RPMK Tentang Penyusutan Barang Milik Negara

Download Report

Transcript RPMK Tentang Penyusutan Barang Milik Negara

Penyusutan Barang Milik Negara
Berupa Aset Tetap pada Entitas
Pemerintah Pusat
LATAR BELAKANG PENERAPAN PENYUSUTAN
I.
II.
Sesuai ketentuan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008:
“penetapan nilai BMN dalam rangka penyusunan neraca
pemerintah pusat dilakukan dengan berpedoman pada
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)”
Berdasarkan Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,
khususnya Paragraf 52 Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah (PSAP) Berbasis Akrual Nomor 07 tentang
Akuntansi Aset Tetap:
“Aset Tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset
tersebut dikurangi akumulasi penyusutan”
GAMBARAN MODUL PENYUSUTAN
1. Tujuan
2. Ketentuan Umum
3. Asumsi
4. Masa Manfaat
5. Formula
6. Ketentuan Lain-lain
7. Ilustrasi Kasus
8. Penyajian dan Pengungkapan
TUJUAN MODUL PENYUSUTAN
Modul Penyusutan BMN Berupa Aset Tetap Pada Entitas
Pemerintah Pusat ini dimaksudkan sebagai pedoman atau acuan
bagi entitas Pemerintah Pusat dalam melakukan penghitungan,
penyajian dan pengungkapan penyusutan Aset Tetap
sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 1/PMK.06/2013 tentang
Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas
Pemerintah Pusat, sehingga penyusutan tersebut dapat
dilaksanakan secara efektif, efisien, optimal, dan terintegrasi.
Ketentuan Umum (1)
1.
2.
3.
4.
5.
Penyusutan dilakukan atas aset tetap yang berada dalam
pengelolaan Pengelola Barang dan Pengguna Barang.
Penyusutan dilakukan oleh satker atas aset tetap berupa gedung
dan bangunan; peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan;
serta aset tetap lainnya berupa aset tetap renovasi dan alat
musik modern.
Aset tetap sebagaimana angka 2 (dua) di atas yang direklasifikasi
menjadi Aset Lainnya dalam neraca disusutkan sebagaimana
layaknya Aset Tetap.
Penyusutan Aset Tetap dilakukan dengan menggunakan metode
garis lurus.
Penyusutan dilakukan tanpa memperhitungkan adanya nilai
residu.
Ketentuan Umum (2)
6.
7.
8.
9.
10.
Penghitungan dan pencatatan penyusutan Aset Tetap dilakukan
dalam satuan mata uang Rupiah dengan pembulatan hingga
satuan Rupiah terkecil.
Aset Tetap berupa Aset Tetap Renovasi yang memenuhi
persyaratan kapitalisasi Aset Tetap, disusutkan sebagaimana
layaknya Aset Tetap.
Aset Lainnya berupa Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga dan
Aset Idle, disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap.
Penyusutan Aset Tetap setiap semester disajikan sebagai
akumulasi penyusutan di Neraca periode berjalan berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual.
Penyusutan Aset Tetap diakumulasikan setiap semester dan
disajikan dalam akun Akumulasi Penyusutan sebagai pengurang
nilai Aset Tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap di Neraca.
Ketentuan Umum (3)
11. Pelaksanaan penyusutan dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
O Penyusutan pertama kali
O Penyusutan pada saat terjadinya transaksi BMN
O Penyusutan yang dilakukan secara periodik
ASUMSI
Asumsi yang digunakan dalam pengembangan
aplikasi penyusutan:
I. Asumsi Penyusutan Pertama Kali
II. Asumsi Penyusutan Periode Berjalan
ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI
(1)
Aset Tetap yang diperoleh sebelum tanggal 1 Januari 2013,
menggunakan nilai buku per 31 Desember 2012 sebagai nilai
yang dapat disusutkan.
Catatan : Asumsi ini tidak berlaku untuk Aset Tetap Renovasi
2. Dalam hal terjadi perubahan nilai aset tetap sebagai akibat
penambahan atau pengurangan kuantitas dan/atau nilai Aset
Tetap, maka penambahan atau pengurangan tersebut
diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan.
3. Aset Tetap yang hanya dapat dipergunakan bersamaan dengan
Aset Tetap lain sehingga dicatat dan dibukukan secara
berkelompok, penghitungan dan pencatatan penyusutan Aset
Tetap juga dilakukan secara berkelompok.
1.
ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI
(2)
Aset Tetap yang sebelumnya dicatat secara berkelompok dan
akan dicatat secara tersendiri, nilai akumulasi penyusutan Aset
Tetap-nya dialokasikan secara proporsional berdasarkan nilai
masing-masing Aset Tetap.
5. Aset Tetap yang diperoleh sebelum diberlakukannya penyusutan
Aset Tetap, dikenakan koreksi penyusutan Aset Tetap sebagai
berikut:
O Aset Tetap yang dilakukan Inventarisasi dan Penilaian dalam
rangka penyusunan neraca awal pemerintah pusat,
dikenakan koreksi penyusutan terhitung mulai perolehan
Aset Tetap.
O Aset Tetap yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal
pemerintah pusat, dikenakan koreksi penyusutan terhitung
mulai perolehan Aset Tetap.
4.
ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI
(3)
O Koreksi penyusutan Aset Tetap diperhitungkan sampai
dengan satu semester sebelum diberlakukannya
penyusutan.
O Koreksi penyusutan Aset Tetap diperhitungkan sebagai
penambah nilai akun Akumulasi Penyusutan dan pengurang
nilai ekuitas pada neraca.
O Koreksi penyusutan Aset Tetap diperhitungkan sebagai
koreksi saldo awal periode berjalan.
O Koreksi penyusutan Aset Tetap,dikecualikan untuk Aset
Tetap yang sudah dihapuskan pada akhir semester
diberlakukannya penyusutan Aset Tetap.
6. Seluruh Aset Tetap telah diinput dalam Aplikasi SIMAK BMN.
7. Seluruh Aset Tetap yang diperoleh sebelum 2004 telah
dilakukan Inventarisasi dan Penilaian.
ASUMSI PENYUSUTAN PERTAMA KALI
(4)
Pada tahun pertama penyusutan, terdapat kemungkinan bahwa
masa manfaat aset sudah habis.
7. Masa manfaat Aset Tetap dihitung sejak tahun perolehan.
8. Pengembangan nilai aset yang dikapitalisasi tidak berdampak
pada perubahan masa manfaat.
9. Dalam hal masa penyusutan habis, maka nilai yang dapat
disusutkan adalah sebesar nilai yang tersisa.
6.
ASUMSI PENYUSUTAN PERIODE BERJALAN (1)
Nilai dasar penyusutan didasarkan pada nilai buku semesteran
dan tahunan.
2. Dalam hal terjadi perubahan nilai aset tetap sebagai akibat
penambahan atau pengurangan kuantitas dan/atau nilai Aset
Tetap, maka penambahan atau pengurangan tersebut
diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan.
3. Pengembangan nilai aset yang dikapitalisasi dapat berdampak
sebagai berikut:
O Menambah masa manfaat aset tetap sebagaimana Tabel
Masa Manfaat II.
O Tidak menambah masa manfaat.
1.
ASUMSI PENYUSUTAN PERIODE BERJALAN (2)
Persentase penambahan masa manfaat didapat dari
perbandingan antara realisasi pengembangan nilai aset
dibandingkan dengan nilai buku aset sampai dengan
dilakukannya pengembangan nilai aset diluar nilai akumulasi
penyusutan.
5. Akumulasi sisa masa manfaat dan penambahan masa manfaat
sebagaimana dampak atas pengembangan nilai aset yang
menambah umur ekonomis, tidak dapat melebihi Tabel Masa
Manfaat I.
6. Penambahan masa manfaat sebagai dampak dari
pengembangan nilai aset atas Aset Tetap yang sudah habis masa
manfaatnya, diperhitungkan pada akhir periode penyusutan
berikutnya.
4.
ASUMSI PENYUSUTAN PERIODE BERJALAN (3)
Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan telah diusulkan
penghapusannya kepada Pengelola Barang tidak disusutkan.
8. Aset Tetap yang hilang dan telah diusulkan penghapusannya
kepada Pengelola Barang tidak disusutkan.
9. Memungkinkan terjadi perubahan nilai yang disusutkan.
10. Memungkinkan terjadi perubahan masa manfaat.
7.
DEFINISI MASA MANFAAT
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010, definisi
masa manfaat adalah:
I.
Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas
pemerintahan dan/atau pelayanan publik;
II.
Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh
dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan
publik
PEDOMAN PENETAPAN MASA MANFAAT
Pedoman penetapan Masa Manfaat tertuang dalam bentuk Keputusan
Menteri Keuangan nomor 59/KMK.6/2013 tentang Tabel Masa Manfaat
Dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada
Entitas Pemerintah Pusat.
O Tabel Masa Manfaat I : merupakan tabel Masa Manfaat atas Aset
Tetap untuk tahun pertama diterapkannya penyusutan. Untuk tahun
kedua dan selanjutnya, tabel ini berlaku untuk seluruh Aset Tetap
perolehan baru.
O Tabel Masa Manfaat II : merupakan tabel Masa Manfaat atas
Perbaikan terhadap Aset Tetap yang menambah masa manfaat suatu
Aset Tetap. Perbaikan dimaksud mencakup : renovasi, restorasi dan
overhaul.
FORMULA PENYUSUTAN
Metode yang digunakan dalam melakukan
penghitungan penyusutan Aset Tetap adalah Garis
Lurus.
Penyusutan per Periode
=
Nilai Yang Dapat Disusutkan
Masa Manfaat
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (1)
Kriteria Data BMN bermasalah:
BMN dengan kuantitas kurang dari 0, tetapi memiliki nilai Rp0;
2. BMN dengan kuantitas kurang dari 0 dan memiliki nilai kurang dari Rp0;
3. BMN dengan kuantitas kurang dari 0, tetapi memiliki nilai lebih dari Rp0;
4. BMN dengan kuantitas 0, tetapi memiliki nilai kurang dari Rp0;
5. BMN dengan kuantitas 0, tetapi memiliki nilai lebih dari Rp0;
6. BMN dengan kuantitas lebih dari 0, tetapi memiliki nilai kurang dari Rp0;
7. BMN dengan kuantitas lebih dari 0, tetapi memiliki nilai Rp0;
8. BMN dengan tanggal perolehan kosong;
9. BMN dengan kodefikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan PMK
29/2010;
10. BMN dengan kodefikasi kurang dari 10 digit.
1.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (2)
1.
2.
3.
Melakukan konfirmasi pada aplikasi Migrasi Data SIMAK BMN dan
Penyusutan Pertama kali, atas data BMN dengan kuantitas dan nilai yang
tidak wajar.
Melakukan reklasifikasi data BMN tersebut ke dalam Daftar Normalisasi
Data Barang Milik Negara. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut
adalah tidak dicantumkannya BMN tersebut di dalam Laporan Barang
Kuasa Pengguna, Posisi BMN di Neraca, dan Buku Barang.
Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas
dilakukan dengan menggunakan jenis transaksi koreksi normalisasi atas
Aset Tetap (209) dan koreksi normalisasi atas Aset Lain-lain (299).
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (3)
4.
Setelah melakukan reklasifikasi data BMN, satker diharuskan melakukan
beberapa hal sebagai berikut:
O Menelusuri keberadaan fisik BMN tersebut.
O Dalam hal secara fisik keberadaan BMN tersebut ada, maka satker
diharuskan melakukan pencatatan atas BMN tersebut pada Aplikasi SIMAK
BMN melalui menu Transaksi BMN, sub menu Saldo Awal BMN (jenis
transaksi 100).
O Dalam hal secara fisik keberadaan BMN tersebut tidak ada, maka satker
diharuskan membuat surat keterangan yang menyatakan bahwa telah terjadi
kesalahan dalam membukukan BMN tersebut di dalam SIMAK-BMN. Surat
keterangan tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai Kode
BMN, Uraian BMN, Nomor Urut Pendaftaran/Nomor Aset, Kuantitas BMN,
dan Nilai BMN.
O Melakukan pengungkapan di dalam Catatan atas Laporan Barang Milik
Negara.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (4)
5. Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas tidak
menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan Daftar
Normalisasi Data Barang Milik Negara dan Laporan Normalisasi Data
Barang Milik Negara, serta mengungkapkannya dalam Catatan atas
Laporan BMN dan Catatan atas Laporan Keuangan.
6. Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi
sebagaimana angka 2 (dua) di atas.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kuantitas dan Nilai Yang Tidak Wajar (5)
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kondisi Rusak Berat (1)
1.
2.
3.
Pada saat suatu BMN diketahui kondisinya rusak, satker segera
melakukan perubahan kondisi BMN dengan menerbitkan surat
keterangan atas kondisi BMN tersebut.
Satker mengusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan
penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Setelah melakukan pengusulan kepada Pengelola Barang, selanjutnya
satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam Daftar Barang
Rusak Berat. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak
dicantumkannya BMN tersebut di dalam Laporan Barang Kuasa
Pengguna, Posisi BMN di Neraca, dan Buku Barang.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kondisi Rusak Berat (2)
4.
5.
Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 3 (tiga) di atas tidak
menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan Daftar
Barang Rusak Berat dan Laporan Barang Rusak Berat, serta
mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas
Laporan Keuangan.
Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi
sebagaimana angka 3 (tiga) di atas.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN Dengan Kondisi Rusak Berat (3)
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN yang Dinyatakan Hilang (1)
1.
2.
3.
Pada saat suatu BMN dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber
yang sah, satker mengusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan
penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Setelah melakukan pengusulan kepada Pengelola Barang, selanjutnya
satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam Daftar Barang
Hilang. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak
dicantumkannya BMN tersebut di dalam Laporan Barang Kuasa
Pengguna, Posisi BMN di Neraca, dan Buku Barang.
Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas tidak
menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan Daftar
Barang Hilang dan Laporan Barang Hilang, serta mengungkapkannya
dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas Laporan Keuangan.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN yang Dinyatakan Hilang (2)
4.
5.
Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi
sebagaimana angka 2 (dua) di atas.
Dalam hal BMN berupa Aset Tetap yang dinyatakan hilang diketemukan
kembali, dilakukan pencatatan sebagaimana perolehan BMN, yaitu:
a. Dicatat sebagai transaksi perolehannya apabila diperoleh pada
tahun anggaran berjalan.
b. Dicatat sebagai transaksi saldo awal apabila diperoleh sebelum
tahun anggaran berjalan.
KETENTUAN LAIN-LAIN
BMN yang Dinyatakan Hilang (3)
KETENTUAN LAIN-LAIN
Aset Tetap Renovasi (1)
O ATR merupakan renovasi atas aset tetap yang tidak terdaftar
dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna satuan kerja tersebut,
melainkan terdaftar dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna
satuan kerja lain atau milik satuan kerja perangkat daerah yang
memenuhi persyaratan kapitalisasi aset tetap
O Adanya perbedaan karakteristik antara ATR dengan Aset Tetap
secara umum mengakibatkan perlunya
penambahan/pembedaan asumsi atas penyusutan ATR
KETENTUAN LAIN-LAIN
Aset Tetap Renovasi (2)
1.
2.
ATR yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2012 diasumsikan tidak
memiliki masa manfaat.
ATR yang diperoleh setelah 31 Desember 2012 dan menambah masa
manfaat aset tetap induk.
O ATR yang menambah masa manfaat disusutkan sebagaimana
layaknya aset tetap.
O Sebelum proses serah terima ATR kepada K/L dengan Aset Tetap
induk dilakukan, penyusutan ATR yang menambah masa manfaat di
hitung tersendiri di satker yang bersangkutan.
O Serah terima ATR yang menambah masa manfaat kepada K/L dengan
Aset Tetap induk dituangkan dalam bentuk Berita Acara Serah Terima
(BAST).
O BAST minimal harus menyajikan informasi tanggal perolehan ATR,
nilai buku ATR, sisa masa manfaat ATR dan tanggal penyerahan ATR.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Aset Tetap Renovasi (3)
O Pada saat ATR yang menambah masa manfaat diserahterimakan, sisa
3.
masa manfaat ATR dan nilai buku ATR diperhitungkan ke dalam Aset
Tetap induk, terhitung sejak tanggal penyerahan.
O Apabila ATR diserahkan pada saat nilai buku 0 maka tidak ada
penyesuaian masa manfaat di Aset Tetap induk.
ATR yang diperoleh setelah 31 Desember 2012 dan tidak menambah
masa manfaat Aset Tetap induk.
O ATR yang tidak menambah masa manfaat tidak disusutkan.
O serah terima ATR yang tidak menambah masa manfaat kepada K/L
dengan Aset Tetap induk dituangkan dalam bentuk BAST.
O BAST minimal harus menyajikan informasi tanggal perolehan ATR,
nilai ATR, dan tanggal penyerahan ATR.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Aset Tetap Renovasi (4)
O pada saat penyerahan ATR yang tidak menambah masa manfaat ke Aset
O
O
O
O
Tetap induk, maka nilai ATR akan menambah nilai Aset Tetap induk dan
disusutkan sesuai sisa umur masa manfaat Aset Tetap induk dengan
penyesuaian akumulasi penyusutan sebesar masa manfaat yang telah
dikonsumsi sejak tanggal perolehan ATR sampai dengan tanggal
penyerahan ATR ke Aset Tetap induk.
informasi penyesuaian akumulasi penyusutan akibat penambahan nilai ATR
yang tidak menambah masa manfaat terhadap Aset Tetap induk dijelaskan
ke dalam Catatan Ringkas Barang dan Catatan Atas Laporan Keuangan pada
saat akhir periode serah terima dilakukan.
tanggal perolehan ATR yang tidak menambah masa manfaat adalah tanggal
dimana serah terima dari pihak ke-3 dilakukan.
Selanjutnya Aset Tetap induk disusutkan secara normal.
Dalam hal saat serah terima Aset Tetap induk = 0, maka nilai ATR nya akan
langsung disusutkan hingga 0 pada periode serah terima.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Transfer BMN (1)
Transfer BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satu satker ke
satker lainnya dimana kedua satker tersebut merupakan entitas Pemerintah
Pusat.
Satker Pemberi
1. Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima
BMN.
2. Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan dengan cara
menghapus nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya.
3. Serah terima BMN dilengkapi dengan serah terima Arsip Data Komputer
atas BMN yang ditransfer keluar.
4. Arsip Data Komputer merupakan output SIMAK-BMN yang memuat
informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi penyusutan atas
BMN tersebut.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Transfer BMN (2)
Satker Penerima
1. Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima BMN.
2. Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal perolehan awal
satker pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar masa manfaat aset dapat
diukur berdasarkan perolehan awalnya.
3. Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal Berita Acara
Serah Terima BMN.
4. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai buku BMN
dan akumulasi penyusutannya.
5. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara melakukan proses terima Arsip
Data Komputer atas BMN yang diterima.
6. Arsip Data Komputer merupakan output SIMAK-BMN yang memuat
informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi penyusutan atas
BMN tersebut.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Hibah BMN (1)
Hibah BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satker (entitas
pemerintah pusat) ke unit lainnya dimana unit lainnya tersebut bukan
merupakan entitas Pemerintah Pusat.
Entitas Pemerintah Pusat sebagai Pemberi
1. Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima
BMN.
2. Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan dengan cara
menghapus nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya.
KETENTUAN LAIN-LAIN
Hibah BMN (2)
Entitas Pemerintah Pusat sebagai Penerima
1. Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima BMN.
2. Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal perolehan awal
unit pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar masa manfaat aset dapat
diukur berdasarkan perolehan awalnya.
3. Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal Berita Acara
Serah Terima BMN.
4. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai buku BMN
dan akumulasi penyusutannya. Akumulasi penyusutan atas BMN yang
diperoleh dari Hibah dihitung secara otomatis oleh Aplikasi SIMAK-BMN
pada saat satker melakukan pencatatan BMN.