasan dan cita-cita
demokrasi pada masa Revolusi Perancis (1793-1794), guna meredam
kekacauan dan pemberontakan rakyat, yang mencirikan bahwa kegiatan
rejim tersebut bersifat terorganisasi, deliberate, dan sistematis, dan
bertujuanuntuk menggantikan sistem yang korup dan tidak demokratis.
Rejim Perancis setelah Revolusi ini disebut “Republik de la terreur”
(Republik Teror) di bawah Pimpinan Robespierre.
•
a.
b.
Dalam perkembangannya, Terorisme dapat dilakukan oleh :
Negara (state terrorism), yang dilakukan oleh rejim
pemerintahan yang korup, represif, dan otoriter.
Non – negara (non – state terrorism), yaitu terrorism against
the state
Radikalisme /
Fundamentalisme /
Ekstrimisme
• Dilakukan dengan
Terorisme
keyakinan, motif,
tujuan, dan latar
belakang politik
(motif altruistik
politik)
• Mengharapkan
politik sesuai
diyakininya.
• Political
Offence
konsekuensi
dengan yang
Crime
/
Political
• Secara sadar menentang dan
melawan tertib hukum, tertib
politik, dan tertib sosial yang
berlaku
Pendekatan Untuk Memahami Radikalisme Dalam Politik
( Stephen Schafer )
Strukturalis
Moralis
Psikologis
Paradoks antara orang
yang berkuasa
(powerful) dengan
warga (powerless)
Paradoks antara
negara/penguasa yang
menyalahgunakan
kekuasaan (corrupt) dan
warga yang jujur (honest)
Paradoks antara prilaku
penjahat politik yang
normal dan abnormal
Negara
dipandang
sering
menyalahgunakan
kekeuasaannya,
dan
oleh
karena itu harus dilawan oleh
rakyat
(Yang ingin dirubah adalah
struktur pemerintahan / negara
dan para Pemimpinya)
Rakyat
harus
melawan
penyalahgunaan
kekuasaan
yang
dilakukan
oleh
negara/penguasa melalui para
pemimpinnya (secara moral,
tingkah laku pemerintah yang
menyalahgunakan
kekuasaan
merupakan kejahatan politik,
jadi harus dilawan)
Sehingga
kejahatan
politik
dapat dilihat sebagai gejala
patologis
(sakit
jiwa),
emosional
(pemarah),
dan
irasional.
Kriminologi
Radikalisme
Penanggulangan radikalisme
melalui
sarana
dan
mekanisme hukum harus
dilakukan secara hati-hati.
Karena proses
kriminalisasi yang tanpa
memilah-milah, justru
akan mendatangkan
keresahan sosial (social
unrest).
Oleh karena itu, persoalan
antara demokrasi / kebebasan
(liberty)
dengan
keamanan
rakyat (security) harus perlu
dijaga harmonisasinya
Dalam negara demokrasi, radikalisme dapat
menjadi faktor krimininogen, manakala
ide/cita/nilai yang diyakininya diwujudkan
melalui cara-cara kekerasan dan cara-cara
yang melawan hukum (misalnya melalui
terorisme dan pemberontakan)
Pengaturan hukum terhadap bahaya
radikalisme,
terutama
yang
diwujudkan
melalui
cara-cara
kekerasan dan melawan hukum,
menjadi relevan manakala pengaturan
dimaksud bertujuan untuk melindungi
keamanan dan perdamaian umat
manusia (human security).
Sehingga penggunaan kekerasan dalam
mewujudkan radikalisme melalui terorisme,
dipandang sebagai suatu “extra-ordinary
crime” yang harus ditanggulangi secara
“extra-ordinary measures”, dikarenakan
cara-cara memperjuangkan keyakinan dan
ideologi politik seperti ini dipandang sebagai
“hostes humanis generis” (musuh umat
manusia).
Pro – Kontra
Terhadap Kriminologi Radikalisme
Offender – Oriented
Victim – Oriented
(Perlindungan HAM
pelaku)
(Perlindungan Korban)
Bersifat massal - random
Perlindungan terhadap ancaman :
• Hak untuk hidup
• Bebas dari rasa takut
• Kebebasan demokrasi
• Integritas teritorial
• Keamanan nasional
• Stabilitas pemerintahan yang sah
• Pembangunan
• Ketertiban umum
• Harmoni trhadap perdamaian internasional
Penanggulangan radikalisme tidak cukup
hanya sekadar melalui kriminalisasi yang
bersifat kebijakan penal (pemidanaan),
tapi perlu dicari upaya lain yang bersifat
non-penal (non pidana)
Kebijakan Kriminal yang Intergalistik
(Penal dan Non-Penal)
Jalur Penal/Represif
• Kebijakan
formulatif/legislatif
(perumusan, hukum
pidana).
• Kebijakan aplikatif
(penerapan hukum pidana).
• Kebijakan eksekutif
(pelaksanaan pidana oleh
aparat penegak hukum)
Kriminalisasi ?
• Perbuatan
melawan
hukum.
• Pertanggungjawaban
pidana (mens nea)
• Sanksi (punishment)
• Tindakan (treatment)
Konsep / cara
melawan hukum
sanksinya.
perbuatan
dan apa
Dalam
negara
demokrasi,
apakah wacana (kebebasan
berpendapat) merupakan suatu
kejahatan ?
Hindari Overcriminilization
Jalur Non-Penal
• Menangani faktor kondusif
serta dapat menimbulkan
kejahatan (kausatif dan
mendasar).
• Pendidikan, economic
prevention, pendekatan
moral, peningkatan social
welfare, dsb.
Upaya menjadikan masyarakat
sebagai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup yang sehat
(material / immaterial) dari
faktor-faktor kriminogen)
Masyarakat dijadikan
penangkal
kejahatan
kriminogen)
faktor
(anti-
Policy
MenghapusSocial
kondisi-kondisi
sosial
yang dapat menurunkan harkat
dan
martabat
kemanusiaan,
seperti kemiskinan, ketidakadilan,
kebuta hurufan, diskriminasi, dsb.
Deradikalisasi
Pencerahan Sosial
Social Policy
Soft-Approach
Upaya strategis untuk memangkas
seluruh jalur dan variabel yang
dapat dipandang sebagai stimulan
munculnya radikalisme.
Pemahaman akan
Kebhinekaan /
Keberagaman
Referensi
Antara News.com/berita/259918, diupdate tgl. 20 Juni 2011.
Andi Hamzah. 1987. Hukum Pidana Politik, Jakarta, P.T. Pradnya Paramita.
Hazewein Kell – Sceringe. Delik Politik di Indonesia.
Hoofnagels, G.P. 1969. The Other Side Of Criminology. Kluwer Duventer Holland.
Nawawi, Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bdg. Citra Aditya
Bakti.
Schafer, Stephen. 1974. The Political Criminal. New York – London, The Free Press.
Soedarta. 1977. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung, Alumni.
Wijngaert, Christine Van den. 1980. The Political Offences : Exception To Extradition.
1980.
Curriculum Vitae
Nama
Tempat/Tgl. Lahir
Pekerjaan
Pangkat / Jabatan Fungsional
Jabatan Administratif
:
:
:
:
:
Bidang Keahlian
Pendidikan
:
:
Organisasi
:
Saut P. Panjaitan
Pontianak / 21 Januari 1963
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
Pembina Tk. I / Lektor Kepala
1.
Ketua Bagian Hukum Administrasi FH UNSRI
2.
Sekretaris BKBH Fakultas Hukum UNSRI
3.
Ketua Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)
Fakultas Hukum UNSRI
Hukum Administrasi dan Pemerintahan
1.
Sarjana Hukum (FH UNSRI) – 1987
2.
Magister Hukum (Pascasarjana UNPAD) – 1994
3.
Sedang Menyelesaikan Pendidikan Doktor Ilmu
Hukum pada Pascasarjana UNSRI.
1. Wakil Ketua Asosiasi Pengajar HTN/HAN SeIndonesia Wilayah Sumatera Selatan
2.
Aktif pada Badan Kerjaasma (BKS) Prodi MKn SeIndonesia
3.
Perbakin Sumsel
Palembang, 23 Juni 2011
Saut P. Panjaitan